Hari berlalu, Sangap akan segera tamat SMA, dan secara luar biasa sangap diterima dari jalur pemanduan minat dan bakat, bebas test ke Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Air mata Sangap berlinang bersama Nini Itingnya.
Bukan karena ibu dan bapa sudah tidak ada, itu adalah masa lalu yang pahit baginya, tetapi karena Sangap sangat fokus menatap masa depannya. Ia sangat khawatir karena sekadar ongkos berangkat mendaftar ulang ke Yogya dia tak punya.
Naluri kasih sayang nini Iting Sangap mendorongnya berencana konyol yang tak pernah terpikirkan oleh sesiapa. Nini Iting Sangap berkata: "Anakku, jangan engkau khawatir, tak usah sedih, besok pagi bawalah ayam kampung kesayangan Iting, itu harta paling berharga yang aku punya selain dirimu. Besok kau jual ayam itu dan telur-telurnya ke warung, barangkali cukup untuk ongkosmu ke Yogya."
Sangap tak kuasa membantah perkataan Nini Itingnya, karena ia sadar kasih sayangnya yang begitu besar. Sangap sudah mengkalkulasi total uang yang bakal diterimanya dari hasil menjual ayam kesayangan "paling berharga" milik neneknya berikut telur-telurnya.
Semuanya tidak akan lebih dari 100 ribu rupiah. Hanya cukup untuk mengantarkannya ke Medan, dengan tambahan makan siang berikut segelas teh manis dingin plus tetesan air mata.
Keesokan harinya, Sangap melakukan apa yang disuruh Nini Itingnya. Sangap menjual ayam kampung "paling berharga" peliharaan Nini Itingnya berikut telur-telurnya ke warung.
Pemilik warung heran, kenapa ia menjual tidak hanya telur ayam hari ini, tetapi juga berikut ayamnya. Orang sekampung pun tahu kalau ayam itu harta satu-satunya milik neneknya.
"Sangap kenapa pula kau jual ayam peliharaan nenekmu itu?" Demikian kata pemilik warung.
Sangap menceritakan alasannya terbata-bata, kenapa sumber telur yang hari demi hari memelihara hidupnya pun harus ia jual. Sang pemilik warung tercekat kerongkongannya, hampir tak mampu berkata apa-apa.
Sejenak ia menghela nafas, lalu katanya: "Sangap, tak usah kau jual ayam itu, kembalikan ke nenekmu. Sini telur-telurnya, saya akan beli seharga tiket pesawatmu sampai ke Yogya. Berjuanglah, Nak, agar tak sia-sia perjuangan nenekmu menjualkan telur-telur ayam kesayangannya."
Sangap pulang ke rumah sambil berlari sekencangnya. Tak bisa lagi memilih antara menangis atau bahagia.