Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hubungan Keluarga dan Negara

31 Oktober 2018   21:40 Diperbarui: 3 Mei 2020   00:30 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anggota keluarga pemusik tiup GBKP dari tiga generasi di Upacara HUT RI ke-73 Tahun 2018 Tanah Karo

Pada bagian tentang "Kebajikan dalam Hubungan Suami Istri" pada buku Pembahasan Budi Pekerti "Di Zi Gui" Menuju Kehidupan Bahagia, sebagaimana dituturkan oleh guru Cai Li Xu, bahwa pada hubungan antar manusia, tidak peduli kaya atau miskin, kaum bangsawan atau rakyat jelata, secara alamiah mencakup lima jenis hubungan, yakni hubungan orangtua dengan putra putrinya, hubungan penguasa dengan rakyatnya, hubungan suami dengan istri, hubungan saudara kandung (kakak dengan adik), dan hubungan pertemanan. Kelima hubungan tersebut sama-sama penting, tetapi dijelaskan bahwa hubungan antara penguasa dan rakyatnya sangat ditentukan oleh keadaan keluarga-keluarga dalam masyarakat itu sendiri.

Penguasa yang memerintah sebagai representasi negara, sering dirasakan oleh rakyatnya, khususnya rakyat jelata, tidak menggunakan kuasanya membela mereka yang lemah. Sering juga penguasa terasa jahat, saat ia mendiamkan orang jahat merampas hak orang-orang yang lemah dengan segala tipu muslihat.

Apabila hubungan penguasa dengan rakyat terasa tidak membela yang lemah, atau bahkan terasa jahat dan merampasi, bukan tidak mungkin sebagai akibat dari hubungan keluarga-keluarga anggota masyarakat dalam suatu negara yang tidak lagi sehat, tidak harmonis.

Banyak orang tua berpandangan bahwa karakter dan sikap perilaku anak lebih penting daripada sekedar nilai ujian, tetapi pada praktiknya mereka tetap mengukur pendidikan anak sebatas pada nilai ujiannya. Akibatnya, anakpun tumbuh dalam suatu suasana tidak mau kalah yang begitu besar. Ia bahkan senantiasa risau dengan hal-hal yang sangat sepele. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana bisa menang dan mengalahkan orang lain. Lama kelamaan akan terbentuk suatu karakter ingin menang sendiri dan melihat orang lain sebagai musuh.

Menurut guru Cai, anak perlu dididik agar memiliki hati yang mencintai sesama manusia, serta menjalankan kehidupan penuh kebajikan. Bila sejak muda menjalankan hidup penuh kebajikan, maka di masa tua ia akan menuai berkat. Tidak saja berkat bagi dirinya sendiri, namun juga bagi keluarga, masyarakat dan negara. Anak-anak yang kita besarkan, turut menentukan akan menjadi seperti apa mereka jika seandainya mereka menjadi penguasa nantinya. Keluarga kita ikut bertanggung jawab dan menentukan seperti apa negara, pemerintah, dan penguasa yang akan kita sanjung puji atau sebaliknya kita caci maki nanti.

Guru Cai Li Xu mengutip kata-kata bijak Master Si Ma Guang, katanya : "Mewariskan uang kepada anak cucu, belum tentu mereka dapat menyimpannya; mewariskan buku, belum tentu mereka dapat membacanya;

lebih baik mewariskan kebajikan dalam jangka panjang; kebajikan tidak hanya memberikan perlindungan kepada generasi berikutnya, tetapi juga bagi kita yang hidup saat ini"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun