Tulisan ini diinspirasi oleh hasil diskusi saat pelaksanaan Computer Assisted Test (CAT ) Calon PNS yang berlangsung di pojokan lokasi ujian ditemani seekor Black Cat.
Dalam sebuah diskusi ringan dengan seorang PNS yang akan segera memasuki masa pensiun, disela-sela kegiatan sebagai panitia seleksi penerimaan Calon PNS Tahun 2018, saya merasa sedang berada dalam sebuah diskusi dengan subjek generasi dari tiga masa.
Saya adalah subjek masa kini, bapak pejabat teman diskusi saya itu adalah subjek masa lalu, dan adik-adik yang sedang mengikuti ujian menjawab soal-soal CAT adalah subjek yang akan menjadi masa depan.
Berbicara tentang masa atau waktu, analogi dari definisi "Tenses" dalam Bahasa Inggris, barangkali adalah contoh sederhana untuk menggambarkannya secara ringkas. Mungkin, karena itu pula dinamakan SimpleTenses, karena sederhana. Meskipun demikian, Bahasa Inggris bisa menjadi terasa sangat sulit dipelajari apabila tidak dibiasakan, apalagi bila dijadikan sebagai momok yang menakutkan.
Apa yang menakutkan sebenarnya dimulai sejak masih berada di dalam pikiran. Kata Socrates: "Sesuatu yang tidak dipikirkan, sebenarnya sama artinya dengan tidak ada."
Tenses adalah bentuk-bentuk kata kerja dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan waktu terjadinya suatu perbuatan atau peristiwa. Tenses atau simpletenses meliputi simplepast untuk menunjukkan waktu perbuatan pada masa lalu, simplepresent untuk masa kini, dan simplefuture untuk masa depan.
Paling tidak ada tiga kata kunci, terkait bahasan mengenai generasi dengan analogi Tenses ini, yakni manusia sebagai subjek, manusia yang berpikir dan manusia yang melakukan perbuatan.
Manusia sebagai subjek, adalah manusia yang dikaruniai akal dan naluri kemanusiaan untuk melakukan perbuatan, bebas sesuai kehendaknya. Kata bapak yang akan pensiun itu: "Walaupun sama-sama bersifat karunia, sepertinya akal adalah aspek yang bisa lebih bersifat artifisial, bisa dibentuk, dipelajari, diasah dan dikembangkan. Sementara itu, naluri kemanusiaan lebih bersifat given, anugerah, yang tidak mudah untuk dibuat-buat atau ditempahkan."
Manusia yang berpikir, adalah manusia yang bisa memilih antara yang baik dan yang jahat, yang patut dan tidak patut, yang pantas dan tidak pantas dengan pertimbangan akalnya untuk dipilih sebagai tindakan.
Manusia yang melakukan perbuatan, maksudnya manusia yang hakikatnya adalah bekerja. Bekerja adalah salah satu hakikat hidup. Tidak perlu diperumit dengan perdebatan tentang mana yang benar, bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja? Kedua-duanya bisa separuh benar, bisa juga separuh salah.
Ketiga kata kunci terkait manusia diatas berlangsung dalam sebuah kurun waktu atau masa dalam hidupnya. Dalam Bahasa Yunani, kurun waktu itu bisa dalam artian "Chronos", yang mengacu pada kronologi atau urutan waktu, serta dalam artian "Kairos" yang menandakan "di antara suatu periode waktu", yaitu periode waktu yang tidak dapat ditentukan sebagai sesuatu yang khusus terjadi, tergantung kepada siapa yang sedang menggunakan kata itu. Dengan kata lain, waktu atau masa bisa bersifat kuantitatif sekaligus kualitatif.
Oleh karena itu, tidak menjadi terlalu penting untuk mendikotomikan manusia terkait waktu sebagai golongan tua dan golongan muda. Kuantitas tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas, atau sebaliknya. Demikian juga orang tua tidak selalu lebih dewasa dari orang muda, atau orang muda lebih berkualitas dari orang tua. Masing-masing orang memiliki tingkat kematangan yang ditentukan oleh keseimbangan antara akal dan naluri kemanusiaan yang ada padanya.
Kata bapak yang akan pensiun itu: "Setujukah kamu, bahwa manusia yang hidup di era postmodern ini memiliki kerinduan untuk kembali ke alam, back to nature?"
Kalau saya jawab setuju, berarti saya sebagai subjek masa kini memberikan pengakuan bahwa masa lalu mungkin saja lebih baik dari masa kini. BacktoNature adalah slogan pada Zaman Romantisme sebagai reaksi terhadap penggunaan akal empiris di peradaban barat yang cenderung berlebihan dan dianggap menumpulkan naluri kemanusiaan serta melahirkan kemandegan kemajuan peradaban manusia. Kalau saya jawab tidak setuju, faktanya memang saya sudah lihat sendiri semakin banyak orang-orang Barat cenderung lebih suka berwisata ke ladang-ladang, bukan ke tempat wisata main stream, lebih suka menginap di rumah warga lokal ketimbang di hotel mewah, orang-orang kaya membangun villa di ladang-ladang untuk mencari ketenangan.
Lalu manakah yang lebih berkualitas, yang dari masa lalu atau masa kini?
Lagi, kata bapak itu mengutip pendapat tokoh psikoanalisis, Sigmund Freud dan Ernest Jones, bahwa "Apa yang masuk akal itulah yang bertahan lama."
Dia mengeluarkan telepon genggamnya yang bukan android, sebuah telepon genggam yang cukup kuno untuk ukuran seorang pejabat senior dengan masa kerja puluhan tahun yang dua minggu lagi akan pensiun. Katanya: "Inovasi di bidang komunikasi berkembang bahkan dalam hitungan menit dalam semangat kompetisi tinggi. Bukankah itu menandakan bahwa teknologi modern menghasilkan produk yang tidak bertahan lama. Masuk akalkah modernisme mu nak, bukankah yang masuk akal yang akan bertahan lama?"
Lalu manakah yang lebih berkualitas, yang dari masa lalu atau masa kini?
Mengingat kami belum ada membahas masa depan, maka ia mengulas para pelamar Calon PNS yang sedang mengikuti ujian. Katanya: "Adakah dalam benakmu terpikir, jangan-jangan minimnya jumlah peserta ujian yang lulus ujian kemaren justru karena demikian mudahnya kamu memperoleh jawaban atas semua pertanyaan hanya dengan sebuah alat dalam genggaman? Apa yang diperoleh dengan sangat mudah demikian juga akan dilupakan dengan sangat mudah. Lalu manakah yang lebih berkualitas, buku cetak yang sudah dianggap sebagai masa lalu atau rekaman digital yang hanya kau baca sepenggal-sepenggal?"
Terakhir, dia mengutip pesan pada kitab suci, karena dia memang seorang gembala jemaat, "Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari."
Bukan tua atau muda yang jadi persoalannya, tetapi sejauh mana kita mampu mematangkan keseimbangan akal dan naluri kemanusiaan kita sebagai motif tindakan, itulah yang menentukan takaran kualitas kemanusiaan kita.
Semoga para peserta ujian CAT yang lulus nantinya, adalah generasi masa depan dengan keseimbangan akal dan naluri kemanusiaan yang matang, karena soal ujian kali ini tentang tes kepribadian konon katanya disusun untuk mampu menjaring orang-orang dengan rasa kemanusiaan dan kepedulian yang tinggi.
Diskusi ini berlangsung di pojokan lokasi ujian dengan ditemani seekor kucing hitam yang kesepian, atau "BlackCat" bila di-Bahasa Inggris-kan.
Teo
Medan, 9 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H