Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kemarahan Presiden Menurut Muldoko

9 Juni 2018   17:08 Diperbarui: 9 Juni 2018   17:27 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara kebetulan tadi pagi penulis membuka video berisi penjelasan Pak Muldoko terkait kemarahan  Presiden Jokowi atas kritik-kritik yang dialamatkan kepadanya sampai sejauh ini. Orang yang mengkritik itu kerjanya hanya mengkritik, sedangkan Jokowi bekerja keras tak mengenal hari libur. Maka wajar saja lama-lama Presiden Jokowi marah.

Hemat penulis, ada dua hal urgen yang menjadi keprihatinan Pak Muldoko itu. Karena itu penulis hendak mengajukan saran. Semoga saran ini dapat diterima sebagai saran komstruktif:

Yang pertama, mengenai presiden tidak pernah libur, hari Sabtu dan Minggu tetap bekerja. Yang begini sebenarnya tak perlu terjadi. Dua hari dalam seminggu adalah hari libur yang dijamin undang-undang. 

Staf Presiden harus pandai mengatur jadwal. Tak perlu setiap kegiatan kenegaraan harus dihadiri presiden. Beliau bisa diwakili oleh Wapres yang selama ini, maaf, tak ada kegiatan. Bisa juga diwakili oleh Menko. Pokoknya adalah manusiawi setiap orang perlu berlibur. Kalau tak pernah libur berarti ia tak pernah kerja optimal.

Yang kedua, mengenai 90 persen medsos berisi topik politik, dan 80 persennya berisi sara. Ini memang menjadi keprihatinan kita bersama. Diharapkan sekali bangsa ini memiliki kesadaran ber-Pancasila. 

Keberagaman itu adalah takdir sekaligus  rahmat bagi Bangsa Indonesia. Sudah tentu pula pihak paling utama menjaga harmoni keberagaman itu adalah pihak pemerintah yang memiliki kewenangan menjalankan instrumen hukum. 

Jangan sekali-kali menggunakan hukum itu untuk mencederai keadilan. Sebab masyarakat luas ini tahu dan akan marah jika menilai sesuatu kasus merupakan kriminalisasi. Memang tak dapat berbuat apa-apa, tapi kedongkolan itu akan mencari jalan keluar menjadi ujaran yang mengganggu toleransi di media sosial. 

Tak ada kata terlambat bagi kita untuk merajut kesatuan dan persatuan bangsa. Bahwa kesatuan dan persatuan NKRI itu adalah takdir Tuhan. Indonesia terdiri dari beragam pulau, beragam suku dan agama. Jika tidak heterogen, bukan Indonesia namanya!

Salam-salaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun