Sebuah percakapan terjadi antara otak dan hati. Mata menjadi penghubung mereka.
kepala telah memutuskan perkara,
kemiskinan yang merata hanyalah dusta
semua peminta-minta dan orang papa
hanyalah segerombolan pemalas tak berguna
otak bekerja, dalam susunan syaraf yang kian lama kian menua
energi mengalir deras atas kesaksian mata membuat kesimpulan bahwa saatnya mengiyakan isi kepala.
dada berdebar hatinya turut bergetar
kedustaan justru diletakkan pada pandangan mata. mereka yang papa
telah bekerja sekuat tenaga
hingga mata tetap terjaga saat malam tiba
subuh waktunya bergerilya mencari yang masih tersisa
kepala sampai pada bantahan kedua
logika kebodohan yang menetapi mahluk papa adalah penyebabnya,
tak pernah terdidik hingga kemiskinan mencekik
hati kembali menggedor dada
hingga mata mengeluarkan airnya
menderas menjadi banjir dan bencana
hati yang ingin bersaksi
bahwa para pembesar yang terdidik
acapkali mencekik dalam bahasa halus
terpoles ilmiah dan analitik
lalu kapankah mereka akan sepakat?
saat apa otak dan hati bertaklimat?
saat apa kepala dan dada tak lagi berkhianat?
saat kematian mendekat
selembar nyawa terangkat
pastilah kepala dan dada sepakat
bahwa kebenaran bukan hikayat
Bandung, 8 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H