Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencegah Terorisme Ala Jack Harun

21 Juli 2020   17:00 Diperbarui: 21 Juli 2020   17:00 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Aksi radikalisme dan terorisme selalu menyisakan kepedihan. Bicara terorisme membawa ingatan kita pada berbagai peristiwa pemboman yang dilancarkan kelompok teroris. Terorisme menjadi musuh besar bersama. Radikalisme dan terorisme harus kita hadang. Pemerintah melalui BNPT, Polri, TNI dan instusi lainnya secara kolaborasi melakukan gerakan, kampanye dan aksi menolak dan melawan radikalisme dan terorisme bahkan intoleransi.

Keluarga, guru dan orang tua juga tak pernah putus asa menanamkan nilai-nilai Pancasila, sikap kebangsaan, kebhinnekaan dan karakter ke-Indonesia-an pada anak-anaknya, namun belum juga mempan menahan laju terorisme.

 Pada keluarga dengan jumlah anak yang tidak sedikit atau lembaga sekolah/kampus dengan murid/mahasiswa yang cukup banyak, tidak menutup kemungkinan dari sekian anak atau murid/mahasiswanya itu tumbuh menjadi sosok yang tidak diharapkan, jauh melenceng dari cita-cita orangtua maupun para guru.

Ada yang seturut matahari dan baik, tapi juga ada yang sebaliknya. Begitu juga dengan negeri dengan penduduk tak kurang 260 juta, ada saja anak bangsa ini yang terpapar radikalisme dan terorisme.

Analog sederhana di atas bukan membuat kita pasrah melulu, tapi menjadi momentum kebangkitan dan waspada terhadap setiap inchi langkah kelompok radikal tersebut. Pendekatan melalui jalur pendidikan, lajur sosial, bangku keagamaan maupun berbasis pesantren belum menjamin kaum muda kita terbebas dari ideologi radikal dan teror.

Dakwah-dakwah di tempat ibadah nampaknya belum cukup meredam gelegak para teroris untuk melancarkan libido kejahatan dan kekejamannya terhadap siapapun yang dianggap musuh atau tidak sejalan dengan alam pemikirannya.

Aktor dan kader teroris tak sedikit yang harus berpuas menghabiskan usia di dalam penjara maupun mereka yang harus menyerahkan nyawa ketika memanggul jihad atas nama agama, lunglai dengan timah panas aparat keamanan.

Dunia terbalik, melawan arus dan menabrak tembok hukum dan norma acap diterjang para teroris yang berkerudung paling benar, paling berjasa dan paling agamis. Klaim yang terlampau prematur dan sepihak membuat masyarakat risau gundah dan terusik. Itu artinya, sama saja mereka telah melawan rakyat.

 Merunut kisah penangkapan para teroris tak otomatis gerakan mereka berhenti atau jera, namun kadang justru kita melihat jeda sekian waktu membuat mereka melancarkan strategi lain.

Dulu, aktor teroris di dominasi laki-laki, belakangan sudah melibatkan bomber perempuan bahkan anak-anak dengan doktrin tertentu lewat pencucian otaknya : yang tidak sepaham harus dianggap musuh dan harus dihabisi. Perempuan dan anak-anak dalam pusaran terorisme. Inilah bagian PR besar kita untuk menyelamatkan kaum muda dari paham radikalisme. Terlebih merekalah aset berharga bangsa ini.

Keterlibatan seorang perempuan IS  terduga teroris yang telah ditangkap oleh Densus 88 Antiteror, di Semarang (24/6/2020). Kemudian pada kasus pemboman gereja di Surabaya dan Rusunawa di Sidoarjo (2018) melibatkan isteri dari pelaku dan anak-anak mereka. 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan perempuan banyak dilibatkan dalam tindakan terorisme karena sangat diandalkan dalam loyalitas, kesetiaan dan kepatuhan dengan nuansa berbau agama (Antaranews.com, 18/6/2020).

Metode ceramah, diskusi, workshop, forum group diskusi, riset dan kajian radikalisme dan terorisme yang cukup masif bahkan hingga digelar operasi besar-besaran belum juga membuat kelompok ini mundur teratur. Memang upaya-upaya tersebut tidak bisa dianggap metode sapujagat atau panasea untuk memberangus kelompok teroris hingga akar-akarnya.

 Saat ini secara umum situasi relatif aman. Meski demikian, kesigapan harus terus kita tingkatkan karena potensi atas gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat itu selalu ada, khususnya dari tindak radikalisme, terorisme dan intoleransi maupun sel-selnya. Hal ini tentu menyalakan alarm kewaspadaan kita semua tentang masih eksisnya kelompok radikal dan pelaku teror.

Aspek-aspek pencegahan harus di-kuatkan. Artinya bagaimana kita bisa melakukan deradikalisasi secara efektif agar sel-sel jaringan ini tidak berkembang dan mati.  Apalagi paham ini telah secara nyata menebar ancaman, mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan keutuhan NKRI.        

Bagi kita, membentengi anak milenial agar tidak mudah terpengaruh oleh paham ini adalah dengan intens melakukan proses-proses deradikalisasi. Proses ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melalui kegiatan spiritual dan kultural. Pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama secara benar menjadi benteng kuat mencegah berkembangnya paham ini.

Life Style Baru

Masak membunuh orang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apa itu mau dibenarkan. Agama apapun pasti tidak pernah membenarkannya. Apalagi Islam, sebagai agama yang membawa rahmat dan kedamaian bagi semesta alam.

Kemudian dari aspek kultural, maka penting kita tanamkan kembali nilai-nilai luhur bangsa ini kepada anak-anak muda bangsa. Apa itu unggah-ungguh, tepo seliro, guyub rukun, yang selama ini makin jauh dari sikap dan tindakan anak-anak muda kita. 

Apa yang didapat dari ikut gerakan radikal dan terorisme? Tidak ada! Pada prinsipnya, untuk menangkal paham radikal, kita semua harus berpegang teguh pada 4 pilar kebangsaan. Sila-sila dalam Pancasila itu mesti dilaksanakan sungguh-sungguh.

Menarik apa yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menggandeng eksponen narapidana terorisme (napiter) Joko Triharmanto alias Jack Harun pada agenda sarasehan penguatan nilai-nilai kebangsaan di salah satu SMAN di Solo (12/2/2020). Jack berkisah awal mula hingga bisa bergabung dengan jaringan Noordin M. Dia adalah perakit bom, salah satunya untuk aksi Bom Bali kesatu, delapan belas tahun silam.

Akhirnya ia tertangkap dan rupanya proses hukuman yang dijalani, bisa perlahan-lahan melunakkan pemikirannya. Dia menyadari jika harus kembali ke masyarakat dan keluarga yang sangat dicintai dan mencintainya. Jack yang dulunya menolak ideologi Pancasila, akhirnya berikrar untuk kembali ke pangkuan NKRI.

Kepada generasi muda, "kita perlu banyak belajar dan mengambil guru yang tepat. Kepada guru saya pesan, ada beberapa anak muda yang dianggap nakal, jangan dikucilkan dan diasingkan. Pengalaman saya, mereka yang dibully akan menambah mereka jadi nakal. Komunikasi yang utama," pesan Jack.

"Sudah ada contoh, eks napiter sharing langsung. Dengan menghadirkan pelaku ini semoga memberi pencerahan kepada anak-anak kenapa bisa terjadi seperti itu, dan dari mana pintu masuknya. Serta bagaimana mencegahnya. Kita semua harus ciptakan kerukunan. Tantangan kita lebih besar," kata Ganjar.

Untuk itu, pelajaran penting yang kita dapat sekurangnya membawa kita pada permenungan, pemikiran dan penyadaran untuk selalu merawat, merasa handarbeni atas negeri dan toleransi harga mati. Menjadi kontingen kebaikan dan kerukunan harus menjadi life style baru kaum muda. Bangsa kita terkenal sebagai bangsa besar, maka kita harus selalu membuka mata lebar-lebar untuk melawan radikalisme, terorisme dan intoleransi. Keriangan bomber teroris harus kita stop, kegembiraan rakyat wajib kita jaga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun