Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebenaran dari Sudut Pandang Sejarah: Pola Dialektis dari Sudut Pandang Negatif

12 Maret 2019   12:22 Diperbarui: 12 Maret 2019   13:02 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thirteenthfloor.us

Negasi atas negasi dua konsep yang bertentangan yang dikompromikan oleh pemikiran ketiga menjadi sintesis. Sintesis pemikiran ketiga belum berakhir, karena ia menjadi titik tolak bagi rangkaian perenungan lain. Suatu sintesis juga akan dihadang oleh suatu antitesis yang baru.

Menurut Hegel, kita berusaha menemukan kelemahan-kelemahan dalam sebuah argumen, tetapi ketika kita menemukan kelemahan-kelemahan dalam suatu argumen, kitapun akan menyimpan yang terbaik darinya.

Ketika seorang sosialis dan seorang konservatif berdebat dalam pemecahan masalah sosial, ketegangan akan muncul dari kedua cara berpikir yang bertentangan. Ada kemungkinan dua-duanya separuh benar dan separuh salah.

Tidak mudah untuk memutuskan pendapat mana yang lebih rasional, sejarah yang akan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah, sesuai konteks sejarah.

Dalam tataran aplikatif, sekalipun ada ungkapan bahwa "rambut sama hitam, isi hati siapa yang tahu," tapi tetap saja bahwa salah satu kelebihan manusia dari spesies lainnya adalah kenyataan bahwa ia makhluk sosial, sehingga tetap saja harus hidup bersama sekalipun diiringi rasa curiga.
Memang ada spesies lain, baik dari genus aves, mamalia, atau bahkan reptil yang hidup dalam koloni, tapi belum ada yang bisa menandingi manusia dalam hal menjalin kesepakatan bersama dalam jumlah besar sehingga oleh karenanya menempatkan manusia lebih unggul bahkan cenderung menjajah spesies yang lain. Bahkan menjajah sapiens lain yang mungkin relatif lebih lemah dalam berdialektika.

Namun, menurut Hegel, manusia tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat. Oleh karena itu, siapapun yang tidak mempedulikan masyarakat tempatnya tinggal dan ingin menemukan jiwa mereka, akan ditertawakan.

Tidak selamanya sudut pandang negatif sebagai seburuk-buruknya sudut pandang bila dilihat dari sisi yang berbeda. Kalau tidak, mungkin tidak akan lahir sebuah klausul sakti dalam sebuah keputusan hasil warisan dari zaman Belanda, "Demikian keputusan ini ditetapkan dan akan diperbaiki kembali apabila ditemukan kekeliruan di dalamnya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun