Kisah ini bermula dari sebuah kerajaan yang terletak di daerah pulau Jawa. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang bangsawan yang kaya raya. Dia memiliki rakyat yang patuh dan setia. Akan tetapi, dia memiliki sifat sombong dan kikir.
Suatu ketika pemimpin kerajaan itu mendapat sebuah berita yang mengharuskan dia pergi ke kota. Dia pergi ke kota dengan membawa sekarung beras. Diperjalanan dia bertemu dengan seorang laki-laki tua. Dia berfikir bahwa laki-laki tua itu hanyalah seorang pengemis jalanan. Tetapi pada kenyataannya laki-laki tua itu adalah Sunan Pandanaran (sosok yang pandai dan mahir dalam bidang agama islam). Dia hanya mengacuhkan keberadaan laki-laki tua itu.Â
Ketika akan melanjutkan perjalanan tiba-tiba laki-laki tua itu bertanya kepadanya, "Anda membawa apa, pak ?".
Lalu dia menjawab, "Saya membawa pasir (wedi)."Â
Laki-laki tua itu terkejut mendengar jawaban dari bangsawan itu. Kemudian bangsawan itu pergi meninggalkan laki-laki tua itu dan melanjutkan perjalanannya. Laki-laki tua itu hanya bisa tersenyum melihat bangsawan itu yang ternyata telah berbohong kepadanya.
Perjalanan pun dilanjutkan oleh bangsawan itu. Perjalanan menuju ke kota membutuhkan waktu kurang lebih 1 atau 2 hari untuk sampai ke sana. Karena jarak kerajaanya dengan kota yang begitu jauh dia hanya membawa perbekalan secukupnya untuk dirinya sendiri. Lama kelamaan bekal yang dibawa bangsawan itu mulai berkurang.
Setibanya di tempat tujuan bangsawan itu beristirahat sejenak di bawah pohon besar. Tetapi dia tetap tidak membuka ataupun mengecek karung yang dibawanya. Hari semakin malam dia kembali berjalan menuju ke sebuah rumah yang besar dan megah. Ketika dia menginjakkan kaki disana dia terkesima dengan keadaan rumah itu yang begitu indah. Rumah itu milik temannya yang juga seorang bangsawan. Rumah itu lebih indah daripada istananya sendiri.Â
Setibanya di tempat itu bangsawan tadi memperlihatkan karung yang dibawanya. Ketika dia membuka karungnya dia terkejut. Tanpa bisa berkata apa-apa dia hanya diam dan memandangi isi di dalam karungnya yang berubah menjadi pasir (wedi). Padahal ketika dia berangkat dari istananya karung itu berisi beras, tetapi ketika sampai di sini berubah menjadi pasir (wedi). Banyak pertanyaan muncul dibenak bangsawan itu. Hingga akhirnya dia meninggalkan tempat itu dengan rasa malu yang begitu besar.
Bangsawan itu berjalan menuju ke sebuah pohon besar yang tadinya ia pergunakan untuk istirahat. Sejenak dia berfikir dan mengingat-ingat kejadian apa saja yang telah terjadi kepadanya sewaktu perjalanan. Tiba-tiba bangsawan itu terkejut karena mengingat sesuatu. Diperjalanan menuju ke kota dia bertemu dengan seorang laki-laki tua dan laki-laki tua itu juga bertanya kepadanya apakah dia membawa sekarung beras. Akan tetapi pada saat itu dia menjawab bahwa dia membawa sekarung pasir bukannya sekarung beras. Dia menyadari bahwa dirinya telah berbohong kepada laki-laki tua itu. Dia merasa bersalah atas perbuatannya.
Kemudian dia memutuskan untuk kembali pulang ke istananya. Dia berjanji tidak akan mengulang perbuatannya lagi. Diperjalanan dia terkejut karena melihat laki-laki tua itu lagi.
Dia langsung berkata, "Maafkan kebohonggan saya, pak."Â
Laki-laki tua itu pun berjalan ke arahnya dan berkata, "Jadikan kebohonganmu ini sebagai pelajaran untuk memimpin rakyatmu di sana dan jadilah pemimpin yang bijaksana."Â
Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba laki-laki tua itu menghilang. Bangsawan itu terkejut dan tampak kebingungan memikirkan kemana perginya laki-laki tua itu. Dari kejadian yang terjadi, ia menamai kota yang ia datangi dengan nama Kota Wedi. Kemudian di daerah ketika dia bertemu dengan laki-laki tua itu untuk pertamakalinya diberi nama Gantiwarno. Maksud dari pemberian nama Gantiwarno itu karena dari warna beras yang putih berubah menjadi pasir (wedi) yang berwarna hitam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H