Jika selama ini kehidupan petani identik dengan kemelaratan, itu wajar, karena petani hanya mengenal padi dan palawija sebagai tanaman utama. Sebagaimana diketahui, tanaman padi membutuhkan ongkos produksi yang tinggi. Rawan terhadap perubahan cuaca dan rentan terhadap gangguan hama. Setelah panen pun, petani masih menghadapi fluktuasi pasar dan permainan para tengkulak yang membuat harga terjun ke dasar sumur. Dengan lahan seluas satu hektar, petani hanya meraih penghasilan bersih sekitar Rp. 2 juta sekali panen, dengan 3 kali panen/tahun jika sawahnya memiliki irigasi yang baik. Itu penghasilan yang menyedihkan, lebih rendah dari UMR Jabodetabek.
Tapi situasinya akan berbeda jika petani menanam kelapa sawit. Sebagai tanaman keras, kelapa sawit hanya perlu penanaman satu kali untuk periode 30 tahun. Tiga tahun setelah ditanam ia mulai menghasilkan buah, namanya buah pasir, untuk selanjutnya akan panen setiap periode dua minggu. Dengan harga rata-rata TBS Rp.1.300.- per kilogram, satu hektar kebun sawit dapat menghasilkan Rp. 36 juta per tahun, itu setara dengan penghasilan PNS II/a, atau hampir tujuh kali lipat dari penghasilan petani yang menanam padi!
Keunggulan sawit lainnya adalah ringan dalam pemeliharaan dan tahan terhadap perubahan cuaca. Tidak memiliki hama alamiah yang betul-betul dianggap ‘hama’, kecuali pencuri kecil-kecilan yang biasa disebut ninja atau grandong. Mengenai harga, sebagai komoditi internasional harga kelapa sawit relatif stabil, nyaris tak berfluktuasi sepanjang tahun. Yang penting pula, mata rantai yang sangat pendek antara pemilik kebun dan pabrik CPO membuat tengkulak tak bisa masuk, sehingga petani memperoleh hasil keringatnya secara maksimum.
Berikut tabel perbandingan sederhana :
No
Komoditas
Luas
Hasil bersih rata-rata per Tahun Dalam Rupiah
Keterangan
1
Padi
ha
Rp. 6 juta
2 kali panen/tahun
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!