Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Sebuah Cerita Bagi Mereka yang Mendapat Kesukaran di Bulan Ramadan

5 Juni 2019   00:31 Diperbarui: 5 Juni 2019   00:39 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
orang tua lanjut usia (dokpri)

Dalam sebuah tayangan talk show di televisi swasta pada Selasa, 4/6/2019, dinihari yang lalu, seorang pengurus Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah Nasional (Baznas) menyampaikan pernyataan bahwa Indonesia adalah negara paling dermawan di dunia. Hal ini sejalan dengan data yang disampaikan melalui pemberitaan kompas.com pada Selasa, 6 November 2018.

Dilansir dari pemberitaan tersebut, disampaikan bahwa menurut Charities Aid Foundation (CAF), dalam laporannya tentang CAF World Giving Index per Oktober 2018, Indonesia menempati posisi teratas dari 144 negara yang disurvei oleh lembaga ini. Sebelumnya, pada tahun 2017, Indonesia menempati posisi kedua.

Tiga poin penting dalam penilaian ini adalah, memberikan sumbangan kepada orang lain, mendonasikan uang, dan orang-orang yang menjadi sukarelawan dalam negara tersebut. Dari ketiga indikator ini, Indonesia paling unggul dalam hal orang-orang yang menjadi sukarelawan, dengan skor 53 persen. 

Dalam indikator menjadi sukarelawan ini, tercatat perempuan yang menjadi sukarelawan lebih tinggi dari negara lainnya sebesar 48 persen, sementara laki-laki 59 persen.

Kompas.com merangkum daftar 10 negara paling dermawan di dunia versi CAF World Giving Index tahun 2018, sebagai berikut:

  • Indonesia (skor 59 persen)
  • Australia (59 persen)
  • Selandia Baru (58 persen)
  • Amerika Serikat (58 persen)
  • Irlandia (56 persen)
  • Inggris (55 persen)
  • Singapura (54 persen)
  • Kenya (54 persen)
  • Myanmar (54 persen)
  • Bahrain (53 persen)

Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, Timotheus Lesmana saat konferensi pers Filantropi Indonesia Festival (FIFest) tahun 2018 di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 7 November 2018, mengatakan bahkan Indonesia ditunjuk sebagai satu dari empat negara percontohan filantropi di dunia. 

Hal ini membuktikan kedermawanan orang Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun, tidak hanya soal minat, tapi juga media untuk membantu sesama, katanya, di sela-sela persiapan pelaksanaan FIFest 2018 yang dilaksanakan pada 15-17 November 2018.

Apa yang dimaksudkan Timotheus, sebagai perkembangan media untuk membantu sesama adalah bagaimana perubahan filantropi dari konvensional menjadi digital. Hal ini terkait dengan peran milenial dalam kedermawanan sosial yang kian meningkat dalam 5 tahun terakhir. Menurutnya, inovasi ini diharapkan membawa dampak positif dalam mempercepat pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Dalam sebuah penjelasan tentang Altruisme yang dituliskan oleh Ben Dupre, yang ahli dalam menjelaskan berbagai gagasan besar yang pernah ditelurkan oleh manusia, disebutkan bahwa salah satu serangan yang paling mematikan dan berpengaruh pada altruisme dan moralitas konvensional pada umumnya, dikemukakan oleh filsuf Jerman Friedrich Nietzsche menjelang akhir abad ke-19. 

Nietzsche menganggap kebajikan sebagai "tirani melawan kodrat." Prinsip ini adalah sebuah inversi (pembalikan) dan perversi (penyimpangan) dari tatanan kodrat. Sebagaimana dorongan gereja Kristen dan tergerak oleh kebencian dan kecemburuan, kaum yang lemah dan yang jelek telah memulai apa yang dinamakan "pemberontakan/revolusi budak" melawan yang kuat dan yang cantik. 

Nietzsche memberikan kritik terhadap motif altruisme yang seolah membutakan tujuan sejati dan alamiah manusia, bahkan saat menjadi sukarelawan, yaitu kehendak untuk berkuasa. Katanya, "Yang lemah dan sakit-sakitan akan binasa, itulah prinsip pertama filantropi kita."

Mengartikan pendapat Nietzsche ini tentu akan mengundang berbagai penafsiran. Apa yang penting menjadi refleksi di sini tentu adalah yang memberikan nilai positif yang sebesar-besarnya bagi kemanfaatan nilai-nilai kemanusiaan, sekalipun pendapat ini dimulai dari sesuatu yang tampak bernilai negatif. Bukan soal prinsip nihilisme atau relativisme atau surealisme atau apapun itu, yang menjadikan sebuah pendapat bernilai baik atau benar dalam hal ini, tapi sejauh mana refleksi itu berbuah menjadi tindakan yang memberikan manfaat yang berguna bagi kemanusiaan. 

Sekalipun orang berkoar-koar ini baik, tapi kalau orang lain merasakan yang sebaliknya, maka klaim itu hanya menjadi sesuatu yang tidak bermakna. Atau sebaliknya, sekalipun orang diam-diam, tapi bertindak untuk membantu, maka makna tindakannya bisa saja sudah hadir mendahului dampaknya.

Kalau pendapat Nietzsche ini mau diringkas dalam pemaknaannya, mungkin contoh pernyataan Oscar Wilde dalam The Picture of Dorian Gray (1891) terkait penyensoran buku mungkin cocok untuk dipakai, katanya: "Tidak ada sesuatupun yang dipandang sebagai buku moral atau imoral, yang ada adalah buku-buku yang ditulis dengan baik atau jelek. Hanya itu."

Tidak ada manusia yang memiliki kapasitas lebih tinggi untuk menilai sebuah kedermawanan manusia yang lainnya sebagai suatu yang tulus atau pura-pura, yang ikhlas atau punya maksud terselubung, dan lain sebagainya, karena hati tidak akan bisa membohongi rasa. 

Paling-paling yang ada hanya bantuan yang sangat berguna, berguna, cukup berguna atau tidak berguna. Sejahat-jahat suatu motif dalam membantu, jelas membantu jauh lebih baik dari pada diam tidak berbuat apa-apa. Kesimpulan dari Thomas Aquinas (1265) mungkin cocok menghentikan perdebatan terkait ini, katanya: "Jika semua kejahatan dicegah, maka banyak kebaikan akan absen dari alam semesta."

Terkait dengan itu, walaupun sebenarnya tidak sampai sejauh memikirkan berbagai relasi pendapat mulai dari Aquinas sampai Nietzsche, hari ini, Selasa, 4 Juni 2019, kami memberikan sedikit sumbangan kepada empat orang tua lanjut usia yang ada di sebuah desa, Desa Sukatendel Kecamatan Tiganderket Kabupaten Karo. 

Hasil dari mengumpulkan apa yang bisa dikumpulkan dari tiap-tiap orang, bapa-bapa di sebuah gang pemukiman untuk disumbangkan kepada mereka yang kami tidak tahu siapa. Melihat usia yang lanjut dan keadaan fisiknya yang sebagiannya tidak lagi memungkinkan untuk melakukan apa-apa, 

barangkali mereka ini bagian dari orang yang menderita. Bisa saja memang hanya fisiknya yang menderita, padahal mereka memiliki jiwa-jiwa yang berbahagia, kami tidak tahu.

orang tua lanjut usia (dokpri)
orang tua lanjut usia (dokpri)
orang tua lanjut usia (dokpri)
orang tua lanjut usia (dokpri)
orang tua lanjut usia (dokpri)
orang tua lanjut usia (dokpri)
orang tua lanjut usia (dokpri)
orang tua lanjut usia (dokpri)
Ini bukan sebuah tulisan yang mengamini kritik Nietzsche tentang kehendak berkuasa, karena apa yang bisa diharapkan dari membantu manusia lanjut usia, selain kesadaran bahwa begitulah manusia melanjutkan kesinambungan hidupnya. Siapa tahu, suatu saat kelak kami yang ada di pihak mereka?            

 referensi:

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/06/083100526/indonesia-negara-paling-dermawan-di-dunia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun