"Saya sudah 7 tahun bekerja di Hongkong. Gaji saya Rp7 juta per bulan. Saat baru masuk, gaji dipotong agen selama 6 bulan dan dipotong untuk biaya visa. Bersih Rp5 juta hingga Rp6 juta," katanya.
Wajah gembira terpancar di wajahnya, apalagi dia mengaku selama bekerja di Hongkong relatif tidak pernah mengalami kejadian yang buruk karena majikannya baik.
"Kalau ada masalah, lapor ke KJRI atau majikan. Sejauh ini saya belum pernah," katanya.
Siti setiap minggu, libur. Jika tetap masuk, mendapat uang ganti dari majikannya.
Ia juga sudah bergabung dengan Grup WhatsApp Buruh Migran Indonesia (BMI) Hongkong. Kalau libur, bisa pergi ke perpustakaan yang dilengkapi fasilitas komputer. Kendati senang tinggal di negeri orang, dia ingin kembali ke Tanah Air 1 tahun lagi untuk berwiraswasta.
Sodikin (54), pekerja migran asal Desa Campur Rejo, Panceng, Gresik, Jawa Timur, senang bisa ikut mudik gratis, apalagi dirinya sudah lama tidak bertemu anak-anaknya, sementara istrinya menjadi pembantu rumah tangga di Trengganu, Malaysia.
Pria yang mendapat kartu pendudukan tetap atau permanent resident dari pemerintah Malaysia ini mengaku tidak kesulitan bekerja di negeri jiran.
"'Angger gelem uger sirahe' atau asal mau kepalanya bergerak maka pasti mendapatkan rezeki. Saya biasa mendapatkan RM1.800 per bulan," katanya.
Eny Khumaida (39), pekerja migran asal Kasembon, Malang, Jatim, mengatakan bahwa pada bulan ke-11 nanti "permit"-nya sudah sambung ke-7.
Petugas cleaning service ini diberi waktu cuti oleh majikannya hingga seminggu. Kalau melanggar, dendanya RM 30 per hari.
Dalam sebulan, dia bisa mendapatkan RM 1.200.