Mohon tunggu...
Hendri Mahdi
Hendri Mahdi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pelaku Usaha Pengadaan Barang/Jasa BlogSaya:"www.duniakontraktor.com" Email:"hendri@duniakontraktor.com"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelanggaran Sistematis, Terstruktur dan Masif Pilpres 2014

30 Juli 2014   11:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:52 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelanggaran yang dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif (S-T-M) merupakan pelanggaran terhadap konstitusi yang mengharuskan Pemilu dilakukan secara demokratis dan tidak melanggar asas-asas pemilu yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sebagaimana ditentukan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Pelanggaran yang bersifat S-T-M dapat menjadi pertimbangan MK dalam memutus perselisihan hasil pemilu. MK tidak dapat menutup mata terhadap penyimpangan dalam proses dan tahapannya yang bersifat S-T-M karena penyimpangan yang begitu S-T-M justru berpengaruh secara mendasar pada hasil akhir. Namun memang tidak semua kecurangan itu menjadi pertimbangan bagi MK, tentunya jika bukti-bukti yang dihadapkan telah memenuhi syarat keabsahan dan bobot peristiwa yang cukup signifikan.

Harus ditegaskan, bahwa langkah MK tersebut tidak dimaksudkan untuk mengambil alih kewenangan memutus pelanggaran dan penyimpangan dalam proses pemilu, melainkan menilai dan mempertimbangkan implikasinya terhadap perolehan suara yang dihitung dalam rekapitulasi penghitungan suara KPU. Terhadap pelanggaran yang bersifat S-T-M, MK dapat memutus dilakukan perhitungan suara ulang ataupun pemilihan suara ulang (PSU).

Langkah MK tersebut merupakan terobosan hukum yang dilakukan untuk memajukan demokrasi dan melepaskan diri dari kebiasaan praktik pelanggaran S-T-M. MK tidak hanya melakukan penghitungan kembali hasil penghitungan suara tetapi juga harus menggali keadilan dengan menilai dan mengadili hasil penghitungan yang diperselisihkan. MK pada dasarnya tidak melakukan fungsi peradilan pidana atau administrasi, namun lebih pada mempermasalahkan dan mengadili setiap pelanggaran yang berakibat pada hasil penghitungan suara.

Berikut ini bentuk-bentuk pelanggaran yang bersifat pidana dan administrasi yang kemudian mempengaruhi hasil pemilu kepala daerah:

[caption id="attachment_350155" align="aligncenter" width="400" caption="Bentuk-bentuk pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif"][/caption]


Pemilihan Presiden Tahun 2014



Pemilihan presiden (pilpres) tahun 2014 yang baru saja selesai sangat banyak terjadi pelanggaran yang bersifat S-T-M. Salah satu contohnya yaitu dibolehkan memilih bagi pemilih yang tidak terdaftar cukup dengan menunjukkan KTP saja.

Mengacu pada putusan MK tentang Uji Materi Pasal 28 dan Pasal 111 UU Nomor 42 Tahun 2008, harusnya bagi pemilih yang menggunakan KTP wajib dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK). Dengan demikian, kecurangannya dapat diminimalisir. Anehnya, KPU mengeluarkan keputusan KPU Nomor 19 Tahun 2014 yang membolehkan pemilih yang tidak terdaftar untuk malakukan pemilihan cukup dengan menunjukkan KTP saja.

Diterbitkannya Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara Pemilu Presiden 2014 yang ketentuannya bertentangan dengan putusan MK tentang Uji Materi Pasal 28 dan Pasal 111 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang hasilnya mengakibatkan terlanggarnya asas-asas pemilu yang jujur dan adil, merupakan pelanggaran bersifat sistematis, terstruktur dan masif (S-T-M).

Berikut ini Putusan MK tentang Uji Materi Pasal 28 dan Pasal 111 UU Nomor 42 Tahun 2008:

Menyatakan Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) adalah konstitusional sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara sebagai berikut:

1. Selain Warga Negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT, Warga Negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri;

2. Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya;

3. Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun