Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Balon Udara, antara Tradisi dan Keselamatan

21 Oktober 2020   12:41 Diperbarui: 21 Oktober 2020   12:44 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerbangan balon udara sebagai sebuah tradisi masyarakat untuk menyemarakkan le-baran beberapa saat lalu sempat menjadi perhatian nasional bahkan internasional. Sangat kreatif memberikan hiburan kepada masyarakat yang berlebaran, bahkan juga menarik kunjungan wisatawan.

Di Jawa Tengah ada beberapa daerah yang menyelenggarakan tradisi seperti ini, seperti Wonosobo, (pada Hari Jadi Wonosobo, menyambut lebaran), Banjarnegara (Dieng Cul-ture festival, tetapi sejak 2014 sudah dihentikan dan diganti dengan lampion yang mumbulnya hingga ketinggian tertentu saja), Secang Kabupaten Magelang ( Menyambut Idul Fitri dan lebaran ketupat/balon syawalan),  Pekalongan (syawalan : sudah ada larangan dari Pemerintah Kota Pekalongan).

Menjadi masalah ketika balon yang tanpa awak itu masuk ke jalur penerbangan. Ini akan sangat membahayakan penerbangan di wilayah udara kita. Apalagi jalur penerbangan di Jawa Tengah itu sangat padat, baik penerbangan nasional maupun internasional.

Misal pun itu tidak masuk jalur penerbangan, balon udara ini juga membahayakan karena bisa menyebabkan kebakaran jika turun di tempat yang tidak semestinya, baik itu di pemukiman, jaringan listrik arus tegangan tinggi dll. Sudah ada beberapa kasus keba-karan terjadi akibat dari balon udara ini.

Meski demikian, pada posisi kita sebagai pe-merintah tentu harus arif melihat persoalan tersebut. Satu sisi penerbangan balon udara itu tradisi atau kearifan lokal masyarakat. Itu bagian budaya yang harus dilestarikan, dan bahkan mampu menarik kunjungan wisatawan. Tetapi di sisi lain aspek membahayakan harus dapat diatasi dengan baik.

Ada solusi yang bisa ditawarkan, seperti ba-lonnya diikat sampai pada ketinggaian tertentu saja, seperti layang-layang. Ini jauh lebih aman karena bisa dikendalikan.

Sebetulnya kita sudah punya regulasi yang mengatur keselamatan penerbangan yaitu  UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Di pasal 53 ayat 1 UU tersebut bahwa setiap orang dilarang menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan udara, penum-pang dan barang, dan/atau penduduk atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau merugikan harta benda milik orang lain.

Tambatan

Meski demikian, penerbangan balon udara masih saja berlangsung setiap tahunnya. Karena ini terus berlangsung dan kemudian muncul kesadaran bersama bahwa balon udara membahayakan bagi keselamatan publik, maka diperlukan langkah tindak cepat mengatasinya agar tidak terulang.

Beberapa hal layak kita lakukan untuk mencegah atau menekan luncuran balon udara di langit raya, seperti dengan memberikan pemahaman kepada instansi terkait dan segenap unsur masyarakat tentang peraturan dan ketentuan yang berlaku, dampak penerbangan balon udara tanpa awak terhadap kegiatan penerbangan pesawat udara.

Sudah beberapa waktu ini, ada kesanggupan untuk semua pihak tidak menerbangkan balon udara yang dapat membahayakan keselamatan udara, penumpang, dan barang dan atau penduduk atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum, atau merugikan harta benda milik orang lain. Kalaupun menerbangkan, maka balon udara yang diterbangkan harus dengan cara ditambatkan.

Semua pihak berperan aktif dalam menyosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak menerbangkan balon udara bebas tanpa awak yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan dan gangguan atau pemadaman listrik serta gangguan jaringan saluran udara tegangan tinggi dari gardu induk Temanggung ke gardu induk Wonosobo.

Jateng sudah melangkah, dan kiranya bisa menjadi percontohan bagi masyarakat atau komunitas di daerah lainnya. Kesadaran dan komitmen seperti inilah yang patut kita kembangkan. Kalaupun ternyata masih ada yang ngeyel, maka selanjutnya bisa dikenakan sanksi pidana atas pelanggaran terhadap regulasi yang mengaturnya.

Kita semua tentu sepakat dan ingin bahwa, satu sisi tradisi masyarakat dapat selalu terjaga dengan baik, dan pada sisi lainnya bahwa tradisi tersebut tidak mengganggu keselamatan publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun