Mohon tunggu...
Liem Ann
Liem Ann Mohon Tunggu... karyawan swasta -

idem

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Review Novel Aradea (karya Rudie Chakil)

2 September 2016   11:56 Diperbarui: 2 September 2016   12:08 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dongengbudaya.wordpress.com

Novel Aradea yang merupakan terbitan Jentera Pustaka ini saya beli beberapa bulan lalu, langsung dari tangan penulisnya, Mas Rudie. Sayang tak sempat minta tanda tangan. Bukunya tidak terlalu tebal, hanya kisaran 200 halaman, dengan cover warna biru indigo yang kebetulan saya juga suka warnanya.

Sebenarnya sudah lama saya selesai baca buku ini, dan belum laporan ke penulisnya, jadi laporan saya sampaikan langsung saja di sini berikut dengan review kacangan dari pandangan super subjektif selera saya. Bagi saya, setiap tulisan pasti memberikan pembelajaran yang unik, baik itu belajar dari kelebihan maupun kekurangannya. Nah, inilah hal-hal yang saya dapatkan dari novel tersebut:

Judul dan penulisan

Judulnya Aradea, dengan tulisan kecil Indigo Romance di bawahnya. Dikisahkan dalam novel ini, Aradea merupakan nama salah satu tokoh protagonis utama yang memiliki kemampuan di luar batas manusia normal layaknya orang indigo. Dan karena cerita dalam novel ini termasuk dalam kisah percintaan dari Aradea juga, jadi menurut saya tambahan kata 'Indigo Romance' sudah sesuai sebagai bagian dari judul.

Cara Mas Rudie menuliskan ceritanya dalam buku ini bisa dikatakan tidak berbelit, enak dibaca, dan mengalir deras bagai banjir bandang. Meski ada beberapa typo yang menurut saya cukup banyak, tapi tetap tidak menghilangkan fakta bahwa saya banyak belajar dari buku ini cara untuk memaparkan cerita yang enak dibaca.

Sesekali Mas Rudie juga menambahkan beberapa kalimat nasihat atau sajak-sajak puisi di dalamnya, mengingatkan saya pada novel trilogi LOTR. Terkesan memiliki nilai artistik yang tinggi bagai melukis dengan kata-kata khas Mas Rudie dan sekaligus motto dari fiksiana komuniti 'melukis dengan kata'.

Plot dan Setting

Jalan cerita novel ini diawali dengan memperkenalkan Lina Carolina, salah satu protagonis utama yang menjadi tokoh sentral di mana permasalahan itu berkutat nantinya, lalu dilanjutkan perkenalannya dengan Aradea. Kehidupan serba berkecukupan gadis bernama Lina ini, ternyata bukanlah jaminan untuk mendapat jalan hidup tanpa rintangan. Karena janji orang tuanya pada seseorang, Lina harus menjalani perjodohan, sayangnya, lelaki yang dijodohkan itu bukanlah lelaki yang bisa dicintainya. Akhirnya timbul banyak permasalahan dari ketidak nyamanan gadis itu.

Bisa dibilang, plotnya sederhana, mudah diikuti, dan tidak berputar-putar bagai benang kusut. Hampir semua yang tertulis memiliki penjelasan rasional. Perpaduan seting religius, budaya modern anak muda, dan tradisional jawa yang digambarkan pun bukan mengurangi kejelasan jalan cerita, tapi malah membuat jadi semakin menarik. Untuk kekurangan dalam seting ini, mungkin terletak pada istilah-istilah supernatural dan tradisional yang tak dijelaskan. Mungkin bagi pembaca dari kalangan tertentu memang tidak memerlukannya, tapi kebetulan pengetahuan saya pada hal-hal itu sangat minim, jadi ada beberapa hal yang membuat saya terpaksa bertanya mbah google.

Penokohan

Sebuah cerita memang tidak akan menarik tanpa adanya peran dari tokoh-tokoh yang bervariasi. Dari plot yang dipaparkan, secara garis besar, saya menangkap maksud Mas Rudie ingin membuat pembaca untuk kagum pada Aradea, membenci Wahyu, dan menaruh rasa simpati pada Lina.

Pertama, membuat kagum pada Aradea. Bagian ini menurut saya sangat sukses dilakukan oleh Mas Rudhie. Dalam buku ini digambarkan dengan baik bagaimana sosok Aradea yang berperawakan tenang, memiliki pengendalian diri yang bagus, dan misterius. Perhatian Aradea pada orang sekitarnya meski hanya menyangkut hal-hal kecil sekali pun, bisa membuat saya kagum dan menjadi contoh moral yang bagus. Ditambah lagi, saking misteriusnya, sampai bisa membuat saya penasaran apa yang akan dilakukan Aradea nanti. Dua jempol untuk bagian ini.

Kedua, membenci Wahyu. Bagaimana tidak benci? Meski tokoh ini digambarkan sebagai lelaki ganteng dan mapan, tapi wataknya sangat bejat: Egois, munafik, mesum, dan ..... (isilah titik-titik dengan kata lain yang menunjukkan sifat jelek). Untuk bagian ini memang cukup sukses disampaikan oleh Mas Rudie. Saya memang membencinya, meski tidak sampai mengeluarkan sumpah-serapah mengutuk dia, tapi yah, benci, mengharapkan hal buruk terjadi padanya. 

Ketiga, simpati pada Lina. Bagian inilah yang membuat saya deg-degan saat menulis review kacangan ini. Kalau ada kekuarangan dari buku ini, menurut saya terletak pada karakter Lina. Sekali lagi, ini pandangan subjektif. Saya tidak bisa menaruh simpati pada tokoh ini meski banyak derita menimpanya. Bukan banyaknya jumlah derita atau bencana yang diterima yang akan membuat saya simpati, tapi seberapa besar sepak terjang tokoh itu berusaha meski berujung pada derita dan kegagalan.

Segala kemalangan yang diterima Lina menurut saya memang sesuai dengan tindakan dia. Lina tidak melakukan usaha untuk membuat kebahagiaannya, yang dilakukan hanya mengeluh, pergi mencari orang lain yang simpati di saat dia tengah kesulitan, berharap orang lain itulah yang memberi kebahagiaan untuknya. Tidak terlihat adanya usaha yang membuat greget. Bahkan untuk mencoba membuka hati pada orang yang dijodohkan untuknya pun harus disarankan dulu oleh ibunya. Sebagai protagonis sentral tempat permasalahan berkutat, alangkah baiknya bila tokoh Lina ini memiliki terobosan di luar pemikiran saya. Sayangnya saya tidak menemukan itu dari tokoh Lina.

Sampai sini saja tumpahan pemikiran saya untuk review kacangan ini. Kesimpulan saya di akhir: Buku Aradea ini cukup banyak memberikan nilai positif, bukan hanya nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya saja, tapi juga cocok untuk bahan pelajaran, terutama bagi orang-orang yang ingin belajar menulis seperti saya. Sampai di sini saja review kacangan ala saya, semoga berkenan di hati para pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun