Mengerikan! Betul-betul tanpa perhitungan! Itulah pendapat saya mengikuti perkembangan opini masyarakat terkait kasus sandal polisi di Palu. Pencuri itu, AAL, karena usianya masih 15 tahun maka ia tidak dapat dikenai sanksi hukum, ia mesti dibebaskan demi hukum dan dikembalikan kepada orangtuanya. Memang tidak dijelaskan apakah pengertian hukum seperti ini hanya berlaku di Palu saja dan hanya untuk kasus sandal polisi saja. Bagaimana kalau ia mencuri sandal temannya atau mencuri sandal dari super market?
Yang lebih gila lagi adalah pernyataan batas usia anak adalah: 18 tahun!
Sekedar tahu saja, batas umur diwajibkan memiliki KTP adalah 17 tahun. Memiliki SIM 17 tahun, dan persyaratan menikah juga sekitar itu (saya tak tahu persisnya). Jadi bagi seorang supir truk berusia 17 tahun ia berkesempatan selama setahun mencuri sebebas-bebasnya menggunakan truk-nya. Mereka juga bebas berdagang ganja, memperkosa perempuan, melanggar lalu-lintas sampai menabrak sampai mati orang lain, tanpa sanksi hukum. Mereka mesti dikembalikan kepada orangtuanya untuk dibina. Syukur-syukur orangtuanya bersedia mengganti kerugian akibat kejahatan anaknya. Kalau tidak, ya, tidak apa-apa, namanya juga anak-anak!
Semoga kepolisian tidak terpengaruh dengan romantisme sesaat ini, dan tetap pada prosedur kerjanya sebagaimana yang lalu-lalu. Sebab jika polisi menggunakan kejadian Palu sebagai rujukan, dapat dipastikan negeri ini akan bergejolak. Hukum rimba bakal menjadi jalan keluarnya. Para pencuri yang rata-rata berusia 18 tahun ke bawah akan dihakimi massa jika tertangkap tangan. Dipukuli sampai mati atau dibakar hidup-hidup. Masalahnya, jika diserahkan kepada polisi nantinya akan dibebaskan.
Ini persoalan yang sangat krusial!
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H