Pendahuluan :
Sebuah peristiwa yang ada di bumi ini sebenarnya hanya pengulangan saja dari peristiwa masa lalu yang disebut "sejarah" ,hanya pelaku,waktu dan tempatnya saja berubah atau tidak sama. Untuk itulah kebanyakan orang kemudian belajar tentang sejarah,supaya dalam perjalanan waktu yang ditempuhnya tidak mengulangi lagi peristiwa yang pernah terjadi,khususnya peristiwa-peristiwa yang tidak mengenakkan.Â
Namun,ada kalanya juga orang sengaja melakukan pengulangan dengan maksud untuk memperbaiki atas peristiwa yang pernah terjadi atau juga melakukan "balas dendam" atas peristiwa masa lalu yang menurutnya atau para pengikutnya (jika dirinya seorang tokoh & pemimpin massa) bisa dimenangkan bila saat itu mereka tidak menderita kekalahan atau dikalahkan. Oleh karena itu,sangat menarik bila dalam membaca situasi perpolitikan yang terjadi di tanah air sekarang ini,orang juga belajar dari sejarah politik bangsa Indonesia.
Figur atau sosok pemimpin bangsa Indonesia :
Negara Indonesia pernah dipimpin oleh 6 orang Presiden,ditambah Jokowi sebagai Presiden ke-7 yang sekarang ini masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Dari 6 presiden yang pernah memerintah Republik Indonesia,sosok atau figur sederhana pernah ditampilkan oleh Soekarno,Soeharto,Gus Dur ; Sedangkan figur BJ Habibie,Megawati dan SBY menampilkan figur yang berpenampilan sangat berbeda dengan ketiga pemimpin sebelumnya. Presiden Jokowi sekarang ini lebih memilih berpenampilan seperti Soekarno,Soeharto dan Gus Dur dalam membawa diri dalam pergaulan antar bangsa dan di dalam negerinya sendiri. Itulah opini yang terbentuk di masyarakat dalam melihat sosok 7 presiden yang pernah memerintah negeri ini.
Kenapa figur dibahas dalam hal ini...? Sebab situasi politik di Indonesia tak lepas dari figur yang ditampilkan. Sosok Jokowi dengan SBY seperti bumi dan langit. Dalam perkembangan 2 tahun lebih pemerintahan Jokowi,hiruk-pikuk politik menjadi semakin panas karena kedua sosok ini tampil berbeda. Pro-kontra yang terjadi di dunia media sosial juga sering membahas kedua figur tersebut dengan sangat tajam ; Sampai hari ini memang terlihat sosok Jokowi terlihat unggul karena penampilannya yang sederhana,sehingga apapun kekurangan dalam pemerintahannya sekarang "tertutup" dengan figur Jokowi.Â
Walau dalam banyak hal,rapor Jokowi dalam bidang ekonomi,keamanan,politik tidak lebih baik dari rapor pemerintahan SBY. Kenapa figur Jokowi begitu mempesona...? Karena dalam penampilannya,Jokowi lebih mempersonifikasikan sebagai "rakyat" daripada seorang pemimpin yang dibayangkan banyak orang penuh dengan kewibawaan dalam berbicara,gagah dalam berpenampilan dan tidak terkesan sedang "diatur" tetapi "mengatur" . Figur Jokowi inilah yang menyelamatkan dirinya jauh dari kritik "haus kekuasaan" atau terlibat dalam skandal atau isu korupsi yang sering menimpa para presiden Indonesia atau lingkaran dalamnya.
Berbeda dengan SBY,isu skandal dan isu korupsi dalam pemerintahan periode keduanya membawa beban berat sehingga hantaman "hoax" sering menimpanya saat berkuasa maupun setelah dirinya tidak berkuasa. Proses hukum karena terlibat korupsi yang menyeret orang-orang di lingkaran dalamnya,membuat orang kemudian memandang keluarga SBY sebagai bagian dari skandal tersebut (buku Gurita dari Cikeas,dan lain-lain) ; Penampilan atau sosok SBY yang menampilkan "wah" seringkali menjadi pembanding dengan sosok Jokowi yang sederhana.
Bicara sosok atau figur SBY dengan Jokowi bisa membuat masyarakat terbelah atau membingungkan secara politik,apalagi kalau dibumbui cerita-cerita skandal korupsi. Obyektivitas politik menjadi kabur. Bayangkan,skandal korupsi adalah sebuah proses hukum,tetapi ditarik sedemikian rupa menjadi isu politik hanya untuk menjatuhkan kredibilitas SBY. Â Padahal secara hukum belum ada satupun proses hukum yang menyatakan bahwa SBY atau keluarganya bersalah karena skandal korupsi,tetapi isu-isu atau tulisan yang memojokkan di media sosial memang bisa membuat telinga merah dibuatnya ; Apalagi kalau disandingkan dengan sosok Presiden Jokowi ,jelas ini sebuah pembunuhan karakter yang sangat mujarab.
Orang pun bertanya,siapa sebenarnya sutradara atau pembuat skenario ini...? Sebab dalam hal rapor pemerintahan,jelas Jokowi juga belum menunjukkan prestasi dalam ekonomi,keamanan dan politik yang bertambah hingar-bingar ini...? Apakah Jokowi ditampilkan untuk menohok SBY,ataukah untuk membuat Indonesia tumbuh menjadi negara yang maju dan berkembang secara ekonomi,aman di dalam negerinya,serta kondusif situasi politiknya...? Apakah ini hanya politik "balas dendam" seorang Megawati Soekarnoputri atau lawan-lawan SBY yang meminjam tangan seorang Jokowi...? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja akan terjawab pada saatnya nanti.
Kasus-kasus penuntasan HAM masa lalu,kasus BLBI di era pemerintahan Megawati Soekarnoputri,ekonomi yang stagnan masih menjadi "Pekerjaan Rumah" bagi Jokowi untuk menuntaskannya ; Mudah-mudahan "perseteruan" yang nampak di perpolitikan dengan SBY bukan sebuah pengalihan isu. Jelas,sosok Jokowi yang sederhana dan terlihat jujur lebih unggul dari SBY yang sudah memerintah selama 10 tahun,tetapi di balik pemerintahan Jokowi juga harus dilihat bahwa kasus korupsi yang melibatkan kader-kader PDIP di Nganjuk dan Klaten juga harus disoroti sebagai sesuatu yang tidak biasa,sebab mereka selain sebagai Bupati Nganjuk & Bupati Klaten juga pengurus PDIP di tingkat DPD/DPC ; Artinya,jangan memperhatikan di permukaan saja yang kelihatan bersih,kalau ternyata dalamnya ternyata "keruh" juga....!
Paham & pemikiran Komunis :
Situasi politik yang berkembang di tanah air juga menjadi panas setelah sejak pertengahan tahun 2016 berkembang isu bangkitnya orang-orang yang berpaham komunis. Tulisan tentang perkembangan kebangkitan paham komunis di Indonesia sudah cukup banyak beredar sejak itu. Tetapi yang sangat heran adalah isu kebangkitan paham komunis atau pemikiran-pemikiran serta perilaku politik komunis kurang mendapat respon dari aparat keamanan di Indonesia. Padahal TNI/Polri menjadi ujung tombak yang paling terdepan bila isu adanya kebangkitan komunisme di Indonesia merebak luas. Apakah isu komunisme ini memang terlalu berlebihan ataukah isu radikalisme Islam lebih menarik ...?
 Jelas sekali bahwa Partai Komunis Indonesia memang sudah tidak ada & tidak relevan lagi di ada-adakan di bumi Indonesia. Tetapi paham & pemikiran komunis serta perilaku politik komunis bisa dirasakan oleh siapapun di Indonesia,walau mereka berada bukan dalam organisasi dan bendera PKI. Orang-orang yang selama ini menelorkan pemikiran dan perilaku politik komunis bisa dirasakan melalui aktivitas politiknya yang arahnya selalu mengadu-domba para pemimpin negeri,mengaduk-aduk dengan menyebarkan "hoax" untuk saling menjatuhkan,nafsu berkuasa dengan mengatas-namakan "wong cilik" ,dsb.Â
Perilaku politik komunis dapat dipelajari dari apa yang pernah terjadi dalam sejarah Mao Tze Dong - Ketua Partai Komunis Cina  dalam menjatuhkan Pemerintahan Nasionalis Presiden Chiang Kai Shek di Tiongkok pada tahun 1949 yang lalu. Demikian pula dengan sejarah perseteruan PKI dengan ulama Islam di Indonesia,bisa menjadi acuan terkait kebangkitan paham,pemikiran dan perilaku politik komunis di Indonesia. Apakah mereka benar-benar bangkit...? Mustinya aparat intelijen sudah mencium hal tersebut bilamana memang benar terjadi demikian.
Yang jelas,beberapa waktu yang lalu isu kebangkitan komunisme sudah di respon oleh PDIP sebagai partai politik yang paling terkena imbasnya dengan isu kebangkitan komunisme di Indonesia. Megawati Soekarnoputri sampai mengeluarkan surat edaran yang membantah bahwa PDIP terkait dengan PKI dan ajaran Komunisme,ini menandakan bahwa isu kebangkitan komunis di Indonesia dapat menjadikan Indonesia dalam situasi politik yang berbahaya bagi kesatuan & persatuan bangsa.Â
Oleh karena itu,penjelasan aparat Polri/TNI terkait Kebangkitan paham komunis di Indonesia memang diperlukan untuk menurunkan tensi ketegangan politik yang ada,bukan penjelasan bahwa PKI sudah tidak ada,tetapi ada atau tidaknya pemikiran & perilaku politik komunis sehingga rakyat sampai dalam posisi diadu-domba begitu rupa sehingga rentan akan konflik horisontal,
Politik sektarian juga semakin meningkat akhir-akhir ini. Tidak bisa dipungkiri,tampilnya & perilaku politik Basuki Tjahaja Purnama (BTP) dalam panggung politik di Jakarta dan Indonesia membawa dampak luas dalam politik sektarian baik dari golongan Islam maupun golongan Nasrani dan suku Tionghoa di Indonesia. Apa yang ditampilkan secara politik oleh BTP dengan saling membalas atas apa yang yang dilakukan oleh kelompok yang tidak menyukai dirinya,menjadi isu politik yang tidak baik di Indonesia. Membawa isu kasus hukum yang menimpa BTP ke ranah kebhinekaan,NKRI dan SARA itu sama saja membawa Indonesia "set back" ke belakang ke tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan hingga timbulnya huru-hara besar di tahun 1965 dan kerusuhan SARA di era pemerintahan Soeharto.Â
Ini akan menimbulkan bibit radikalisme berkembang pesat di tanah air serta akan menyulitkan aparat keamanan dalam melakukan deradikalisme seperti yang selama ini dilakukan oleh BNPT . Tidak heran kenapa banyak tuduhan di alamatkan ke pemerintahan Jokowi atau beberapa pribadi yang selama ini seringkali disebut di media sosial bahwa mereka dituduh berpihak ke Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ; Sekali lagi,masyarakat hanya membaca situasi bukan mengerti yang sebenarnya,sehingga tidak bisa disalahkan isu itu berkembang luas,seperti halnya isu terhadap mantan presiden SBY yang juga dituduhkan dalam media sosial selama ini.
Oleh karena itu,politik sektarian tidak boleh dikembangkan,siapapun yang membawa politik sektarian harus disikat habis,apakah itu golongan Nasrani,Islam,Tionghoa ataupun kelompok suku-suku lain di Indonesia. NKRI adalah harga mati yang tidak boleh digoyah oleh perilaku politik komunis,sektarian dan yang terlihat bersih padahal dalamnya bobrok...!
Hidup NKRI...!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H