Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Illegal Logging, Istilah yang Menyesatkan

16 Maret 2012   03:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:59 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illegal logging, populer juga disebut pembalakan liar, adalah tindakan menjarah hutan secara masif dan besar-besaran, tanpa mengindahkan hukum dan kelestarian alam. Masyarakat umum memahaminya sebagai kejahatan kerah putih yang berkolusi dengan aparat hukum sehingga kegiatannya tak bisa dihentikan. Hutan Kalimantan dan Sumatera compang-camping dibantai pengusaha kurangajar ini. Setiap panglong kayu dan pabrik-pabrik pembuatan meubel di perkotaan disuplai oleh illegal logging ini. Begitulah pendapat umum, baik masyarakat biasa maupun aktifis lingkungan.

Tapi itu sebenarnya pendapat yang keliru.

Di Indonesia ini, baik di Kalimantan, Sumatera dan Papua, tak pernah ada pembalakan liar. sebagaimana dipahami masyarakat luas. Semua penebangan kayu itu adalah sah, mematuhi standar perijinan. Bagaimana mungkin mencuri kayu dari lahan sekian ribu hektar, sedangkan sebatang pohon roboh menimbulkan suara gaduh. Alat-alat berat itu luar biasa gemuruh. Kayu-kayu bulat itu tidak dimasukkan dalam tas atau diangkut kapal terbang, melainkan melintas di jalan raya atau dilarung melalui sungai. Dikawal oleh petugas polisi, dicatat oleh aparat resmi mulai dari hutan sampai ke pabrik pengolahan. Semua orang melihatnya. Artinya, itu bukan pencurian!

Mungkin banyak di antara kita yang belum tahu, bahwa pihak pertama yang menginginkan hutan dibuka adalah Bupati, penguasa tunggal di daerah. Bupati memetakan hutan di daerahnya, lalu mengajukan permohonan kepada Menhut melewati Gubernur. Maka terbitlah ijin HPH. Selanjutnya Ijin HPH itu sampai ke tangan pengusaha setelah memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Di dalam perijinan itu tertera juga kewajiban pengusaha menyangkut tindakan pemulihan hutan, secara tebang pilih atau tanam ulang. Kewajiban itu bersifat mengikat, pengusaha dapat terkena penalty jika mengabaikannya. Itulah mengapa setiap areal HPH itu diinspeksi secara ketat oleh aparat dari Kantor Bupati.

Memang ada kolusi-kolusi kecil antara pengusaha dan pemerintah, atau antara pengusaha dengan aparat keamanan, sehubungan kehausan manusia akan uang. Tetapi yang pokok dipahami adalah, semua kegiatan itu dikontrol oleh Bupati setempat. Setiap pengusaha kayu itu memiliki hubungan yang harmonis dengan pemerintahan di daerah. Jika tidak, mereka bisa dihalau pergi semudah menjentikkan lalat.

Maksud dari tulisan ini adalah sebagai gambaran keadaan sebanarnya. Khususnya pencerahan bagi aktifis lingkungan yang selalu bermuram durja melihat masifnya pembukaan hutan di negeri kita tercinta ini. Bahwa apabila bermaksud mengkritisi kerusakan hutan sampai menghentikannya, yang didatangi adalah Kantor Bupati, karena Bupati itulah pusat pengendalinya.

Sedangkan aktifis yang berjibaku mendatangi pengusaha atau menyandera angkutan kayu, patut diduga mereka ini adalah aktifis palsu. Mereka hanya berusaha meminta bagian dari hasil penjualan kayu dalam bentuk uang tutup mulut. Setelah mendapatkannya mereka akan pergi, digantikan oleh kelompok aktifis lainnya.

Berikut ini gambar-gambar provokatif yang saya dapat dari google, hasil jepretan para aktifis lingkungan tukang provokasi, yang membuat masyarakat awam miris-miris, tapi sesungguhnya adalah hal biasa saja. Mudah-mudahan Admin tidak menghapus gambar ini, berikut keterangan di bawahnya.

1. Ini adalah tipikal pekerjaan HPH murni mengambil kayu log, dengan meninggalkan yang kecil-kecil. Cara seperti ini disebut tebang-pilih. Setelah kayu-kayu besar diambil, areal ini ditinggalkan kemudian menjadi hutan normal kembali.

[caption id="attachment_168924" align="aligncenter" width="300" caption="HPH Tebang Pilih (dari google)"][/caption]

2.Ini adalah pembukaan hutan untuk ladang masyarakat. Lahan ini akan ditanami padi, dua atau tiga kali, kemudian ditanami karet atau kelapa sawit. Setelah tanaman itu membesar, fungsi penghijauan kembali tercapai. Kita tidak bisa menghentikan kegiatan ini karena menyangkut pangan.

[caption id="attachment_168925" align="aligncenter" width="300" caption="Ladang Masyarakat (google)"]

13318690021765548160
13318690021765548160
[/caption]

3.Ini adalah HPH untuk HTI. Lahan dibuat bersih karena akan ditanami akasia untuk keperluan industri kertas. Spanduk LSM yang ada di areal itu hanyalah bualan belaka, sengaja digelar untuk mengambil foto. Setelah memperoleh uang bensin, LSM itu akan menggulungnya dan salam-salaman, kemudian datang lagi beberapa bulan kemudian.

[caption id="attachment_168927" align="aligncenter" width="300" caption="Spanduk LSM di lahan HTI (google)"]

13318691091858165221
13318691091858165221
[/caption]

4. Ini adalah peroses pembukaan lahan gambut menjadi kebun kelapa sawit.

[caption id="attachment_168929" align="aligncenter" width="300" caption="Lahan Gambut menjadi Lahan Produktif (dari google)"]

13318691971534037277
13318691971534037277
[/caption]

Selamat Siang,Kompasiana!

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun