Spirit dan nilai kebangsaan kita harus selalu di-recharge agar kadar keindonesiaan semakin menggumpal dan menguat di tengah ujian pandemi covid-19 hari ini. Nyaris setiap hari kita dapati pemberitaan media yang menyorongkan aksi kekerasan dalam beragam bentuknya. Mencaci maki petugas covid-19, menghujat polisi, memprotes distributor bantuan corona, melempar hoaks soal pandemic, adumulut satpol dan pedagang kaki lima, dll.
Bahkan provokasi seolah menjadi perilaku harian. Kita ngelus dada dengan kasus pengusiran tenaga medis dari indekosnya, penolakan jenazah covid-19 dan terakhir bejubelnya orang kaya yang berebut bansos dan BLT warga terdampak covid-19.
Spiral kebangsaan kita nampaknya terus diuji dengan berbagai bencana yang mendera, belum juga tuntas menyelesaikan bencana satu, kini ditimpuk pandemi covid-19 ini.Elan kebangsaan kita serasa terus dibarukan dengan kemunculan bencana demi bencana.
Negeri ini seperti supermarket bencana atau malah sebagai laboratorium bencana. Dampak setiap bencana tersebut selalu memanggil dan mengundang kita untuk terlibat menjadi pilantropis dan samaritan yang baik meringankan beban duka lara dan penderitaan warga yang teragresi corona.
Di pusaran politik, antara eksekutif dan legislatif mesti bergandengtangan. Bukan sebaliknya, merendahkan, menistakan, membuli dan menggoreng isu-isu yang tidak penting bagi masa depan pembebasan rakyat dari cengkeraman wabah corona.
Masing-masing pihak jika tidak mengendalikan diri dan kelompoknya hanya akan membawa bangsa ini pada spiral kekerasan. Â Kita harus kembali pada praktik nilai-nilai ideologi bangsa yang bernama Pancasila.
Kita punya pengalaman kelam atas kekerasan 1965 yang sangat melukai rakyat. Apapun paham-paham yang ingin mengganti Pancasila, anti NKRI harus kita tolak dan lawan. Ini yang harus kita tanamkan pada generasi milenial, sehingga mereka tidak kekurangan bahkan kekeringan nilai kebangsaan di tengah turbulensi pandemi.
Tidak boleh, persaudaraan dalam kebhinekaan kita tergerus, terdegradasi oleh kepentingan kelompok dan golongan. Karena, apapun perbedaan dan warna kita adalah warisan berharga yang kita punya. Tidak boleh aset sosial ini bergeser bahkan ditukar hanya demi kepentingan pragmatis dan instan. Durhaka dan kuwalat rasanya terhadap para founding father yang telah berjuang habis-habisan mengusir kolonial dan menegakkan republik ini.
Kekerasan tak bisa dihapus tanpa kesadaran kolektif oleh seluruh pemangku kepentingan. Mulai hari ini hanya ada satu kata : damai, rukun dan gotong royong-menyelesaikan PR bangsa. Kemiskinan, pengangguran, pendidikan, pangan yang semua itu berelasi linear dengan pandemi covid-19, dll. Kita harus menjadi bagian solusi bukan bagian masalah bangsa. Itu cara kita merawat Indonesia tanpa kekerasan.
Sudah waktunya kita bersama-sama menghidupi Pancasila. Namun, yang lebih penting dari itu semua bukanlah soal upacara hari lahir Pancasila maupun hari Kesaktian Pancasila, melainkan bagaimana menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang tertuang dalam kelima sila Pancasila segera diwujudkan di bumi Pancasila, apalagi di pusaran corona kini.
Untuk itu, rakyat pun juga harus berperan aktif hadir di lingkungannya menjadi wakil negara sebagai deteksi dini jika ada hal-hal yang bertentangan apalagi berupaya kontraproduktif dalam mengusir corona. Rakyat harus menjadi matanya negara, telinganya negara, ototnya negara untuk selalu mengawasi praktik ber-Pancasila di atas bencana corona.