Menyaksikan, mendengar diksi Satpol PP membawa ingatan kita pada uniform yang sama, tapi tentu punya kenangan yang berbeda. Masyarakat sampai sekarang masih memandang Satpol PP kerjanya teriak, melarang, membentak, galak, angker, dan kasar.
Para pedagang kecil atau PKL pun pasti menyisakan pengalaman yang tak mengenakkan setiap dilakukan operasi oleh Satpol PP. Acap para PKL bentrok dengan aparatur satu ini, karena dituding melanggar perda. Dan Satpol PP acap bertepuk dada : akulah penegak perda.
Menimbang potret buram selama ini, Satpol PP Jateng punya inovasi yang bertajuk, Satpol PP Goes To School. Inovasi ini menjadi bagian dari upaya mendekatkan Satpol PP dengan komunitas sekolah. Apalagi UU 23/2014 tentang Pemda secara eksplisit menuangkan amanat pengelolaan pendidikan menengah dan pendidikan khusus ditangani pemerintah provinsi.
Inovasi ini sedikitnya ingin meringkus beragam stigma lama Satpol PP di atas juga menghalau asumsi inferior, yang menyebut Satpol PP itu OPD buangan, tak produktif dan lebih banyak bekerja yang mengandalkan otot ketimbang otak, dll. Oleh karena itu, perlu upaya merepositioning Satpol PP yang harus diikuti dengan pembalikan pengalaman beberapa waktu silam.
Membangun image atau citra bukanlah soal membalikkan telapak tangan bak ilusionist David Coperfield. Dalam teori bisnis (McKenzie, dalam Agung Priyo 2017) bahwa image mengalami pergeseran dari berorientasi  terhadap hasil, bergeser menjadi berorientasi terhadap proses.
Artinya publik selaku customers terlibat aktif atau minimal melihat "proses menjadi". Seperti resto modern saat ini yang dapur dan proses memasaknya pun bisa dilihat oleh pelanggan. Ada excotism impressiveness ketika khalayak melihat proses menjadi.
Inilah yang saat ini dikembangkan Satpol PP, menjulurkan orientasi terhadap proses ketimbang hasil. Dalam konteks ini Sapol PP tak kurang baiknya punya basis teori marketing yang ingin membawa institusi sekolah dan anak muda (SMK/SMA) sebagai mitra strategis Satpol PP untuk mengawal proses untuk menggenapkan ekspektasi publik terhadap institusi Satpol PP.
Memang proses butuh waktu. Namun dengan semangat muda dan didukung inisiasi untuk mau bergaul dengan seluruh segmen masyarakat, leader Satpol PP Jateng bisa menggeser posisi tawar (bargainning positition) lebih kooperatif, edukatif dan humanis. Kita kawal bareng-bareng, kalau perlu sering-sering ngobrol bareng.
Alasan lain Satpol PP sasarannya hingga ke sekolah, tak lain adalah memasok ilmu pengetahuan kepada sekolah, utamanya pelajar/siswa di tengah ujian demokrasi dan kemajemukan belakangan ini.
Pasukan Satpol PP bakal berkunjung ke sekolah dan membawa oleh-oleh soal rasa dan sikap kebangsaan, nasioalisme, patriotisme, di samping tansfer pengetahuan bagaimana mengantisipasi paham-paham sesat semacam radikalisme, terorisme, intoleransi.
Juga memantik siswa agar sadar dan bertanggungjawab pada peran kaum muda yang harus produktif, inovatif bukan sebagai parasit sehingga tak terlibat dan melawan setiap upaya penjerumusan narkoba, tawuran pelajar, maupun bentuk kenakalan remaja lainnya.