Mohon tunggu...
Temmy Megananda
Temmy Megananda Mohon Tunggu... Administrasi - masyarakat milenial bandung

Manusia biasa yang suka JKT48

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Isu Uighur Isu Agama?

30 Desember 2019   20:53 Diperbarui: 30 Desember 2019   20:55 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://2.bp.blogspot.com/-5gU4ehBoAgs/UZtb32M-9wI/AAAAAAAAA_Y/Ivgi0zLHQ4w/s640/Girl_in_Turpan,_Xinjiang,_China_-_20050712.jpg

Jika berbicara mengenai isu Uighur, sebagian besar orang Indonesia akan langsung naik pitam dan menguutuk keras apa yang telah pemerintah Tiongkok lakukan kepada para Muslim Uighur di Xinjiang. Namun benarkah isu Uighur merupakan isu agama seperti yang banyak masyarakat kita suarakan? 

Uighur merupakan kelompok etnis yang berada di Daerah Otonomi Xinjiang, Tiongkok. Mayoritas dari masyarakat Uighur merupakan pemeluk ajaran Islam, agama yang cukup dibilang minoritas di Tiongkok. 

Dari segi fisik saja sudah sangat terlihat perbedaan yang cukup terlihat antara etnis Uighur dengan penduduk China pada umumnya (Etnis Han). Secara etimologi, suku uighur lebih dekat dengan etnis Turki yang berada di Turki dan negara-negara asia tengah pecahan Uni Soviet dan juga Rusia Selatan. 

https://2.bp.blogspot.com/-5gU4ehBoAgs/UZtb32M-9wI/AAAAAAAAA_Y/Ivgi0zLHQ4w/s640/Girl_in_Turpan,_Xinjiang,_China_-_20050712.jpg
https://2.bp.blogspot.com/-5gU4ehBoAgs/UZtb32M-9wI/AAAAAAAAA_Y/Ivgi0zLHQ4w/s640/Girl_in_Turpan,_Xinjiang,_China_-_20050712.jpg
Tiongkok sendiri membuat aturan mengenai kebebasan beragama. Semua penduduk bebas memilih atau tidak memilih agama yang dianutnya. Tidak ada yang dilarang. Aturan ini jelas bertolak belakang dengan kabar-kabar yang beredar disini soal agama Islam yang dilarang disana. Manakah yang benar?

Masjid Agung Xian. Photo: Blazej Mrozinski  
Masjid Agung Xian. Photo: Blazej Mrozinski  

Memang benar agama Islam dan agama lainnya tidak dilarang disana. Buktinya seperti Masjid Agung Xi'an di Provinsi Shaanxi yang telah berdiri sejak abad ke 7. 

Namun aturan mengenai kebebasan beragama ini nampaknya berbenturan dengan kampanye sinofikasi yang dimulai oleh Presiden Xi Jinping yang mengharuskan semua adat dan budaya diluar Tiongkok harus menyesuaikan dengan adat dan budaya Tiongkok, dalam hal ini termasuk Agama. 

Pemerintah Tiongkok memperketat aturan mengenai tempat ibadah dan bagaimana cara penduduknya beribadah. Seluruh masyarakat dan juga tempat ibadah dari agama manapun harus menyesuaikan dirinya dengan adat dan budaya Tiongkok. Tidak hanya Masjid, namun juga Gereja, Kuil, Sinagog, Dan lainnya.

Dan bagi warga Tiongkok yang memeluk agama Islam, sebagian tidak masalah seperti muslim dari kalangan etnis Han yang merupakan etnis mayoritas di Tiongkok. Namun bagi etnis lainnya, seperti etnis Hui dan Uighur nampaknya cukup memberatkan. 

MUSLIM HUI

Berbeda dengan etnis Uighur, Muslim Hui secara sekilas tidak ada bedanya dengan etnis Han. Simplenya adalah etnis Hui mirip etnis Han namun beragama Islam. Populasi Hui nampak lebih banyak dan tersebar di hampir setiap pelosok negeri tirai bambu tersebut dan Daerah Otonomi Ningxia merupakan yang terbanyak. 

Ada semacam diskrriminasi oleh pemerintah antara etnis Hui dan Uighur, nampaknya perbedaan adat dan budaya antara Uighur dan Hui yang menjadi alasannya. Dari sini sepertinya kita bisa menyimpulkan mengenai apakah isu Uighur merupakan isu agama atau bukan?

Wanita Etnis Hui Foto : todayszaman.com
Wanita Etnis Hui Foto : todayszaman.com

ISU UIGHUR TERMASUK GENOSIDA?

Bila kita melihat apa yang terjadi terhadap etnis Uighur di Xinjiang dan bagaimana kita melihat perbedaan perlakuan pemerintah Tiongkok terhadap etnis Hui dan Uighur, bisakah disebut hal tersebut sebagai genosida?

Telah banyak dokumenter yang beredar di internet mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Xinjiang. Banyak komplek-komplek tahanan redikalisasi yang berdiri di kota Urumqi dan kota-kota lainnya di Xinjiang meskipun pemerintah Tiongkok hingga detik ini menolak dengan keras anggapan tersebut. 

Dengan segala tuduhan yang dilempar, Beijing selama ini bersikeras menyebutkan bahwa apa yang telah mereka lakukan selama ini adalah upaya redikalisasi dan bukan merupakan pelarangan berribadah kepada umat muslim. Tentu dengan segala bukti yang kita miliki serta ribuan pengakuan dari etnis Uighur yang berhasil kabur dan berada di luar negeri, perrnyataan Beijing soal Redikalisasi tentu terbantahkan. 

Kampanye mengenai sinofikasi seolah menjadi pembenaran soal genosida yang dilakukan Beijing terhadap etnis Uighur di Xinjiang. Tetapi bila kita lihat dan tilik kembali, Beijing tidak melakukan pemusnahan secara masal terhadap etnis Uighur, sama sekali tidak. Yang Beijing lakukan hanyalah menghilangkan pengaruh dan budaya "asing" di Xinjiang. 

Xinjiang sendiri ditaklukan oleh Tiongkok dimulai pada tahun 657 M dibawah kepemimpinan jenderal Su Dingfang pada zaman Dinasti Tang. Sejak saat itu pula wilayah yang dahulu bernama "Turk Barat" berubah menjadi Xinjiang. 

ISU UIGHUR ADALAH ISU PELANGGARAN HAM BERAT

Dengan segala fakta yang ada, dapat disimpulkan isu Uighur bukanlah masalah agama, lebih dai itu, isu uighur adalah masalah pelanggaan HAM beat, Hak-hak dasar bagi manusia untuk menjalani hidupnya sebagaimana yang ia mau. 

Salah satu laangan paling kontrovesial dari Kampanye Sinofikasi adalah keharusan tempat ibadah menyesuuaikan dengan adat iongkok, dan busana serta penampilan warganya (terutama Uighur) yang harus disesuuaikan dengan etnis Mayoritas Han seperti tidak boleh bejenggot dan menggunakan kerudung (Meskipun sepetinya hal tersebut bukan merupakan masalah bagi etnis Hui yang masih bebas berpakaian dan berpenampilan).

Larangan selanjutnya adalah pelarangan berbicara bahasa asing yang bukan merupakan adat Tiongkok dan mewajibkan semua penduduk menggunakan bahasa Mandarin. Sebenarnya penghapusan budaya juga terjadi di daerah lain di Tiongkok, salah satunya Macau. Meskipun saat ini Macau memiliki hukum dan sistem pemerintahan sendiri yang terlepas dari Beijing, namun pengaruh dan intervensi Beijing begitu terasa di Macau. 

Penduduk Macau yang sebgaian besar memiliki darah keturunan Portugis, kini hanya sedikit dari mereka yang dapat berrbicara bahasa Potugis serta bahasa Macau (Bahasa campuran Portugis, Kantonis, dan Mandarin), meskipun hingga saat ini adat dan buudaya khas peranakan Potugis masih teasa kental di Macau.

PERSAMAAN ISU XINJIANG, HONG KONG, TAIWAN, DAN TIBET

Ada persamaan mendasar antara isu Uighur di Xinjiang dan isu lainnya di daeah lain seperti Hong Kong, Taiwan, dan Tibet. Persamaan tesebut ialah "Pemberontakan". 

Bukan rahasia umum mengenai pemberontakan dan upaya pemisahan diri Tibet dan Taiwan dari Tiongkok. Namun pada kasus Uighur di Xinjiang serta Hong Kong, rupaya pemberontakan tersebut muncul setelah ada kasus pemicunya. Seperti Hong Kong yang dipicu oleh rencana Hong Kong membuat Undang-undang ekstradisi dimana apabila warga Hong kong melakukan perbuatan pidana, kasusnya dapat dilimpahkan ke Beijing. 

Warga menuduh RUU tersebut adalah salah satu rencana Beijing untuk lebih mencengkram Hong Kong lebih erat. Meskipun bila kita lihat ke Xinjiang, sama sekali tidak ada upaya warganya untuk menuntut memisahkan diri dari Tiongkok, ya sepertinya upaya sinofikasi cukup berhasil dan yang menjadi korbannya ialah warga muslim di Xinjiang.

APA YANG DAPAT KITA LAKUKAN?

Tentu melakukan aksi unjukrasa dan berteriak-teriak disini tidak akan mengubah apapun di Xinjiang. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah upaya diplomasi. 

Seharusnya Indonesia bisa berrbuat lebih dalam kasus ini. Betapa tidak, kita merupakan negara dengan penduduk yang mayoritas muslim terbesarr di dunia, Indonesia juga memiliki hubungan yang erat dan mesra dengan Tiongkok. Seharusnya, Beijing bisa mendengar dan mempetimbangkan apa yang nantinya akan Indonesia sampaikan. 

Hingga saat ini, terlihat negara-negara barat lah yang lebih responsif mengenai kasus ini, sementara Indonesia terrlihat sangat hati-hati mengambil tindakan. Tentu hal itu sangat disayangkan dan dipertanyakan.

Sikap Indonesia ini rupaya merupakan salah satu bentuk dari aksi "netral" yang ditunjukan dalam isu Perang Dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Indonesia nampak tidak ingin salah sikap terhadap kedua negara sahabatnya terrsebut. Pemerintah nampak tidak ingin apabila mendukung Uighur diartikan kalau Indonesia berpihak. 

Pada intinya, sebaiknya kita lebih bijak dalam menanggapi isu yang beredar di masyarakat. Tabayun dan kroscek segala inforrmasi yang didapat suudah sepatutnya menjadi kebiasaan yang harus kita mulai. 

Dan kita tentu berharap keputusan terbaik didapat oleh kedua belah pihak, baik untuk masyarakat Uighur di Xinjiang maupun pemerintah Republik Rakyat Tiongkok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun