Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mendorong BUMDES ke Pentas Global

3 Juli 2020   15:41 Diperbarui: 3 Juli 2020   15:44 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak jalan menuju roma, banyak cara ditempuh desa untuk menyejahterakan masyarakat desa. Berbagai proposal dibuat untuk meraup bantuan hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan dari pemerintah maupun bantuan dari para pemodal.

Saat ini salah satu tumpuan menyangkut kehidupan warga desa adalah badan usaha milik desa (Bumdes). Lembaga ekonomi mikro ini cakupannya bisa dalam internal desa maupun antar desa dalam satu Kecamatan. Dalam UU-Desa.

Bumdes ditegaskan sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Prasyarat membentuk Bumdes cukup gampang, sekarang cukup melalui peraturan desa (Perdes) yang harus dievaluasi oleh Tim dari Kabupaten setempat, namun mestinya pemda harus mengeluarkan Perda terlebih dahulu. Tak sedikit Pemda yang sudah menerbitkan Perda terkait Bumdes.

Permendes 4/2015 Dalam pasal 4 ditegaskan sebagian syarat pembentukan Bumdes, diantaranya merupakan inisiatif pemerintah desa dan atau masyarakat berdasarkan musyawarah warga, memiliki potensi usaha ekonomi. Harapannya, mampu meningkatkan perekonomian desa, membuka lapangan kerja, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan warga desa dan pendapatan asli desa.

Menurut Eko Sutoro dalam Desa Membangun Indonesia (2014) mengatakan, desa memang tidak bisa dipandang secara romantis, tetapi juga tidak perlu disikapi secara pesimis. Desa harus dipandang dan direkayasa secara transformatif. Perubahan desa bukanlah kemustahilan, melainkan keniscayaan. Tentu perubahan bukan sekadar mobilitas sosial (orang per orang meningkat status dan kemakmurannya), tetapi juga harus transformasi sosial: struktur dan institusi desa berubah menuju cita-cita yang dikehendaki oleh UU-Desa.

Bumdes tidak selalu miskin, ia juga bukan terus minta dikasihani tetapi kita patut membesarkan dan memberdayakan sekaligus merupakan tantangan bersama yang bisa kita mulai dari unsur kelembagaan : seperti keaktifan pengurus dan distribusi tugasnya juga menyangkut regulasi yang menaungi termasuk kebijakan yang mendukung sekaligus kelengkapan sarana prasarana kelembagaannya. Perangkat teknologi informasi dengan skill SDM perlu mendapatkan perhatian pula.

Bumdes dalam diversifikasinya telah menjelma ke dalam berbagai usaha, seperti serving (air bersih), banking (simpan pinjam), brokering dan renting (jasa pembayaran listrik dan persewaan), trading (bisnis sarana produksi pertanian dan berbagai kebutuhan pokok masyarakat).

Bahkan holding (pengelolaan desa wisata dengan aneka produk pelengkapnya, misalnya makanan dan minuman ringan, cindera mata serta fasilitas lain : out bond, permainan air bagi anak-anak dan sebagainya). Pengembangan usaha sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kehadiran teknologi tepat guna dalam mengolah SDA lokal. Terbaru, di beberapa daerah terbut Bumdes Co-working Space, seperti di Pati, dan Tegal Jawa Tengah.

Untuk merawat keberlangsungan lembaga ini, maka pemberdayaan sisi keuangan modern juga penting, karena sisi ini sangat sensitif dan jika tidak kuat bisa terjebak dalam perilaku korupsi maupun penyimpangan lainnya. Dalam konteks ini tentu tertib administrasi dan akuntansi menjadi salah satu konsentrasi yang harus digarap. Laporan keuangan yang transparan dan akuntabel menjadi daya tarik tersendiri bagi pihak lain untuk bergabung.

Selain itu, dukungan pemerintah desa (Pemdes) dari sejak awal, seperti penerbitan regulasi, penyediaan tempat, sarana prasarana usaha termasuk permodalan sampai perlindungan (proteksi) usaha, karena banyak bermunculan indomart, alfamart dan minimarket lain yang memenuhi lapak-lapak desa yang jika tidak dikendalikan maka akan ikut mempengaruhi kehidupan dan penghidupan Bumdes. Juga memberikan desiminasi urgensi Bumdes dalam koridor desa membangun dan membangun desa.

Best Practice

Ke depan lembaga ini tak melulu menggatungkan modal dari dana desa, tapi harus tampil melampaui batas APB-Desa dan bantuan lain yang mengalir. Untuk itu, layak dikembangkan pola kemitraan dengan berbagai pihak lain. Kita sadari bahwa desa dengan dominasi petani paling jago dalam soal on farm tetapi tidak cukup pintar pada segi off farm-nya. Inilah salah satu tantangan pemberdayaan yang wajib diselesaikan.

Beberapa langkah sederhana bisa kita mulai untuk memberdayakan Bumdes dalam meraup kue global, misalnya peningkatan kualitas produk sesuai permintaan pasar, unikisasi/diferensiasi produk dengan memproduksi barang/jasa yang memiliki keunggulan dan sulit diduakan, peningkatan kapasitas tenaga kerja yang menyangkut pengetahuan, keterampilan dan sikap yang erat dengan organisasional dan usaha maupun digitalisasi Bumdes.

Menggerakkan kemampuan akuntansi bagi pengurus dan atau pengelola Bumdes tentu termasuk kemampuan aparatur desa dan Kepala Desa yang wajib dibarengi melek teknologi, informasi dalam Bumdes. Pada konteks ini, desa cyber menjadi kontributor penting dalam upaya mengenalkan dan menjual potensi desa dan atau Bumdes dengan segala industri kreatifnya.

 Tidak kalah kurang baiknya adalah membangun jejaring kerjasama dan pemasaran. Terakhir mendorong pemerintah untuk mengubah paradigma pro- konglomerasi ke pro-UMKM, khususnya Bumdes. Harapannnya, BUM-Desa mampu menjadi orang tua asuh UMKM di desa menuju pentas global.

Harapan ke depan kita bisa mendorong Bumdes untuk mengoptimalkan potensi di desa. Misalnya, Bumdes bisa diarahkan untuk mengelola lumbung desa terutama di daerah-daerah sentra padi. Dengan begitu, kepastian stok pangan bisa merata di berbagai wilayah dan  ikut membantu Pemerintah mengatasi kekurangan pasokan beras yang menyebabkan harga beras melambung naik.

Best practice, seperti Bumdes Serang Purbalingga, Bumdes Jumok,. Karanganyar, BUmdes Klepu, Semarang dan tentu masih banyak lagi yang masih perlu diberdayakan terus. Di Klaten ada Bumdes Ponggok Tirta Mandiri yang menggelola obyek wisata air. Dalam 1 tahun Bumdes tersebut mampu memperoleh pendapatan 14,2 milyar. Angka ini sekurangnya mampu mendongkrak kemajuan desa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun