Ini mengenai nyamuk betulan, bukan nyamuk-nyamukan. Selain dipadati oleh manusia, ternyata Kota Jakarta pun sesak oleh nyamuk. Sejenis nyamuk bersengat tajam yang gesit, jumlahnya sedikit tapi temannya banyak. Kata sepupu yang bermukim di bilangan Kemang, populasi nyamuk memuncak pada musim kemarau. Dan kemarau panjang tahun ini menghasilkan nyamuk yang menggila!
Tak ada orang bisa bersantai di teras atau pekarangan pada malam hari, kecuali pakai kelambu. Setelah siang hari warga dipenatkan oleh urusan dunia, pada malam mereka diteror nyamuk. Pantaslah emosi Warga Jakarta gampang melasak ke ubun-ubun. Sedikit percekcokan bisa memicu tawuran antar kampung, antar pelajar, bentrokan preman, dan lain-lain.
Mengapa Pemkot Jakarta tidak membiasakan pengasapan nyamuk secara berkala sejak dahulu? Padahal pengasapan itu (fogging) biayanya sangat murah dan dapat membasmi nyamuk selama tiga bulan, asalkan dilaksanakan serentak di semua wilayah. Berkorban biaya sedikit tak mengapa, demi ketenangan tidur Warga Jakarta.
Tapi sudahlah! Gubernur baru Jokowi/Ahok telah berjanji akan melayani warganya sebaik mungkin, nantinya!
Selain nyamuk, Warga Jakarta pun dipusingkan oleh banyaknya polisi tidur. Tak ada gang yang tidak dibentengi polisi tidur. Pemasangan polisi tidur telah sampai pada taraf ‘sakit jiwa’ dimana seseorang merasa senang melihat orang lain tersiksa. Mereka yang membuat mereka pula yang menyumpahinya. Bukankah itu cerminan sakit jiwa?
Usai shalat subuh di rumah sepupu di bilangan Kemang, saya diantar menuju Kampus UI di Salemba, kemudian ke Lanud Halim, ke Salemba lagi, lalu tiba kembali di Kemang setelah malam jatuh. Perjalanan seharian itu lebih banyak kami habiskan di tengah kemacetan yang mengunci. Setiap lampu hijau di persimpangan menyala, klakson dibunyikan, dan kenderaan tumpah seperti bendungan jebol. Berduyun-duyun seperti laron. Entah apa saja urusan manusia sebanyak itu!
“Kita ke Bandung malam ini!” saya berkata kepada sepupu saya, “Saya memilih tidur di ladang daripada di tengah Kota Jakarta. Ampun panasnya, dan nyamuk ini bukan main…..!”
Satu hal yang menjadi penyebab meruyaknya nyamuk di Jakarta adalah selokan mampet, dan pengasapan yang tak pernah dilakukan secara kolektif. Sedangkan kemacetan lalu lintas itu disebabkan Jakarta telah menjelma menjadi pusat segala kegiatan; pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat peradaban, pusat pendidikan, pusat hiburan, pusat segala pusat!Tanpa ada keberanian merelokasi sebagian infrastruktur itu ke daerah lain, maka Kota Jakarta akan tetap macet.Tak peduli siapa pun Gubernurnya!
Termasuk saya sendiri, ikut menambah padat Kota Jakarta, karena satu-satunya sekolah yang diinginkan oleh putera saya, hanya terdapat di Jakarta.
Apa boleh buat!
[caption id="attachment_208469" align="aligncenter" width="300" caption="Memandang kemarau dari Ketinggian Carui, tampak Kota Cikalong Wetan dan Waduk Cirata. Kekeringan ini belum sampai pada puncaknya."][/caption]
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H