Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bintang yang Kembali Bersinar

28 Desember 2018   08:10 Diperbarui: 28 Desember 2018   08:33 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : dokpri


Pagi yang cerah, sinar mentari menyembul di balik jendela kamar yang tirainya telah di buka Arti satu jam lalu. Ini sudah keempat kalinya Arti membujuk anaknya untuk bangun.

"Bintang. Ayo bangun sayang!"

"Kau terlambat lagi! Sudah hampir jam tujuh, kau juga belum Shalat Subuh."

Arti menguncang badan anak satu-satunya agar mau bergegas ke kamar mandi. Bintang malah semakin nyenyak, tidurnya pulas sekali.

Arti merasa gagal mendidik Bintang untuk disiplin. Bintang tidak seperti anak teman-temannya yang rajin dan penurut. Bintang sangat pemberontak dan tahu betul apa yang diinginkan. Terbayang di benak Arti percakapan saat Bintang baru seminggu masuk sekolah dasar yang dekat dengan rumah, hanya butuh waktu sepuluh menit bila berjalan kaki.

"Ma, buat apa sih sekolah?" Tanya Bintang dengan nada kesal, bibir mungilnya makin terlihat kecil saat cemberut.

"Kenapa sayang? Kok nanyanya seperti itu?" Arti balik bertanya. 

Arti penasaran akan sikap Bintang, apa gerangan yang membuat anaknya tak senang bersekolah. Berbeda jauh saat dirinya pertama kali bersekolah. Ia sangat antusias bertemu teman-teman barunya.

"Bintang bosan, Ma!"

"Besok Bintang nggak mau sekolah!"

Alis Bintang berkerut, mukanya ditekuk, bibirnya yang kemerahan sengaja dimonyongkan. Arti tahu saat ini Bintang nampak tertekan.

"Cerita sama mama dong, sayang! Apa yang bikin kamu nggak mau sekolah?"

"Temanmu ada yang usil?"

Bintang menggelengkan kepala.

"Gurumu galak?"

Kembali Bintang menggelengkan kepala.

"Bukan, bukan itu, Ma!" Jawab Bintang cepat.

Lanjutnya,"Bintang heran semua orang baca sambil bersuara. Jhony teman sebelah Bintang selalu ribut bila baca. Bintang jadi pusing dengarnya."

"Be-u, de-i, Bu-di, Te-u, te-i, Tu-ti, suara Jhony berisik sekali! Belum lagi teman yang lain. Apa mereka nggak capek teriak-teriak begitu?" Tanya Bintang keheranan.

Arti sadar Bintang memang sudah bisa membaca sejak kecil. Saat bersekolah TK, anaknya sudah lancar membaca. Bintang membaca buku-buku cerita dalam hati saja. Bahkan Bintang sudah bisa menceritakan kembali isi buku cerita dengan sempurna. Bintang memang sangat cerdas.

"Sekolah itu enak loh! Sewaktu mama kecil dulu juga bersekolah. Mama punya teman-teman buat main petak umpet, main lompat tali, main kasti sampai manjat pohon."

"Wah, Pokoknya seru! Banyak yang mama lakukan bersama mereka." Bujuk Arti agar Bintang tertarik untuk sekolah.

Bintang tersenyum sinis. Sahutnya, "Itu zaman dulu, Ma! Sekarang semua teman Bintang malas bermain."

"Teman-teman semuanya megang gawai terus main game online, begitu yang asyik?!"

"Zaman mama dan Bintang itu beda!" Ujar Bintang kesal.

Antara kagum juga kebingungan, Arti menganggap alasan anaknya cukup masuk akal. Kalau belajar berhitung, menulis dan membaca, pastilah Bintang sudah tahu lebih dulu. Buktinya nilai Bintang selalu paling tinggi. Sementara bermain permainan seperti saat Arti bersekolah dulu, sudah tidak diminati anak-anak sekarang. Ya, zaman sudah berubah.

"Bagaimana, Ma? Bintang besok tak usah sekolah, ya?" Pinta anaknya penuh harap. Wajah Bintang memelas, matanya berubah sayu.

Duh! Arti benar-benar bingung harus menjawab apa. Arti butuh bantuan Gumilang, suaminya, untuk menyelesaikan masalah ini.

Sudah dua minggu berturut-turut Bintang tak masuk sekolah. Tanpa alasan. Dalam sebulan Bintang hanya masuk delapan atau sepuluh hari saja. Arti sudah bolak-balik ke ruang guru dan kantor kepala sekolah juga kerap konsultasi ke guru BP. Hasilnya nihil. Bintang tetap mogok sekolah.

Pernah dua kali memaksa Bintang untuk masuk sekolah, setelah semua bujukan gagal. Bintang sampai Arti gendong untuk masuk dan ikut duduk di kelas menemaninya. Seharian itu pula Bintang mogok makan dan setalahnya sakit selama tiga hari. Kejadian kedua setelah Bintang dipaksa masuk sekolah, anaknya dirawat selama seminggu di rumah sakit.

"Bintang sayang, hari ini mau masuk sekolah kan?" Tanya Arti lembut sambil memainkan anak-anak rambut yang tumbuh lebat di kening Bintang.

Bintang membuka matanya dan menggeleng lemah.

"Mama, sudah Bintang bilang buat apa sekolah? Bintang sudah bisa baca dan nulis kok! Bintang bisa belajar sendiri di rumah. Banyak aplikasi belajar online yang sudah Bintang ikuti dan nilainya istimewa." Ujarnya sambil mengucek mata dan membalikkan badan untuk kembali meneruskan tidurnya.

"Tapi Bintang kan perlu belajar agar bisa shalatnya rajin, tidak bolong-bolong seperti ini!" Jawab Arti sembari menepuk lembut pantat Bintang.

"Bintang mau tanya, shalat buat apa, Ma?"

Arti tertegun pertanyaan Bintang ini sangat serius. Sudah lebih dari lima kali Arti menerangkan kewajiban bagi muslim untuk shalat dan dengan mudah dipatahkan oleh anaknya dengan berbagai alasan. Bintang masih kecil, shalat belum wajib.

Ada pula alasan, pamannya yang tidak shalat tapi dia baik sekali pada Bintang dari pada kakek penjaga masjid yang rajin shalat tapi kasar sikapnya. Bintang tak setuju. Menurutnya bila sudah rajin shalat artinya si kakek seharusnya bersikap lembut dan penyabar. 

Bintang juga mengomentari berita yang dia lihat di televisi, ada Menteri Agama yang di penjara karena korupsi, ada pejabat negara yang dikenal agamanya taat malah terkena kasus pelecehan seksual.

Arti mengenal anaknya memang sangat kritis. Sepertinya usia mentalnya jauh lebih tinggi dari usia fisiknya. Ia sering mendapati Bintang merenung dan memikirkan banyak hal, layaknya orang dewasa.

Arti kerap berdiskusi dengan Gumilang untuk mencari sekolah baru yang lebih akomodatif dengan kemampuan Bintang. Beberapa kali Bintang diajak untuk berkunjung ke sekolah untuk anak berbakat atau istimewa. Tetap saja tanggapan Bintang sama. Tak mau sekolah.

***

Adzan Subuh belum berkumandang, Bintang sudah selesai mandi dan bersiap-siap pergi ke Mesjid Baiturrahman. Jaraknya hanya seratus meter dari rumah. Pakaian yang dikenakan Bintang sudah bersih dan rapih. Peci hitam bertengger manis di kepala mungilnya. Bintang tampan sekali bila mengenakan baju koko putih dan sarung hijau kotak-kotak miliknya.

Sambil uluk salam dan mencium pipi Arti, Bintang dan ayahnya bergegas menuju Mesjid. Tak lama Adzan berkumandang. Arti meneteskan air mata haru. Sikap Bintang berubah drastis. Ia menjadi anak yang rajin dalam segala hal dan penurut sekali. Sekarang usia Bintang sepuluh tahun. Bintang sudah duduk di kelas enam karena ikut akselarasi. Tahun depan Bintang akan masuk sekolah menengah pertama.

Perubahan ini tak lepas dari peran Bu Guru Mutia. Bu Mutia tinggal satu komplek dengan Arti. Arti mengenalnya dipertemuan kegiatan ibu-ibu PKK. Mutia adalah sebagai kader juga ketua Bidang Pendidikan yang saat itu sharing diacara parenting bagi orangtua yang memiliki anak dengan bakat istimewa.

Bu Mutia memberikan jalan keluar untuk Bintang hingga akhirnya mau sekolah. Berkat bimbingan bu guru, Bintang bisa mengikuti akselarasi dan semangat bersekolah kembali. Itu karena Bintang merasa di sekolah banyak tantangan yang menarik yang membuatnya betah.

 Pendekatan Bu Mutia yang luar biasa, yang jarang ditemui pada guru-guru lain. Bu Mutia mengajak Bintang untuk terlibat langsung dalam kegiatan menyantuni fakir miskin dan anak yatim.

Bu Mutia adalah guru sukarelawan yang bekerja di sekolah tanpa ruang kelas. Ia memanfaatkan kolong jembatan layang sebagai tempat anak-anak pemulung bersekolah. Bintang juga mengajari mereka membaca, menulis, berhitung dan mengaji. 

Hidup Bintang berubah. Terang benderang. Ia bercita-cita menjadi orang yang berguna, ingin membaktikan dirinya untuk negeri yang diketahuinya sangat kaya namun banyak anak yang belum beruntung dan tersisih.

DOA

Bandung, 8 Desember 2018
(Dibuat untuk mendukung literasi dilingkungan Dinas Pendidikan Bandung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun