Bagaimana ibu-ibu di setiap sudut Kampung, di beranda rumahnya meniup cantingnya, menorehkan malam di kain dengan motif batik yang khas. Bahan-bahan alami pewarnaan batik juga cukup mahal. Jadi, keseluruhan biaya produksi batik pun cukup tinggi. Itulah sebabnya mengapa harga jual batik tulis tangan relatif lebih mahal.
Pelestarian batik sebagai kearifan lokal, harus disandingkan dengan tren pasar atau antusiasme masyarakat. Semua itu merupakan kearifan lokal Jawa Tengah yang adi luhung, yang harus terus kita lestarikan. Penghargaan masyarakat terhadap nilai kearifan lokal ini menjadi kunci penting dalam rangka mempertahankan budaya batik. Masyarakat yang memilih nilai daripada harga, produsen yang lebih menghargai para pengrajin, dan para pengrajin yang mau melakukan modifikasi atas motif-motifnya.
Keberadaan beberapa komunitas batik, asosiasi perbatikan, kita harapkan mampu menjadi salah satu pasukan pelestari batik, yang terus bergerak melakukan aksi agar batik semakin diminati dan dicintai semua kalangan. Pada skala yang lebih luas, pelestarian batik sebagai kearifan lokal ini, harus disandingkan dengan selera masyarakat. Kalau berbicara pengembangan batik di era ini adalah bicara kreativitas dan inovasi, bicara kualitas dan desain.Â
Disamping motif yang pakem seperti Sidomukti, Sekar Jagad, Wahyu Tumurun, Parang Kusuma, Batik Lasem, dll, harus ada desain batik yang inovatif, mengikuti perkembangan zaman. Sesekali perlu juga desain yang atraktif yang menyentuh selera anak muda. Namun demikian, seiring dengan pengembangan batik, satu hal yang harus menjadi perhatian besar kita adalah soal Unit Pengolahan Limbah (UPL) produksi batik. Hal ini harus dikelola secara baik agar tidak menimbulkan permasalahan lingkungan. Selamat Hari Batik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H