Mengartikan pendapat Nietzsche ini tentu akan mengundang berbagai penafsiran. Apa yang penting menjadi refleksi di sini tentu adalah yang memberikan nilai positif yang sebesar-besarnya bagi kemanfaatan nilai-nilai kemanusiaan, sekalipun pendapat ini dimulai dari sesuatu yang tampak bernilai negatif. Bukan soal prinsip nihilisme atau relativisme atau surealisme atau apapun itu, yang menjadikan sebuah pendapat bernilai baik atau benar dalam hal ini, tapi sejauh mana refleksi itu berbuah menjadi tindakan yang memberikan manfaat yang berguna bagi kemanusiaan.Â
Sekalipun orang berkoar-koar ini baik, tapi kalau orang lain merasakan yang sebaliknya, maka klaim itu hanya menjadi sesuatu yang tidak bermakna. Atau sebaliknya, sekalipun orang diam-diam, tapi bertindak untuk membantu, maka makna tindakannya bisa saja sudah hadir mendahului dampaknya.
Kalau pendapat Nietzsche ini mau diringkas dalam pemaknaannya, mungkin contoh pernyataan Oscar Wilde dalam The Picture of Dorian Gray (1891) terkait penyensoran buku mungkin cocok untuk dipakai, katanya: "Tidak ada sesuatupun yang dipandang sebagai buku moral atau imoral, yang ada adalah buku-buku yang ditulis dengan baik atau jelek. Hanya itu."
Tidak ada manusia yang memiliki kapasitas lebih tinggi untuk menilai sebuah kedermawanan manusia yang lainnya sebagai suatu yang tulus atau pura-pura, yang ikhlas atau punya maksud terselubung, dan lain sebagainya, karena hati tidak akan bisa membohongi rasa.Â
Paling-paling yang ada hanya bantuan yang sangat berguna, berguna, cukup berguna atau tidak berguna. Sejahat-jahat suatu motif dalam membantu, jelas membantu jauh lebih baik dari pada diam tidak berbuat apa-apa. Kesimpulan dari Thomas Aquinas (1265) mungkin cocok menghentikan perdebatan terkait ini, katanya: "Jika semua kejahatan dicegah, maka banyak kebaikan akan absen dari alam semesta."
Terkait dengan itu, walaupun sebenarnya tidak sampai sejauh memikirkan berbagai relasi pendapat mulai dari Aquinas sampai Nietzsche, hari ini, Selasa, 4 Juni 2019, kami memberikan sedikit sumbangan kepada empat orang tua lanjut usia yang ada di sebuah desa, Desa Sukatendel Kecamatan Tiganderket Kabupaten Karo.Â
Hasil dari mengumpulkan apa yang bisa dikumpulkan dari tiap-tiap orang, bapa-bapa di sebuah gang pemukiman untuk disumbangkan kepada mereka yang kami tidak tahu siapa. Melihat usia yang lanjut dan keadaan fisiknya yang sebagiannya tidak lagi memungkinkan untuk melakukan apa-apa,Â
barangkali mereka ini bagian dari orang yang menderita. Bisa saja memang hanya fisiknya yang menderita, padahal mereka memiliki jiwa-jiwa yang berbahagia, kami tidak tahu.
 referensi:
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/06/083100526/indonesia-negara-paling-dermawan-di-dunia