Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Partai Politik dan Orang Miskin

22 Juni 2020   19:03 Diperbarui: 23 Juni 2020   07:31 1496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Parpol sebagai agen sosial diharapkan berkemampuan untuk merealisasikan kreasi dan inovasi bahkan model berikir out of the box mereka dalam memberdayakan masyarakat keluar dari jebakan ketergantungan. Dengan kata lain, urusan politik bagi parpol penting, tapi dimensi sosial kemanusiaan yang butuh digarap juga tak kalah penting.

Di sini memang butuh sense of crisis parpol atas kemiskinan rakyat. Dalam parpol banyak dihuni anggota yang sejak awal begitu akrab dengan keterbatasan, namun tak sedikit dari mereka yang datang sudah dengan keserbaadaannya tanpa pernah mengalami dan merasakan kemiskinan sesungguhnya secara material.

Dalam konteks sekarang, keduanya tak perlu dikotomi, tapi punya tugas dan tanggungjawab yang sama membalik kemiskinan menjadi berdaya secara politik, berdikari dalam ekonomi dan memiliki kepribadian dalam budaya, seperti pesan Bung Karno.

Ini yang barangkali masih relevan di ketengahkan dalam iklim pilkada sekarang ini. Parpol bertanggungjawab untuk bersama-sama mengangkat harkat martabat rakyat dari kemiskinan. Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan tak kurang-kurang dengan ragam regulasi dan kebijakan.

Namun, urusan kesejahteraan rakyat tidak bisa semuanya ditumpukan kepada pemerintah. Parpol harus menjadi avant garde dalam melawan kemiskinan yang menyendera rakyat, karena itu bagian dari janji bakal kandidat kepala daerah yang diusung parpol, bahkan saking besarnya isu kemiskinan yang tak pernah usai itu selalu diusung menjadi amunisi sakti dalam setiap kampanyenya.

Bagaimanapun, rakyat sekarang cukup pintar menilai, parpol mana yang hanya besar pasak daripada tiang, parpol siapa yang kerap menabur janji tanpa bukti, dll. Karena itu, narsis jika parpol kemudian hanya menyalahkan pemerintah soal tingginya angka kemiskinan, apalagi ditengah pandemi covid-19 ini.

 Parpol tidak bisa hanya sekadar menjadi observer, mengkambinghitamkan dan pemasok kritik atau sekadar korektor belaka. Wadah penting, tapi terpenting spirit dan aktor di dalamnya terus bergerak berperang melawan kemiskinan.

Belajar pada berkali pilkada, terbukti kekuatan figur menjadi lebih dominan dan berpengaruh dibanding parpol pengusungnya. Dengan kata lain, parpol miskin figur barangkali tak akan punya daya tahan lama. Jika parpol tidak berbenah internal dengan mencetak banyak figur, usia parpol bisa-bisa lebih pendek dari penantian terbitnya cerpen di kolom koran.

Pebotoh

Ada waktu menggurat kata, ada waktu berbuat nyata. Sudah saatnya parpol melunasi hutang pada rakyat. Parpol butuh mengetengahkan pertunjukan produktif di depan rakyat, bukan cuma heboh dengan isu-isu kontraproduktif.

Antivirus kemiskinan, anti virus covid-19 relevan dan aktual disorongkan kepada rakyat oleh para dewan terhormat maupun para kandidat kepala daerah yang merupakan anak dari parpol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun