Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Eskalasi Produksi Sampah Memaksa Lahirnya Gaya Hidup yang Lebih Fungsional

16 Juni 2019   13:57 Diperbarui: 20 Juni 2019   18:41 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada yang salah dengan kapitalisme. Apa yang membedakan kapitalisme dan sosialisme, kalau kata Ben Dupre, teoretikawan gagasan-gagasan besar umat manusia itu, bahwa bukan karena kebenaran dan dosa-dosa dalam ajaran itu yang membuat salah satu antara kapitalisme dan sosialisme menjadi lebih diterima oleh warga sebuah negara, atau yang membuat kapitalisme mampu mengalahkan sosialisme.

Karena pada dasarnya, prinsip yang ada di sosialisme pun ada juga di dalam kapitalisme. Yang menentukan lestari atau tidaknya kedua paham ini hanyalah sejauh mana ajarannya mampu beradaptasi dengan kecenderungan perkembangan tuntutan manusia dan menjawab kebutuhannya.

Manusia yang semakin bertambah banyak, menghadirkan tuntutan kebutuhan yang semakin banyak pula, dan oleh karenanya persaingan menjadi semakin tidak terelakkan, karena sumber-sumber daya menjadi semakin terbatas untuk diperebutkan. Tidak ada jalan lain bagi manusia untuk bertahan, apalagi untuk menjadi yang terdepan, selain berinovasi, mengasah diri, dan cermat melakukan kalkulasi-kalkulasi.

Oleh karena itu, dalam jenis masyarakat yang demikian, menjadi dapat dipahami kenapa kelihatannya apa pun bisa dibeli asalkan ada uang yang cukup. Bagi yang kaya dan kelebihan uang, hidup menjadi tinggal dinikmati, apa saja.

Bila ditelisik, sebenarnya gaya hidup yang serba mudah, serba nikmat, dan serba cepat itu, turut memproduksi sampah-sampah dengan demikian mudah dan cepatnya. Entahlah, apakah sampah-sampah itu bisa dikatakan menjadikan hidup nikmat. Karena kalau begitu adalah sangat ironis sekali.

Di permukaan, segala berkah kemajuan zaman melalui perkembangan teknologi mungkin akan menunjukkan halaman depan yang sangat hijau, rindang, indah dan sangat manusiawi. Tapi pernahkah kita dengan penuh rasa ingin tahu, untuk sesaat saja melongok ke halaman belakang, jangan-jangan untuk menghadirkan keindahan yang di depan, sampah-sampah telah menumpuk di belakang? Apa yang tidak mudah untuk diolah, cukup disembunyikan.

Begitulah kira-kira jalan berpikir praktis. Dengan uang yang cukup, apa yang tidak lagi berfungsi optimal cukup dibuang saja, karena untuk memperbaikinya mungkin lebih mahal, mahal segi harga, mahal segi waktu. Begitulah kira-kira jalan berpikir ekonomis. Apa yang buruk biarlah di mana saja tempatnya, asalkan jangan di halaman saya. Begitulah kira-kira jalan berpikir egois.

Apa yang praktis, yang ekonomis memang bisa menjadikan manusia menjadi egois. Mungkin kita ingat juga pepatah bijak yang mengatakan, "Bumi mampu mencukupi kebutuhan seluruh umat manusia, tapi tidak cukup untuk memenuhi keserakahan seorang manusia." Jadi, jelaslah patut diperhitungkan, bahwa sampah yang dibuang sembarangan bisa dikatakan sebagai salah satu penanda manusia modern yang egois. Sekalipun ia mengklaim diri sebagai orang yang serba praktis dan ekonomis.

Manusia Perlu Untuk Hidup Lebih Fungsional
Kita akan menghindari perdebatan soal hal-hal yang agamis, teori-teori menyangkut hal mana yang paling praktis dan ekonomis untuk menjauhkan pertikaian di antara kita. Setidaknya, kesinambungan kehidupan kita manusia bersama dengan alam lingkungan hidup sebagai sebuah kesatuan, adalah titik temu yang menjadi kepentingan kita bersama.

Mungkin tidak ada di antara kita yang tidak menginginkan hidup dengan umur yang panjang di tengah alam lingkungan hidup yang sehat dan lestari. Kalaupun ada, itu adalah sebuah pengecualian dan kekhususan. Manusia jenis itu adalah manusia dengan "kemampuan khusus," kemampuan dialektika khusus di mana otaknya penuh dengan ketegangan-ketegangan spontan, sehingga selalu menuntut adanya perubahan mendadak.

Tidak heran, jenis manusia yang ini sanggup membunuh makhluk hidup lainnya, atau membunuh manusia lainnya, atau bahkan membunuh dirinya sendiri dengan ketegangan spontan dan perubahan-perubahan mendadak dalam pikiran dan perasaannya. Tidak, kita tidak membincangkan jenis yang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun