Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Epilog Jiwa, Pertengkaran

8 Desember 2018   09:30 Diperbarui: 8 Desember 2018   12:28 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah percakapan terjadi antara otak dan hati. Mata menjadi penghubung mereka.

kepala telah memutuskan perkara,
kemiskinan yang merata hanyalah dusta
semua peminta-minta dan orang papa
hanyalah segerombolan pemalas tak berguna

otak bekerja, dalam susunan syaraf yang kian lama kian menua

energi mengalir deras atas kesaksian mata membuat kesimpulan bahwa saatnya mengiyakan isi kepala.

dada berdebar hatinya turut bergetar
kedustaan justru diletakkan pada pandangan mata. mereka yang papa
telah bekerja sekuat tenaga
hingga mata tetap terjaga saat malam tiba
subuh waktunya bergerilya mencari yang masih tersisa

kepala sampai pada bantahan kedua
logika kebodohan yang menetapi mahluk papa adalah penyebabnya,

tak pernah terdidik hingga kemiskinan mencekik

hati kembali menggedor dada
hingga mata mengeluarkan airnya
menderas menjadi banjir dan bencana

hati yang ingin bersaksi
bahwa para pembesar yang terdidik
acapkali mencekik dalam bahasa halus
terpoles ilmiah dan analitik

lalu kapankah mereka akan sepakat?
saat apa otak dan hati bertaklimat?
saat apa kepala dan dada tak lagi berkhianat?

saat kematian mendekat
selembar nyawa terangkat
pastilah kepala dan dada sepakat
bahwa kebenaran bukan hikayat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun