Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PJJ Jimpitan, Solusi Belajar Daring Anak Miskin

12 Agustus 2020   12:01 Diperbarui: 12 Agustus 2020   12:04 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masa pandemi belajar lewat dalam jaringan (daring) menjadi kebutuhan, tren dan dirasa paling aman untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19.

Tapi nampaknya belajar daring masih menguntungkan keluarga mampu dan bertilak belakang dengan mereka yang anak-anak dari keluarga miskin.

Bagaimana mau membeli HP, membeli kuota internet, menangkap sinyal atau menyambung aliran listrik. Sementara kebutuhan dasar harus disegerakan. Jangankan mikir iuran BPJS atau sekadar menabung sedikit, dana untuk beli beras atau makan saja belum tentu bisa ajeg setiap harinya.

Pandemi covid-19 telah mengoyak sendi kehidupan masyarakat, termasuk kesehatan, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, dll.

Problematik daring dalam keluarga miskin menjadi kisah kelu kala dalam rumah tangga tersebut tak cuma satu anak yang meminta, yang sedang bersekolah yang butuh daring. Sementara Ibu Bapaknya hanya berprofesi sebagai buruh serabutan tanpa mengenyam pendidikan menengah bahkan dasar sekalipun.

Lantas, jalan terjal yang ditempuh seorang Ayah di Garut Jawa Barat yang nekat mencuri HP agar anaknya bisa belajar on line (liputan6. 6/8/20), kemudian Ibu satu anak yang ditinggal suami, terpaksa mencuri HP penjual es di Mojokerto Jatim buat belajar daring anaknya.

Selain itu, kisah kelam daring lainnya, yaitu di Magelang terdapat 3 anak dalam satu keluarga (1 SMP, 2 SD) ketiganya butuh daring dalam belajar. Sementara Ibu bekerja di luar kota dan setiap pekan pulang, dan sang ayahnya sudah cukup lama pergi meninggalkan rumahnya. Kisah murung lainnya tapi lebih berasa optimistis adalah anak kelas VII MTs di Grobogan yang memaksa dirinya menjadi kuli bangunan agar bisa membeli HP.

Kisah lain yang kita pintal dari Bandung, keluarga dengan 3 anak laki-laki masih bersekolah semua. Acap mereka berebut HP dan akhirnya berantem. Menariknya, di sini ada toleransi untuk antre, melatih sabar dan menguatkan cita-cita anak.

Kembali pada soal daring hingga aksi kriminalitas dengan pencurian HP yang dilakukan seoroang Bapak juga ada aktornya Seorang perempuan, Ibu-ibu.

Untuk kasus pertama, para aparatur kejaksaan berbaik hati bahkan memberinya bantuan HP baru dan sembako lainnya untuk keluarga tersebut. Kemudian untik kasus kedua, keluarga yang dicuri HPnya merelakannya buat belajar daring anak sang pencuri.

Alhamdulillah, masih terbit orang-orang baik yang tak hanya diam, Artinya mereka peduli dan melakukan aksi nyata sehingga tak memmupus masa depan anak-nak miskin di atas.

Di luar empati dan aksi di atas, sekurangnya jalan edukasi penting dikemukakan, seperti memberikan bantuan stimulus ekonomi produktif bagi keluarga miskin tersebut, barangkali desa bisa cukup tanggap mencover permasalahan ini melalui sodokan dana desa atau tepatnya bisa melalui bantuan langsung tunai covid-19 bersumber dana desa.

Namun demikian bukan menutup kran pihak lain, termasuk para server internet kala berbudi baik akan menyumbangkan segenap bantuannya kepada anak-anak keluarga miskin ini. Dengan demikian bukannya mencampakkan cita-cita anak, tapi sebaliknya justru membiakbesarkan untuk selalu giat belajar menghadirkan sekaligus merealisasikan mimpinya.

Stimulus bagi keluarga miskin terutama dalam mengurai sedikit soalan daring akan semakin melengkapi pasokan pengetahuan, keterampilan dan sikap berproduksi dan memasarkan produk bahkan secara on line, rupanya juga perlu digiatkan.

Pendampingan, maupun stimulus teknologi tepat guna untuk kepentingan usaha atau rintisan usaha menjadi seksi dalam konteks ini, karena acap kita setumpuk ilmu namun saat lainnya kita merasa kosong tanpa bekal secuilpun dengan ilmu lainnya, misalnya soal packaging, pengawetan bahan dan produk, membuat atraktif dan membangun relasi, dll. Barangkali kita overload soal on farm, tapi kita sungguh miskin dalam bidang off farm.

Wifi Desa

Selain hal ikhwal di atas, rasanya juga perlu kita memasok ilmu agama dan pembimbingan kepada keluarga miskin yang masih tergoda melakcarkan aksi mencuri, meski berdalih buat belajar daring sekalipun, sehingga perlu dibasahi sekujur jiwa dan hatinya yang kuru situ lewat cara mengembalikan kembali motivasi dan nilai-nilai religious yang mungkin mulai luntur.

Sekali lagi, pemerintah desa bisa berbuat lebih banyak di samping bantaun stimulus lewat dana desa tadi, desa pun bisa mengoptimalkan saluran internet desa atau wifi yang bisa dibagikan secara gratis kepada masyarakat, terutama warga miskin ini.

Jika pemerintah desa tak sanggup, maka warga utamanya para kaum muda, anak milenial harus responsive membaca keadaan sulit ini, membalik kemurungan anak-anak desa dari keluarga miskin yang tak sanggup berdaring. Caranya bagaimana? Salah satunya kita bisa inisiasi jika belum ada atau kita optimalkan model jimpitan (jika sudah ada).

Melalui jimpitan ini, setiap hari warga beriur sesuai kesepakatan, misalnya Rp 100 rupiah-Rp500 rupiah, maka setiap malam dana yang terkumpul bisa kita alokasikan untuk membantu anak-anak yang malang ini lewat sentuhan kuota internet dan atau gadget/HP gratis (jika dana mencukupi), namun demikian protokol kesehatan tetap harus ditegakkan.

Hal lain yang bisa dipacu dan dilakukan di desa-desa, misalnya kita himpun gerakan bank sampah maupun ekonomi produktif lain yang bisa dihandel paramuda desa lewat bisnis on line dari Karang Taruna desa maupun menggelar live performance seni budaya secara virtual, semacam konser amal buat anak belajar daring.

Rupanya, cara-cara sederhana itu bisa dilakukan, terpenting aktor dan spirit di dalamnya terus berjalan. Semua dilakukan dengan genial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun