Setelah itu semua, jangan kira mereka bisa beristirahat. Para istri masih akan menjadi yang lebih dahulu berangkat membajak sawah atau mengarit rumput atau mencangkul ladang, dibandingkan para suami.Â
Mereka para suami bisa saja bahkan tidak sempat memakan sarapan pagi yang telah disiapkan oleh istrinya, lekas di pagi hari mereka pergi ke warung kopi, dan sibuk di sana membahas politik hingga masalah isu internasional sambil duduk berlama-lama.Â
Sebagian mungkin akan beranjak dari kedai, tidak lama setelah akan segera menjelang makan siang. Kurang lebih, demikianlah gambaran masyarakat di desa terpencil, tempat di mana Ruth Tandi Ramba ditugaskan sebagai seorang motivator desa.
Puji Tuhan, Ruth Tandi Ramba memang berproses maju menjadi seorang motivator milik desa. Ia menyatu dengan masyarakat, dengan lingkungan, hingga akhirnya ia berkeluarga di sana.Â
Di masanya, Ruth telah bekerja untuk merevolusi mental warga agar mereka bisa lebih berdaya. Apa yang terlihat seperti perbudakan dari zaman purba dalam kenyataan hidup paling dekat dengan seluruh warga desa, yang ditampilkan dalam hubungan kerja sama (untuk menghaluskan istilah kerja paksa) antara suami dan istri di masa itu, pastilah bagai menapaki jalan batu yang sulit, menanjak dan berliku untuk ditempuh oleh Ruth dalam rangka merubahnya.
Ruth yang seorang motivator milik desa, bekerja sungguh-sungguh dengan hatinya, jauh dari gemerlap kemewahan. Namun, kualitas personality profile seorang Ruth Tandi Ramba tidak diukur dari apa yang dia punya, melainkan dari seluruh hal pada dirinya yang bisa dia berikan kepada sesamanya manusia.Â
Dari Ruth, saya belajar bahwa kesan dan kenangan akan diri kita adalah warisan yang hidup dan menetap di tempat-tempat di mana pun kita pernah berada, yang tercipta hanya selama kita ada di dunia.Â
Kisah perjuangan hidupnya tidak saja menetap di tempat di mana dia pernah berada, tapi bisa menjalar kemana-mana, dan menginsprirasi manusia-manusia baru yang lahir kembali setelah mengenalnya. Entah lewat tulisan, entah lewat tutur cerita dari para orang tua.
Hari-hari kini di tengah semangat pembangunan desa-desa, lama setelah saya mengenangkan kembali cerita tentang Ruth Tandi Ramba, yang dengan totalitas mengabdikan hidupnya bagi pemberdayaan masyarakat desa yang bahkan bukan tanah tempat asal-usulnya, sungguh menggerakkan hati untuk menelusuri citra dirinya kini entah sudah seperti apa.Â
Berkat kemajuan teknologi, dia yang saya baca hidupnya tanpa sepengetahuannya dalam lembaran kertas usang pada 13 tahun yang lalu, tersimpan dalam sebuah rak buku yang mungkin jarang dikunjungi, hari ini saya temukan dalam akun facebook-nya dengan mesin pencarian Google.