Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melihat Desa dari Omnibus Law

12 Oktober 2020   14:12 Diperbarui: 12 Oktober 2020   14:26 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepekan silam, DPR RI telah mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang. Banyak reaksi timbul dari berbagai kalangan, utamanya kawan-kawan pekerja. Terjadi demo di berbagai daerah yang intinya menolak UU Ciptaker ini.

Satu pelajaran berharga dari peristiwa demo ini adalah kurangnya pemahaman para pendemo terhadap substansi UU tersebut, dan bahkan ada yang tidak tahu sama sekali mereka berdemo tentang apa. Maka, edukasi secara komprehensif mengenai UU ini kepada masyarakat menjadi sangat penting.

Penting dipahami bahwa Omnibus Law adalah suatu undang-undang yang merangkum sejumlah undang-undang untuk dipadukan dalam satu kerangka undang-undang yang integratif. Semangat dari Omnibus Law ini adalah menyederhanakan regulasi yang tumpang tindih, panjang dan berbelit-belit. Karena selama ini, Indonesia dikenal dengan banyaknya UU yang bertabrakan, dan salah satu kendala investasi di Indonesia adalah tidak adanya kepastian hukum tersebut.

Dalam Omnibus Law ini ada 79 UU yang diselaraskan dan diintegrasikan menjadi satu "keranjang" Omnibus Law yang mencakup 11 klaster. Ada Klaster Penyederhanaan Perizinan; Persyaratan Investasi; Ketenagakerjaan; Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM; Kemudahan Berusaha; Dukungan Riset dan Inovasi; Administrasi Pemerintahan; Pengenaan Sanksi; Pengadaan Lahan; Investasi dan Proyek Pemerintah; serta Kawasan Ekonomi. Salah satu klaster yang mendapat resistensi cukup banyak adalah klaster ketenagakerjaan.

UU tersebut mengubah, menghapus atau menetapkan pengaturan baru, seperti UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; serta mengubah 28 pasal yang ada di UU 13 Tahun 2003, menghapus 32 pasal yang ada di UU 13 Tahun 2003, serta menetapkan pengaturan baru dengan menyisipkan 7 pasal yang ada di UU 13 Tahun 2003.

Sesengguhnya UU Ciptaker hanya mengatur garis besar dan selebihnya diatur dalam Peraturan Pemerintah atau diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Banyak pihak yang khawatir hal-hal tersebut akan menyebabkan perlindungan pekerja menjadi rentan jika Peraturan Pemerintah tidak segera diterbitkan atau Perusahaan tidak membuat Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, sehingga menimbulkan gelombang protes terkait kekhawatiran tersebut. Selain itu, pekerja merasakan UU 13 Tahun 2003 lebih rijit dan detail dalam mengatur ketenaga-kerjaan.

Harus kita akui bahwa pengesahan UU Ciptaker ini tidak memuaskan semua pihak, ada sebagian yang merasa dirugikan. Maka, kita perlu duduk bersama. Pertama yang kita lakukan adalah desiminasi, sosialisasi secara mendalam untuk menyampaikan isi UU Ciptaker.

Selanjutnya, segera diterbitkan PP sebagai peraturan pelaksana. Selain itu, mewajibkan seluruh perusahaan menyusun Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama serta memberikan sanksi tegas apabila tidak menyusun peraturan tersebut.

Yang tidak kalah penting, kita harus memberikan ruang untuk menerima masukan hal-hal yang belum diatur dalam UU Ciptaker agar bisa masuk dalam Peraturan Pemerintah. Kita duduk, ketemu dengan pengusaha, buruh, kita ngobrol, mana yang kira-kira menjadi persoalan dan bagaimana kita melaksanakan itu, sehingga semua akan bisa mengerti.

Jika kita cermati arahan Presiden Jokowi atas Omnibus law UU Cipateker (9/10), sekurangnya banyak membawa berkah bagi aras pedesaan.  Pasal 109 UU Ciptaker membuka kesempatan bagi desa untuk membentuk perseroan terbatas perorangan yang bisa dilakukan oleh Bumdes dan UMK.

Di sini tidak perlu lagi proses perizinan, pelaku UMKM cukup mendaftarkan saja, dan pemerintah akan memberikan insentif berupa keringanan biaya. Di luar itu, dalam pengurusan sertifikasi halal juga tak berbayar alias gratis. Ini semua menjadi berkah kasat mata maupun yang tersembunyi di balik UU Ciptaker, yakni peluang usaha di desa semakin luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun