Sebelum mulai memberitahukan tentang hasil penelitian penulis di Desa Buntu Wonosobo penulis ingin mengucapkan terimakasih yang pertama kepada Ibu Anna selaku orang tua asuh dari teman saya yang berniat untuk di interview mengenai topik toleransi yang ada di Desa Buntu Wonosobo.Â
Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada keluarga Bapak Samardi yang sudah membantu dan senantiasa menjaga penulis selama penulis berada di sana, tidak lupa yang terakhir penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh panitia baik dari SMA Global Prestasi maupun Persatuan Pemuda Desa Buntu yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk bisa merasakan acara Local Immersion di Wonosobo.
Sesaat penulis sampai di Desa Buntu Wonosobo kami langsung disuguhkan dengan acara pawai yang diadakan karena anak-anak SD disana baru saja menyelesaikan hafalan serta setoran Al-Quran mereka atau biasa disebut sebagai Khatam Quran. Baru saja datang di hari pertama namun penulis sudah bisa merasakan bagaimana kedekatan antara setiap keluarganya yang tinggal di desa tersebut.Â
Bisa kita katakan bahwa anak-anak yang baru saja khatam Quran ini menganut agama Islam yang tidak lain merupakan agama mayoritas disana, namun bila kita perhatikan ketika kegiatan pawai ini seluruh anak anak baik dari agama manapun mereka ikut serta dalam kegiatan pawai ini.Â
Ada juga pertunjukan barongsai di acara pawai hari itu yang merupakan sebuah penampilan dari orang orang beragama Buddha di Desa Buntu Wonosobo. Setelah saya telusuri ternyata pertunjukan barongsai ini memang merupakan persembahan dari orang beragama Buddha disana, namun untuk penampil ataupun orang yang menampilkan nya memang mereka bekerja sama juga dengan agama agama lain yang ada.Â
Sempat disampaikan juga oleh orang tua asuh Moza atau ibu Anna bahwa pertunjukan barongsai ini sering kali ada baik di acara agama apapun disana yang memang membutuhkan penampilan yang meriah, mereka senantiasa mengisi acara karena mereka raas bahwa penampilan ini akan membantu untuk memeriahkan acara tersebut.Â
Orangtua asuh moza juga sempat menyampaikan bahwa banyak acara keagamaan lain yang memang dilakukan bersama orang orang setempat disana. Mulai dari setiap bulan surah ada wayang kulit, takbir keliling, Berjanjen atau mengaji bersama, dan satu hal yang saya sangat kagumi adalah disana hanya memiliki satu kuburan yang dimana satu kuburan itu adalah untuk seluruh agama yang ada.Â
Penulis sangat salut dan bangga bahwa masyarakat seperti itu masih ada di indonesia. Dengan ini penulis bisa menyakinkan bahwa hal tersebut mengikuti teori Interpretasi oleh Theodor Geiger dan Peter L yang mencadangkan bahwa individu membentuk reality mereka berdasarkan interpretasi mereka terhadap budaya dan perilaku sosial.Â
Atau bisa disebut simbolisme yang dimana ritual keagamaan menggunakan simbolisme untuk mengkomunikasikan ideologi nilai dan pemahaman tentang dunia. Dengan ini bisa disangkutkan dengan adanya pawai yang dilakukan memang untuk dilambangkan merayakan anak anak yang sudah selesai khatam.Â