Seperti kita ketahui bersama, negeri kita merupakan wilayah dengan wilayah yang tingkat kerawanan bencana relatif tinggi. Selain dikarenakan kondisi geografis berupa pegunungan, laut dan perbukitan serta berada pada lempengan tektonik yang paling aktif di dunia atau ring of fire.Â
Kondisi cuaca yang ekstrim dan prilaku masyarakat yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan seperti penggundulan hutan dan membuang sampah sembarangan menjadi faktor utama terjadinya berbagai bencana dan oleh karenanya Indonesia kerap disebut sebagai supermatket bahkan pusat studinya bencana. Gunung meletus, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, angin topan, rob dan banjir pernah kita rasakan bersama.
Barangkali sudah betahun-tahun berbagai bencana telah menerpa kita dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Beberapa aktifitas gunung berapi, seperti Merapi, Sinabung menunjukkan gejala peningkatan aktifitas. Ini tentu menjadi perhatian kita semua. Apalagi saat ini kita sedang dilanda pendemi Covid-19. Â
Untuk itulah, di tahun ini berbagai program penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan dan kesiapsiagaan, penanganan darurat, rehabilitasi, rekonstruksi, recovery serta terkait dengan ketahanan masyarakat untuk mengurangi resiko dan dampak bencana harus terus menjadi bagian fokus kerja dan harus terus kita tingkatkan, tentunya dengan penyesuaian protokol kesehatan yang ada.
Dengan memanggul semangat gotong-royong dan kesengkuyungan, masyarakat dan seluruh stakeholder terkait sedikit demi sedikit telah sadar akan pentingnya mencegah berbagai bencana yang ada dengan membentuk berbagai komunitas yang secara swadaya melakukan mitigasi bencana berbasis masyarakat.
Walaupun begitu, kita tidak boleh berpuas diri. Masih ada berbagai permasalahan yang menjadi PR kita dalam penanggulangan bencana yang harus cepat kita selesaikan, yaitu antara lain belum optimalnya upaya-upaya yang dilakukan untuk pengurangan risiko bencana dikarenakan keterbatasan sumber daya, serta masih rendah dan belum meratanya kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana serta SOP Covid-19 yang masih banyak dilanggar oleh masyarakat. Â
Untuk itu, singkronisasi program kegiatan antar OPD, khususnya BNPN, BPBD yang menjadi garda terdepan dalam penanganan kebencanaan harus terus dilakukan dan diperkuat. Sekat-sekat yang menghambat penanganan bencana, baik kewilayahan secara geografis maupun antar instansi, mesti di-hapuskan.
Sinergitas dan jejaring dengan seluruh pihak dalam penanggulangan bencana mutlak terjalin erat. BPBD Provinsi, Kabupaten / Kota, Dinas Sosial dan PMI sebagai ujung tombak dalam penanganan bencana harus bisa bersinergi, bekerja-sama dan bahu-membahu menyelesaikan berbagai PR kebencanaan.
Kita ingin sellau ada pengetahuan dan terobosan-terobosan baru yang menarik dalam penanggulangan bencana. Meskipun dalam setiap bencana itu ada kedaruratan, namun prinsip -- prinsip penanganan Covid-19 haruslah di junjung tinggi.
Dalam situasi kini, penting kita susun SOP sebaik mungkin dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kesehatan yang ada. Mematuhi dan menjaga selalu disiplin dalam menjalankan koridor yang ada agar saat terjadi bencana tidak malah menjadi cluster baru penularan Covid-19. Â Â
Lantas, bagaimana dengan masyarakat? Masyarakat bisa terlibat secara penuh untuk melakukan aksi nyata pengurangan resiko bencana. Saat ini tak sedikit relawan yang peduli bencana dan datang dari berbagai komunitas. Ambil contoh saja pandemi covid-19 sekarang ini. Barisan relawan hadir dan terlibat lansgung urun angan dan turun tangan.