Saya tak habis pikir bagaimana orang menyikapi keramahan alam Indonesia ini. Di atas tanah yang subur ini, tak ada perang tak ada wabah penyakit tak ada bencana alam, terdapat anak balita meringkuk kelaparan tak ada makanan. Bagaimana ini bisa terjadi? Lalu para pengamat menyalah-nyalahkan pemerintah, memaki-maki anggota dewan, mengutuki tanah-air karunia Tuhan. Itu keliru …..
Yang salah adalah orangtuanya, terutama ayahnya! Kedua orangtuanya pastilah pemalas yang hanya pandai bikin anak. Berapa, sih, harga sekilo beras? Beras termurah di pasaran adalah Rp. 4.500.- dan termahal Rp. 11.000,-/kilogram, sedangkan penghasilan buruh kasar terendah semacam mencongkeli tahi di WC umum, setidaknya Rp. 30.000,-/hari. Uang sejumlah itu bisa memenuhi kebutuhan makan anak selama berhari-hari.
Tak ada alasan badan lumpuh atau janda mehek tak berdaya, karena kenyataannya mampu bikin anak. Bikin anak itu juga kerja berat, lho! Jadi, kalau ada orangtua mengaku tak mampu menghidupi anaknya secara wajar, itu berarti pemalas, pendengki dan penggerutu. Hal pertama yang dilakukan jika menemukan orangtua seperti ini adalah memaki-makinya, menghinanya, bukan menaruh simpati. Manusia seperti ini tak patut dikasihani karena lebih tolol dari kepompong!
Kalau hanya bikin anak, saya juga mampu bikin 200.
Jadi, jika kita menemukan anak terlantar melolong kelaparan, kita wajib memberinya makan dan membantunya sesuai kepatutan. Setelah itu penting menemui orangtuanya, laporkan ke polisi untuk dipenjarakan!
Karena orang itu benar-benar sampah!
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H