Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Tanpa Komputer, Mungkinkah?

3 Februari 2019   14:37 Diperbarui: 4 Februari 2019   06:10 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila bicara soal sekolah tanpa komputer, buru-buru para ibu menolak dengan keras. Apa pasal? Mereka ketakutan anak-anak ketinggalan zaman.

Sebagian Kompasianer pastilah tak terlalu sewot. Karena saya yakin sudah banyak yang mengetahui perihal sekolah tanpa gawai dan peralatan canggih yang diperuntukkan bagi anak-anak sekolah dasar dan menengah. 

Saya memiliki catatan khusus dalam hal ini. Catatan yang diperoleh dan disebarkan kepada guru-guru untuk membuka mata bahwa tidak semua hal yang berkaitan dengan teknologi itu baik. 

Ada hal-hal yang harus lebih diutamakan bagi anak-anak ketimbang menyodorkan alat-alat canggih karena takut ketinggalan zaman.

Percayalah anak-anak kita lebih cerdas memakai peralatan komputer dan teknologi lainnya. Mereka adalah digital native. Baca di sini.

Justru menghindarkan mereka dari peralatan komputer sejak dini adalah agar otak anak terjaga dari paparan radiasi dan kebuntuan kreativitas.

Belajar di luar kelas. Terminal dan pasar. Dokpri
Belajar di luar kelas. Terminal dan pasar. Dokpri
Selama belasan tahun saya mengajarkan anak-anak didik untuk lebih mencintai lingkungan dengan cara belajar di luar kelas. Lebih sedikit menggunakan komputer atau gawai. Tanpa gadget mereka justru lebih kreatif dan ulet. 

Dua sikap yang sulit dikembangkan bila hanya mengandalkan pembelajaran satu arah biasanya dengan menggunakan komputer. 

Hal lain adalah mendongeng. Dengan bercerita tentang banyak hal, anak-anak diajak berimajinasi dan otomatis merangsang pola pikirnya.

Sebuah pengalaman unik mengikuti sebuah talkshow tentang pendidikan yang berkaitan dengan sekolah tanpa komputer, memicu saya untuk menuliskannya kembali sebagai  sharing, agar kita para guru juga pendidik, bisa mengambil hikmah dari setiap hal dan waktu yang kita jalani hingga tak ada yang sia-sia dalam kehidupan ini.

Karena semangat yang membara untuk dapat mengikuti talkshow yang di gelar di Lanud Husein, lokasi Hanggar 2, tanggal 9 November 2017. 

Saya berusaha datang lebih awal. Dengan menyewa ojek online pribadi alias diantar sang suami agar lebih cepat sampai tujuan.

Benar saja! Daftar hadir di urutan keempat membuat saya yakin bahwa saya termasuk hadir yang paling awal. Waktu baru menunjukkan pukul 09.45, karena acara baru dimulai pukul 11.00 WIB. Akhirnya kami memutuskan untuk berkeliling terlebih dahulu.

Lokasi Bandung Air Show yang bertempat di Lanud Husein Sastra negara memang tak jauh berubah dengan pemandangan terakhir yang saya lihat pada Bandung Air Show 24 September 2010 lalu. 

Saat itu, ada kejadian yang tak mungkin dilupakan, terjadi kecelakaan tunggal, pesawat akrobatik, Super Decathlon PK-NZP, yang menewaskan pilot Alex Supelli, tampak di depan mata, dalam jarak yang cukup dekat, terjatuh dan terbakar. 

Padahal keesokan harinya, 25 September, Bandung berusia genap 200 tahun. Kecelakaan ini menjadi sebuah kejadian yang sangat memilukan sekaligus mengharukan.

Sedikit perubahan mencolok justru kondisi bagian depan Bandara untuk perjalanan menggunakan pesawat terbang tertata cukup apik dan nampak sedikit lebih megah. Yang lainnya sepertinya berusaha dipertahankan seperti adanya. Warna biru muda pada cat dinding, rumah dan posko yang berjejer di sepanjang jalan menuju lapangan yang berada di kawasan TNI AU yang bersatu dengan lintasan pacu pesawat.

Acara yang dimulai tepat pukul 11.00, disampaikan oleh pemateri Amanda Wellang, seorang guru Taman Kanak-kanak (TK) Jagad Alit. Materi yang disampaikan mengenai dasar-dasar pendidikan yang mengutamakan bahan-bahan alami dalam membangun cerita dan dongeng bagi anak. 

Mendongeng atau bercerita bagi anak didik adalah sebuah keharusan yang dilakukan oleh guru di TK Jagad Alit. Manda (panggilan akrab Amanda Wellang) menjelaskan bahwa dengan mendongeng atau bercerita yang dilakukan dengan menggunakan properti alami, akan lebih mudah membentuk pola pikir anak yang lebih imajinatif, penuh kreatifitas dan juga sekaligus mengasah kecerdasan secara signifikan.

Sambil lesehan para guru mendengarkan suara Bu Manda, saat menuturkan sebuah cerita yang diberikan pada muridnya, berjudul "The Golden Sky" yang kadang timbul tenggelam karena bersaing dengan suara pesawat yang sedang lepas landas. 

Ini menjadi sebuah keunikan tersendiri, Bu Manda mampu asyik bercerita tanpa terganggu sama sekali dengan kebisingan yang ditimbulkan, meski sesekali ia mengatupkan mulut seakan mempersilakan pesawat untuk lewat terlebih dahulu.

Saya coba salin tempelkan (copy paste) prinsip dasar sekolah Jagad Alit, sebagai sekolah satu-satunya di Bandung yang menganut prinsip dasar Metode Waldorf, yang juga telah dianut oleh lebih dari seribu sekolah di dunia, termasuk sekolah di Silicon Valley yang terkenal karena anak-anak Bos Google, Apple dan raja komputer bersekolah di sana tanpa menyentuh computer or screen things (Komputer, tablet, pesawat TV, dan HP) sampai usia mereka dua belas tahun. 

I didn't see anyone using a tablet or phone, and laptops were sparse.

Di sekolah lanjutan pun demikian. Bersentuhan dengan komputer masih dibatasi sekadar perkenalan dengan hardware dan software dalam rangka menciptakan hal-hal baru. 

"Jagad Alit -- Waldorf School   adalah sebuah Playgroup dan TK yang mengadaptasi konsep pendidikan Waldorf School dengan nilai-nilai budaya Indonesia dan budaya lokal daerah setempat.  Dasar dari konsep pendidikan Waldorf adalah pendidikan yang diberikan secara utuh dan menyeluruh terhadap tiga aspek/bagian dari manusia (three folds of human being), yaitu  kemauan/tindakan (willing), perasaan (feeling),  dan pemikiran (thinking), melalui tangan (hands), hati (heart), dan kepala (head)."

Pendidikan diberikan sesuai dengan tahapan perkembangan dari dua belas indera manusia, yaitu :

Tahapan 0 - 7 tahun, fokus pada lower senses :  touch, life, movement, balance.
Tahapan 7 - 14 tahun, fokus pada middle senses : sight, taste, smell, warmth.
Tahapan 14 - 21 tahun, fokus pada upper senses : hearing, word, thought, ego.

Jagad Alit - Waldorf School memiliki filosofi bahwa ilmu pengetahuan, spiritual, dan seni adalah satu bagian yang terintegrasi karena seyogyanya ketiga hal tersebut tidak terbagi-bagi ke areanya masing-masing seperti yang terjadi saat ini.  Ilmu pengetahuan akan menjadi kreatif secara moral, seni menjadi sesuatu yang bersifat universal dan pengalaman spiritual menjadi sesuatu yang nyata dan aktual." 

Inti dari pendidikan Waldorf adalah:

"The concept of Waldorf education really appreciate children as a human being who have freedom in accordance with their age development. The process is much more important than instant results that often make our children "mastering" something when they are not ready to do so."

Informasi yang saya dapatkan lainnya adalah bahwa sekolah ini adalah sekolah rintisan dan siap membuka cabang baru di sekitar Dago Resort, untuk tingkat Sekolah Dasar. Bu Manda Wellang yang sangat ramah juga menyilakan untuk menambahkan sebagai teman di Facebook dengan nama Manda Wellang-Pranggono.

Kesimpulan sementara hasil talkshow:

Bisakah sekolah-sekolah di Indonesia menerapkan hal yang sama. Memangkas peran komputer dalam pembelajaran dan mulai mendekati pendidikan berbasis proses yang mengedepankan bahwa memperlakukan anak sebagaimana manusia yang memiliki dignitas serta integritas yang mampu membuat mereka menjadi manusia seutuhnya.

Bandung, 3 Februari 2019

Sumber:

jagadalitschool.blogspot.co.id
www.nytimes.com
businessinsider.com
liputan6.com
wikipedia.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun