"Radikalisme di kampus tumbuh sejak tahun 1983, yaitu ketika Kampus dilarang mengadakan kegiatan politik. Situasi kosong ini dimanfaatkan paham radikalis untuk menyebar di dalam kampus," katanya.
Sejak ia diberi mandat dengan keluarnya Perppu pembubaran ormas HTI tahun 2017 lalu oleh Presiden Jokowi, M Nasir bergerak bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menyisiri kampus yang terpapar radikalisme. Seorang Profesor di Universitas Diponegoro Semarang dibebastugaskan karena diduga membela organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Satu orang dekan dan dua orang dosen di ITS Surabaya diberhentikan sementara karena membela HTI. (AF/T)