Mohon tunggu...
Temannya Mardi
Temannya Mardi Mohon Tunggu... Koki - Temannya Mardi

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Gudeg Bu Sri, Gudeg Terdekat Ostrali

24 September 2019   00:05 Diperbarui: 24 September 2019   06:49 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliner. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Rembolle

Syahdan, Saya dan keluarga melakukan perjalanan ke arah Selatan. Sabtu pagi di mana matahari belum juga menghangat sehingga embun masih terlihat bergerombol di jendela-jendela mobil yang terparkir di pinggir jalan.

Seperti Tongsamcong, Saya juga membawa misi mulia. Tidak. Saya tidak hendak mencari kitab, karena, itu ada di Barat. Saya hanya hendak mengajak istri dan anak-anak menikmati terpaan angin pantai, basahnya air asin, risihnya pasir yang menempel, dan,  tentu saja, mandi bilas dengan air yang tidak bersih-bersih amat. Kacau.

Yes, anda benar. Pantai Parangtritis. Anyway, Itu mulia juga, kan..??

Hari Sabtu adalah hari libur, maka, anggap saja itu liburan. Liburan murah, tentunya.

Perhatikan, kenapa bisa murah.

Istri Saya sudah mempersiapkan perbekalan sedari malam. Uang saku sudah diamankan. Disimpan dengan tingkat keamanan berlapis. Kunci, gembok, password, QR code, scan retina, nama ibu kandung. Walah walah walah.. Jare, supaya tidak mudah diakses begitu saja, dan akhirnya malas mengakses karena terlalu repot. Akhirnya lagi, uang tetap aman di tempatnya. Konstruktif sekali cara berpikirnya. MasyaAllah gustiiii, paringono sertifikat cedak UG eeeeM.

Setelah semua siap, paginya, tinggal gas.

Oiya, soal bekal, istri Saya dengan sengaja membawa makanan ringan, berikut teh panas dan kopi yang tidak kalah panasnya. Yup, benar sekali. Perkara teh dan kopi, itu semata-mata demi Ngirit alias Gemi bin Owel Lan Medit Setengah Urip. Lha dari pada tuku.

Bagaimana dengan makanan berat..?? Apakah prinsip "biaya murah" juga diterapkan? Alhamdulillah tidak. Tidak dikecualikan, maksudnya. Remuk, remuk kowe..

Tapi tak mengapa. Makanan berat langganan istri saya di Selatan terbilang murah. Murah sekali, bahkan. Indikatornya jelas. Istri saya berlangganan.

Lantas, apakah rasa masih dapat dipertanggungjawabkan..?? Meski murah, Saya jaga betul standar rasa di lidah Saya ini. Tidak lain untuk menjaga marwah lidah priyayi Saya. Lhawong, kopi pait sithik we tak lepeh. Teh rodo sepet tak buang. Sambel nek nganti kroso lomboke tak jomplangke cowek e.. Jadi, tidak perlu khawatir soal itu.

Woolhaaa.. ilat sodrun..

Gudeg Bu Sri, nama warungnya. Berukuran kecil, terletak di pinggir jalan di sekitaran Parangtritis. Tidak jauh dari Alfamart satu-satunya di sana. Sekira 50 meter setelah Alfamart, tepat berada di seberang yang berlawanan dengan Alfamart.

Jauh, dan sudah hampir mencium laut, kok gudeg..?? Lha arep opo? Iwak? Rasah iwak-iwakan, larang.. durung ongkos le masakke. Mangsane.. Wes, gudeg wae po rasah dolan sisan..!!! Dyaaarrrr ra we..

Tidak apa. Itu cara istri Saya mencintai kami. Suami dan anak-anaknya. Aku rapopo.. tenan.. :(

Dulu, waktu pertama kali mencoba, kami cukup kaget dengan harganya. Sebenarnya, Saya tidak tahu betul berapa harganya, tapi istri bilang murah, tentu Saya tidak ada keraguan untuk mengimaninya. Saya pura-pura ikut kaget. Woh, murah tenan kui.

Kalau soal harga, boleh lah konfirmasi ke istri Saya. Tetapi, kalau soal rasa, percayakan Saya.

Seperti lazimnya gudeg, dia adalah sayur nangka muda yang dimasak dengan bara api dari kayu bakar. Cita rasanya manis. Manisnya yang legit itu didapat dari gula aren atau gula jawa yang tidak lain merupakan bagian dari bumbunya.

Menyebut gudeg, hampir selalu menyertakan kondimen wajibnya. Sayur krecek pedas, berikut lauknya, yaitu daging ayam kampung, telur bebek, juga ada tahu dan tempe, tentu nanti di atasnya bakal disiram dengan kuah areh yang gurih legit manis.

Nah, Gudeg Bu Sri ini cukup unik. Manis gudegnya sedikit di bawah rata-rata. Dan bumbunya terasa lebih ringan. Jadi, akselerasi menuju eneg terbilang lambat.

Sayur krecek pedasnya, beda. Kalau kalian membayangkan sayur krecek yang berwarna coklat kemerahan, dengan kuah yang nampak sangat berminyak, kemudian ada irisan tempe, kadang juga tahu, dan cabai-cabai merah utuh yang melayu karena proses memasak.

No No No.. bukan. Di Gudeg Bu Sri, sayur krecek pedasnya sama sekali bukan seperti itu. Dia lebih nampak seperti sayur tempe dibumbu kuning dengan varian krecek di dalamnya. Iya, warnanya benar-benar kuning, tidak ada merahnya. Tidak bercabai sama sekali. Dan jauh dari kesan berminyak.

Jadi, perasaan dosa ketika melahapnya, sedikit berkurang. Lalu, bagaimana dengan pedasnya? Tentu kalian tidak bisa berharap dari sayur tempe krecek ini.

Tapi tenang, ini yang istimewa. Bu Sri meluangkan waktunya khusus untuk membuat sambal lombok ijo. Kondimen ini yang belum pernah saya temui di warung-warung gudeg lain. Dan rasanya, juaaraaa.. pedasnya pas.

Bayangkan, nasi putih hangat yang masih beruap, disusupi gudeg manis yang legit, sayur tempe krecek yang gurih, dan semua itu bercampur di rongga mulutmu. Manisnya gurihnya legitnya tidak saling mengalahkan, mereka bagai trio yang memanjakan lidah, kemudian hadir di antara mereka sekerat daging ayam kampung yang menantang gigi-gigimu.

Mengukuhkanmu sebagai omnivora kelas atas. Laziiiissss.. belum lagi, di tengah-tengah kunyahanmu, tiba-tiba matamu terbelalak, dikejutkan pedasnya sambal lombok ijo. Asli, ini sadis bin sedap.. Saadaaappp..

Ayam,  atau tahu, atau tempe, atau telur itu adalah pilihan sesuai selera. Yang jelas, gurihnya daging ayam kampung dibaluri areh kental, rasanya hampir paripurna, sampai sebelum kamu jilati bumbu-bumbu ayam areh yang menempel di ujung-ujung jarimu. Ajiiiibbbb..

Dalam dunia kuliner, Vini. Vidi. Vici. bisa diterjemahkan secara bebas dengan, Saya datang, Saya makan, Saya senang. Jadi, kalau kalian makan tetapi tidak menemukan kesenangan setelahnya, berarti bojomu luwih galak seko bojoku.. huahahahaha.. kapokmu kapan..

Meski murah minded, istri Saya benar-benar menjaga kualitas liburan kami yang sederhana ini. Hanya bermodal satu glundung kelapa muda yang dibeli di tempat, kami bisa duduk-duduk di tikar yang disediakan penjual di bawah pohon rindang sambil memandangi hamparan pasir dan air laut.

Tentu dengan  kopi teh yang masih hangat cenderung panas, kudapan ringan dari rumah, dan nasi gudeg Bu Sri yang juara.

Istriku, engkau idolaku. Semoga dengan ikhtiarmu ini, kita ndang iso munggah haji. Ningkat omah. Nuku lemahe tanggane nggo mbangun mejid, perpustakaan, kos-kosan, sekolahan, pabrik sepatu, lan sak panunggalane. Aamiin ya Rabb..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun