Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

JURKAM

28 September 2018   22:34 Diperbarui: 29 September 2018   00:01 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  • Ceu Eti resah sekali. Barang dagangan diwarungnya memang makin berkurang tapi bukan itu penyebab utama keresahannya. Uangnya makin banyak bulan ini, bukan saja lembaran lima puluh ribu baru seperti biasanya. Kali ini gepokan uang sepuluh juta berupa lembaran seratus ribu rupiah. Jumlahnya tiga ikat jadi total tiga puluh juta. Fantastis!

Wanita yang bersikap tegas dan berwibawa itu diminta jadi ketua tim sukses salah satu kandidat Kades didesanya. Desa Caringin Opat. Entah apa yang membuat mereka memilih dirinya agar bisa meraup suara sebanyak-banyaknya minimal lima puluh persen. Bila tercapai maka bayarannya ditambah sebanyak dua kali lipatnya. Sungguh menggiurkan.

Tapi batinnya berkata lain, ia telah jatuh hati pada seorang Kades yang menjadi saingan partai yang hendak menjadikannya timses. Bukan Kades petahana. Calon Kades baru yang cukup istimewa. Visioner dan sudah berkiprah nyata memperbaiki sebagian besar masalah pendidikan di Desa Caringin. Pak Guru Kamal. 

Ceu Eti akui bahwa warungnya bukan warung kopi biasa, seperti warung kopi milik Mak Uneh di RW sebelah atau Kang Dadang di desa Caringin Dua. Ia bercita-cita punya warung kopi yang memiliki integritas terhadap seluruh masalah sosial yang terjadi di desanya bahkan di negeri tercintanya ini. Indonesia. Ceu Eti ingin memberikan kontribusi nyata berupa solusi yang tepat dan tidak memiliki dualisme seperti mata pisau. Kadang kala pisau itu membantu untuk memotong dan melukai di sisi lain.

Jangan tanya apa Ceu Eti pernah menamatkan bangku sekolah. Ia adalah lulusan terbaik disalah satu PTN dengan nilai IPK 3,9. Bidang yang digelutinya memang sangat berkaitan erat dengan kehidupan sosial. Jurusan Kesejahteraan Sosial sengaja ia pilih demi menuntaskan hasratnya untuk menolong sesama.

Usia Ceu Eti kini menginjak 40 tahun. Belum menikah apalagi punya anak. Bukan tidak ada pria yang mau memperisteri Ceu Eti, justru pria-pria itu mengantri layaknya hendak membeli karcis untuk menonton film Dilan yang sangat populer dikalangan pelajar dan mahasiswa. Film yang penuh humor dan nampak sangat nyata kala itu. Belum lagi setting filmnya berada di Kota Parahiyangan. Kota kelahiran Ceu Eti.

Para pria yang mengantri untuk memperistri Ceu Eti karena terpikat kecantikannya. Kata mereka kecantikannya sejajar dengan artis tenar Lydia Kandou, bahkan lebih cantik lagi, ditambah murah senyum layaknya kebanyakan orang Jawa Barat. Bibirnya tipis kemerahan tanpa lipstik, bila bicara suaranya berat namun terdengar merdu seperti mendengar Iga Mawarni bernyanyi. Penyanyi favoritnya, ia memang penggemar lagu Jazz. 

Anehnya tak ada satu pria pun yang menarik perhatiannya. Bila ada anggapan standar Ceu Eti untuk menjadi calon suami terlalu tinggi, tidak juga. Ceu Eti tidak pernah bersikap arogan atau memandang rendah orang lain. Dia bahkan seringkali menolong tukang becak yang kelelahan mendorong becaknya karena keberatan oleh barang belanjaan yang harus diantarkan ke rumah makan langganannya. Sebulan sekali Ceu Eti selalu membaktikan diri untuk membantu merbot mesjid membersihkan wc dan tempat wudlu. Seminggu sekali setiap Jum'at, Ceu Eti rutin membersihkan saluran air dan menyapu jalan-jalan di sekitar warga, baik ditemani maupun sendirian. Semuanya Ia lakukan dengan ikhlas.

Ceu Eti Wirastuti adalah nama pemberian orangtuanya yang sudah lama berpulang. Ayahnya meninggal saat Ceu Eti berumur enam tahun. Ibunya pun sepuluh tahun kemudian berpulang. Ia tinggal bersama bibinya yang juga belum menikah. Bibinya adalah pemilik warung kopi yang cukup dikenal ke desa lainnya apalagi setelah diambil alih oleh Ceu Eti. Semakin terkenal. Bi Tuti kini sudah berusia enam puluh lima tahun, memutuskan berhenti berjualan untuk  memperbanyak mengaji dan mengurus rumah saja. 

Sambil menimang uang yang diberikan kepadanya sebagai tanda sepakat, Ceu Eti berpikir keras, seandainya ada jalan keluar, semua pihak merasa puas. Kades pilihannya menang namun ia masih bisa memanfaatkan uang dari partai lawan yang memilihnya untuk menjadi juru kampanye. 

Ceu Eti sebenarnya enggan berurusan dengan politik apalagi soal pemilu langsung, bila ia menjadi jurkam salah satu partai, itu seakan bertentangan dengan prinsip hidupnya. Seakan-akan ia menyetujui bahwa menyerahkan tanggung jawab memilih pemimpin kepada sekumpulan orang awam. Orang yang buta politik. Tingkat pendidikan didesanya saja masih rendah kebanyakan hanya tamatan SD bahkan ada yang buta huruf. 

Tanpa sadar Ceu Eti menggeleng-gelengkan kepala. Ia merasa prihatin dengan kondisi menjelang pilkada. Situasi selalu saja panas dan kadang berakhir dengan tindakan anarkis bila Kades unggulan mereka tidak terpilih. Pilkada sebelumnya saja, kantor desa sempat di bakar untungnya api masih bisa dipadamkan sebelum menjalar dan memakan korban jiwa.

Ceu Eti tersenyum kecil. Dibenaknya timbul ide yang dirasa cukup brilian. Uang dua puluh juta ia simpan sisanya ia masukkan dalam tas tangan putih aseli kulit pemberian dari Pak Haji Burhan. Tadinya sebagai hadiah bila ia bersedia menjadi isteri kedua. Seperti biasa, hadiah tetap diterima namun pinangan ditolak tanpa membuat Pak Haji terluka. Ceu Eti memang punya kemampuan luar biasa bernegosiasi macam ini. 

Semua lelaki yang hendak meminangnya, baik dari mulai perjaka hingga yang sudah beristeri tiga, tidak pernah merasa kecewa ditolak oleh Ceu Eti. Para gadis, ibu-ibu dan juga janda-janda berlomba-lomba menjodohkan dirinya dengan anggota keluarganya bahkan dengan suaminya sendiri. Kalau dengan wanita lain, para isteri akan sangat cemburu namun dengan Ceu Eti lain perkara. Mereka malah merasa terhormat bila suaminya berhasil menikah dengan Ceu Eti. 

Ceu Eti berdandan rapi, mengenakan jilbab putih bercorak garis diujung-ujungnya serta kemeja dan rok yang padu padan dengan kerudungnya. Ia bersiap menemui Ujang Bardi, tokoh pemuda yang cukup disegani. Ia harus segera bergerilya agar rencana yang disusunnya berhasil.

"Kang Bardi yang saya hormati..." Sapa Ceu Eti lembut, saat memulai percakapan, "Pembicaraan ini sangat rahasia." Lanjutnya setengah berbisik. Hanya akang dan beberapa orang yang saya pilih yang boleh tahu."

"Bila bocor..." Suara Ceu Eti tertahan dan mulut terkatup rapat, matanya saja yang melebar terlihat bengis.

Bardi bergidik, baru kali ini ia melihat wanita secantik Ceu Eti bisa membuatnya ngeri. Nada suaranya memang terasa dalam, intonasinya sangat pas dan mampu menggetarkan perasaannya. Bardi tak mungkin menganggap remeh wanita ini. 

Sambil melihat ke arah jendela Bardi sejenak mengira-ngira apakah Sahrini pembantu Ceu Eti yang diajak serta untuk menemani kemanapun pergi, menguping percakapan mereka.

Ceu Eti paham segera saja ia berujar, "Tenang saja, Sahrini aman, dia tanggung jawab saya."

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun