Oleh ; Nurul Fadlila - Mahasiswi Fakultas Kedokteran Prodi Kebidanan S1- Â Universitas Sultan Agung Semarang
Jika kita mendengar Lokalisasi, pasti dalam benak kita tertuju pada Pekerja Seks Komersial (PSK). Suatu hal yang sangat risih untuk dibahas di manapun. Apalagi untuk di teliti dan di publish. PSK merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual yang meliputi penukaran seksual dengan materi, dengan pola dorongan seks yang tidak wajar tanpa adanya kasih sayang, hal ini juga berlangsung begitu cepat sehingga tanpa mendapatkan orgasme dari masing-masing pihak (Purwoastuti and Walyani, 2014).Â
Lokalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pembatasan pada suatu tempat. Namun di negara kita, lokalisasi diartikan sebagai tempat yang digunakan untuk kegiatan prostitusi atau tempat pengumpulan para PSK. salah satu lokalisasi didaerah jawa tengah yaitu Kawasan lokalisasi Argorejo Semarang, jika dilihat dari aktivitasnya termasuk dalam kategori lokalisasi terdaftar dan terorganisir.Â
Lokalisasi terdaftar dan terorganisir, merupakan tempat kegiatan prostitusi yang diawasi oleh bagian Vice control dari kepolisian, serta dibantu dan bekerjasama dengan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan atau Dinas lain yang masih ada kaitanya dengan lokalisasi- prostitusi serta Lembaga Swadaya Masyarakat tertentu.Â
Adanya lokalisasi tentu membawa berbagai macam konsekuensi salah satunya bahaya terkena HIV - Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu sistem kekebalan tubuh manusia diserang oleh sebuah virus, hal ini membuat tubuh manusia tidak mendapat perlindungan dari berbagai macam penyakit (Kepmenkes RI, 2017).Â
Dampak lainnya bisa terkena Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yaitu sekumpulan dari berbagai macam gejala penyakit yang timbul, karena menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia karena HIV (Kepmenkes RI, 2017).Â
Kasus HIV di Kota Semarang pada tahun 2017 meningkat, yaitu dalam range 8,6%. Data itu didapatkan dari laporan klinik Voluntary Counselling and Testing (VCT) di Kota Semarang, angka tersebut tidak dari masyarakat Kota Semarang saja. Di tahun 2017, kasus HIV di Kota Semarang ada kasus sebanyak 198 orang, dan 33 orang pada fase AIDS (Dinkes Semarang, 2017). Maka para PSK menjadi suatu kelompok yang mempunyai risiko tertinggi terhadap terjadinya HIV/AIDS.Â
Di Asia yang terkena HIV/AIDS antara 0,2% sampai 2,6%, 0,4% sampai 4,3% di Afrika, dan 0,2% hingga 7,4% di Amerika Latin (Pitpitan et al., 2014).
Dari penelitian (Auli et al., 2015), di Kota Raval Barcelona penyebab terbesar munculnya PSK yaitu dipicu oleh kondisi sosial ekonomi yang buruk, faktor lainnya karena mereka merupakan penghuni tidak resmi atau ilegal, mereka hanya menjajakan seks untuk bisa bertahan hidup. Kondisi para PSK yang sedemikian mempengaruhi terjadinya risiko tinggi terdampak HIV.Â
Salah satu pencegahan yang paling mudah dilakukan adalah dengan penggunaan kondom, kondom digunakan sebagai tindakan pencegahan yang utama. meskipun ini dirasa belum cukup untuk menuntaskan penularan penyebaran HIV, Mirisnya yg harus kita garis bawahi bersama ternyata mereka tidak menganggap diri mereka sebagai faktor dalam penyebaran HIV/AIDS,sungguh berbahaya bukan.Â
Nah, untuk mengantisipasi akan hal ini dilokalisasi Argorejo Semarang diadakan screening berkala untuk para PSK. Di mana setiap PSK diwajibkan screening 1 bulan sekali di Resos. namun diKarenakan jumlah PSK nya ratusan maka dilakukan upaya screening 3 kali seminggu. Dengan kerja sama Dinas Kesehatan Kota Semarang, dalam hal ini tenaga kesehatan yang ditugaskan untuk melakukan screening adalah dari nakes Puskesmas Lebdosari.Â