Mungkin masih banyak dari kita, Â ketika mendengar kata "Duyung" langsung membayangkan serta mengaitkan dengan cerita fiksi tentang seorang putri cantik yang hidup di laut dan memiliki ekor seperti ikan.
Tapi tahukah kalian? Bahwa duyung yang sebenarnya, adalah jenis mamalia laut dengan nama latin Dugong dugon.
Yang sayangnya Dugong dugon a.k.a duyung saat ini keberadaanya terancam punah, Â oleh karena masih banyaknya perburuan duyung yang dilakukan oleh kita, untuk di ambil daging, taring, kulit, serta air mata nya.
Dimana dari beberapa informasi yang diperoleh dibeberapa daerah, daging duyung biasanya dijual dengan nilai yang sangat tinggi karena menurut masyarakat lokal dagingnya sangat enak untuk dikomsumsi dan dari daging tersebut biasanya dimanfaatkan juga untuk minyak yang dipercaya dapat  menyembuhkan penyakit tuberkulosis (TBC) dan nyeri persendian.
Sedangkan  taring biasanya dimanfaatkan untuk pipa rokok, dan  untuk air mata nya dari mitos yang berkembang di masyarakat konon berhasiat sebagai sarana pengasihan atau pelet.
Melihat banyaknya manfaat dari duyung yang beberapa diantaranya tidak terbukti kebenarannya, sebaiknya jangan coba-coba untuk ikutan memburu duyung yach!!
Selain dari perburuan, faktor lain penyebab terancam punahnya duyung, yaitu : masih seringnya ditemui duyung yang secara tidak sengaja tertangkap/ masuk jaring nelayan, maupun tertabrak kapal dan adanya penurunan luasan padang lamun yang merupakan habitat asli duyung (rumah).Â
Serta rusaknya lamun itu sendiri yang merupakan makanan utama duyung, dimana rata-rata dalam satu hari duyung dapat mengkomsumsi  20-30 kg lamun/hari.Â
Oleh karena itu lamun sangat penting bagi duyung begitupun sebaliknya.
Karena teryata, duyung dan lamun memiliki hubungan yang saling mengutungkan (simbiosis mutualisme) dimana lamun  membutuhkan duyung sebagai pengontrol sebaran lamun serta membantu kesuburan lamun, melalui perilaku makan duyung yang terlihat mengacak-acak dasa lamun.
Tapi ironinya, dari data yang dikeluarkan LIPI (2017), diketahui bahwa dari 1507 Km2 luas padang lamun yang ada di Indonesia, hanya 5% tergolong sehat, sisanya diperkirakan rusak / kurang sehat karena disebabkan adanya pengalihan fungsi kawasan pesisir untuk reklamasi, penurunan kualitas air laut karena polutan-polutan yang mencemari laut serta praktik perikanan yang merusak (Destructive Fishing)
Mengingat rendahnya luasan padang lamun yang sehat serta  tingginya ancaman terhadap keberadaan duyung, memaksa pemerintah melalui Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut- KKP, bekerjsama dengan LIPI, IPB dan WWF Indonesia menginisiasi proyek Duyung and Seagrass Conservation Project (DSCP) di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan perhatian serta kesadaran nasional untuk menyelamatkan duyung bersama dengan habitatnya (padang lamun).
Pentingnya peningkatan kesadaran untuk menyelamatkan duyung beserta lamun, secara tidak langsung berkaitan erat dengan manusia itu sendiri. Karena selain sebagai habitat (rumah) duyung serta biota laut lainnya. Lamun beserta vegetasi laut lainnya memiliki kemampuan untuk mereduksi tingginya  CO2 di atmosfer yang menjadi penyebab pemanasan global melalui peranannya sebagai produsen primer di laut (blue carbon).
Diperkirakan lamun dapat menyerap sekitar 55% karbon yang berada di atmosfer,  jauh lebih efektif hingga 100 kali lebih cepat  dan lebih permanen dibandingan hutan daratan yang saat ini mengalami penurunan kemampuan alami dalam menyerap CO2 akibat penebangan hutan yang kian marak terjadi.
Selain itu, lamun juga berperan sebagai perangkap sendimen, peredam arus / gelombang yang dapat melindungi pesisir dari abrasi, serta menjadi tempat pengasuhan berbagai jenis ikan yang merupakan sumber protein bagi manusia.
Dari beberapa fakta yang telah disampaikan terkait ancaman kepunahan duyung dan kerusakan lamun yang sebagian besar dilakukan karena [DARI] tindakan Manusia.
Serta pentingnya lamun sebagai habitat duyung yang juga merupakan salah satu ekosistem laut penopang hidup semua mahluk hidup.
Sudah sepantasnya kita menyebut padang  lamun sebagai rumah bersama. Bukan hanya rumah bagi duyung dan biota laut yang sangat bergantung pada lamun, tapi [UNTUK] kita juga selaku manusia yang menerima manfaat tidak langsung. Oleh karena itu, sudah sewajarnya kita bersama-sama meningkatkan kesadaran untuk menjaga duyung beserta lamun, karena " lamun - duyung : dari kita untuk kita"
Dengan cara :
Tidak melakukan berbagai kegiatan yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap lamun serta tindakan yang mengacam keberadaan duyung dan mempelajari serta menyebarluaskan berbagai informasi tentang lamun dan duyung (sila klink link-nya) untuk meningkatkan kesadaran orang-orang disekitar kita.
Banjarmasin, Mei 2018  - Aprizal Junaidi untuk DSCP Indonesia
Sumber : Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut – Kementerian Kelautan Perikanan , LIPI , WWF Indonesia, dan DSCP Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H