Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo Menuju Media Darling

17 Juni 2014   03:08 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:26 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak disangka-sangka persepsi masyarakat terhadap Prabowo perlahan-lahan berubah, seiring kemunculannya dalam kancah Pilpres tahun ini. Seolah-olah anak hilang telah kembali, bersama tiupan angin sejarah masa lalu yang dipenuhi derai airmata. Prabowo menjadi idola tua-muda, di desa-desa dan di kota-kota. Kepolosannya, ketegasannya, kejujurannya dan komitmennya terhadap kemajuan bangsa telah menumbuhkan harapan akan masa depan yang lebih menggoda. Terlalu lama bangsa ini hanyut dalam ketidakpastian. Tak ayal lagi, sebagian masyarakat menganggap Prabowo sebagai pucuk impian yang mekar tepat pada waktunya.

Dalam dua kali penampilannya di debat Pilpres, tampak jelas bahwa Prabowo bukanlah seseorang yang mahir berdebat atau pandai mencari-cari kesalahan orang lain untuk diperbincangkan. Ia tampaknya tak terbiasa dengan debat kusir. Ia hanya memiliki ketulusan niat yang terpancar dari ekspresinya dan kata-katanya. Karena itu ia seringkali terpojok jika lawan debatnya menariknya ke arah perdebatan liar.

Namun demikian jangan berharap dapat menikmati kegirangan jika berhasil mempermalukan seorang Prabowo, sang Media Darling yang baru itu.

Jusuf Kalla sudah membuktikannya. Hanya sejenak ia mampu tertawa setelah berhasil memojokkan Prabowo, berikutnya ia langsung keringat dingin. Tiba-tiba masyarakat luas membela Prabowo dengan menelanjangi Jusuf Kalla.  Tak kurang dari Mensekkab Dipo Alam menghantam JK dengan membeberkan ketamakannya soal rumah untuk mantan Wapres,  plus  pernyataan bahwa JK pernah dipecat Gusdur karena kedapatan korupsi. Lalu muncul Linda Jalil dengan puisinya berjudur Mulut Si Tua Berbau Anyir. Ditambah lagi serangan Andi Arif yang dapat diibaratkan rudal berkepala nuklir, menyatakan bahwa salah satu timses Jokowi dan putera tertua Jokowi terlibat tindak pidana pencucian uang. Barangkali Jusuf Kalla menyesali perbuatannya, tetapi nasi sudah menjadi bubur.

Tetapi bubur pun jangan dibuang. Bubur nasi tambah gula aren, enak sekali!

Terlambat memahami kecenderungan ini, bisa-bisa Jokowi - JK gulung tikar. Jangankan hendak menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI, malahan bisa berakhir di balik terali besi.  Itu semua karena keduanya memiliki rekam jejak yang berkarat, yang masih tersembunyi karena orang-orang yang mengetahuinya tak berniat membongkarnya. Tetapi jika Jokowi - JK dan timsesnya tetap congkak tanpa etika memojokkan seseorang yang telah menjadi media darling, lihatlah pembalasannya. Bukan tak mungkin Andi Arif menggunakan kewenangannya untuk memaksa KPK mengambil tindakan. (Ingat ketika Misbakhun pontang-panting melayani tuduhan Andi Arif soal keterlibatannya dalam kasus  Century, meskipun kemudian dilepaskan karena tak terbukti. Sedangkan tuduhan Andi Arif yang sekarang ini, ia mengatakan memiliki bukti yang soheh).

Wallohu a'lam bissowab.

****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun