Mohon tunggu...
Hery Subroto
Hery Subroto Mohon Tunggu... -

Petani harus modern supaya sejahtera

Selanjutnya

Tutup

Money

Ganjar Terbitkan Ijin Semen Rembang Sudah Sesuai UU Lingkungan Hidup

1 Maret 2017   19:53 Diperbarui: 1 Maret 2017   20:24 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pemimpin masyarakat Jawa Tengah, maka kepentingan masyarakat banyak dan negara harus diprioritaskan, dan tentu memberikan kesempatan bagi yang menolak pabrik Semen Rembang. Itu sudah langkah yang bijak dari Gubernur Jawa Tengah.

Membangun Kemandirian Ekonomi Jawa Tengah

Konsumsi semen di Jawa Tengah sangat besar. Berdasarkan data dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI), penjualan di Jawa yang kenaikan tertinggi di tahun 2016 adalah Jawa Tengah sebesar 7.794.165 juta ton berarti tumbuh 6,2 persen, sedangkan Jakarta minus 10,6 persen, Jawa Barat minus 6,3 persen, Banten minus 9,2 persen, Yogyakarta hanya tumbuh 1,8 persen dan Jawa Timur hanya tumuh 3,3 persen. Artinya pembangunan di Jawa Tengah sedang masif, terlebih dengan penyelesaian Jalan Tol Ruas Brebes-Batang dan Batang-Semarang yang turut memacu konsumsi semen. 

Di Jawa Tengah baru ada 2 pabrik semen yaitu Holcim di Cilacap dengan kapasitas sekitar 1,2 juta ton dan Semen Bima di Banyumas dengan kapasitas 1,5 juta ton. Artinya total kapasitas pabrik semen di Jawa Tengah hanya sekitar 2,7 juta ton, berarti sebanyak 5 juta ton impor dari Tuban milik Semen Indonesia ataupun Jawa Barat dari Indocement maupun Holcim. Dengan kata lain, terdapat pelarian dana dari Jawa Tengah ke luar Jawa Tengah, yang artinya multiplier effect bergerak di Jawa Timur dan Jawa Barat. Jika setiap 1 ton semen harganya Rp 1 juta, maka ada uang sekitar Rp 5 triliun dari Jawa Tengah yang pindah ke Jawa Timur ataupun Jawa Barat.

Kekayaan alam di Jawa Tengah tentu harus diolah sebaik-baiknya, agar memberikan manfaat dan tetap menjaga alam. Masih minimnya industri besar di Jawa Tengah menunjukkan provinsi ini masih menjadi area pemasaran dan area produksi. Realisasi investasi PMA maupun PMDN selalu terbesar adalah Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta dan setelah itu baru Jawa Tengah. Artinya butuh kepemimpinan yang kuat di Jawa Tengah untuk berani ambil sikap tegas dan tidak populis untuk membangun dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Jawa Tengah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun