Mohon tunggu...
Mania Telo
Mania Telo Mohon Tunggu... swasta -

@ManiaTelo : Mengamati kondisi sosial,politik & sejarah dari sejak tahun 1991

Selanjutnya

Tutup

Money

Manajemen : Kerajaan Bisnis Orang Tionghoa di Indonesia

4 Juli 2015   09:57 Diperbarui: 4 Juli 2015   09:57 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kenapa "Sang Kaisar" pemilik kerajaan bisnis orang Tionghoa banyak meniru (sadar/tidak sadar) manajemen bergaya Kerajaan-kerajaan Tiongkok Kuno?

Yang pertama tentu saja karena para Konglomerat orang Tionghoa Indonesia tersebut berlatar belakang suku Tionghoa yang usianya sekarang masih mengalami "sejarah" Kerajaan-kerajaan Tiongkok kuno dari cerita dan didikan orang tuanya maupun buku-buku,cerita film yang diwariskan melalui kultur budaya yang dibangun dari keluarganya. 

Yang kedua adalah faktor "trusted" yang tidak mudah dijumpai pada orang-orang Tionghoa dalam membangun bisnisnya. Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang mudah curiga dan tidak percaya kepada orang lain,namun sebaliknya bila sudah memperoleh kepercayaan yang begitu besar daripadanya,maka jangan sekali-sekali mengkhianati kepercayaan tersebut ; Karena "kekuasaan" yang diperoleh dari kepercayaan itu begitu sangat besar sekali. Dampak buruk dari kepercayaan yang begitu besar adalah timbulnya para "taikam" yang suka menjilat dan memberi informasi yang baik-baik saja untuk menyenangkan hati sang "boss".

Faktor ketiga tentu saja faktor cita-cita atau impian,siapapun yang mempunyai keinginan untuk menjadi "boss" umumnya secara alamiah ingin berkuasa seperti raja/kaisar,dihormati dan mempunyai kekuasaan untuk bisa bertindak apa saja sesuai keinginannya. Setelah menjadi "Raja" tentu saja yang mudah ditiru adalah yang mereka pelajari,lihat dalam keseharian dan wawasan yang dimiliki sepanjang hidupnya.

Berbeda dengan orang-orang Eropa/Amerika yang menjadi konglomerat di negaranya,mereka lebih murni menyerahkan urusan strategi manajemennya kepada para profesional yang ada,bahkan "sang pemilik" pun bisa dipecat (kasus Steve jobs-Apple) ; Hal ini karena mereka dibesarkan di era Manajemen Modern berorientasi kepada "result" serta mereka melihat sistem monarki yang ada di negara-negara Eropa juga sebatas simbol dan bukan yang menjalankan pemerintahan secara fisik,sehingga tidak ada nilai histori kultural yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak mereka dalam menjalankan roda kerajaan bisnisnya.

Satu hal penting dalam kerajaan bisnis orang-orang Tionghoa di Indonesia adalah keraguan kesinambungan dari banyak kalangan bilamana "sang Kaisar" sudah tidak ada lagi atau meninggal dunia. Dengan banyaknya "putra mahkota" atau "putra mahkota" yang tidak siap memikul tanggung jawab sekaliber "the founder" ,sulit sistem manajemen "monarki" yang penuh intrik akan membuat generasi penerus sehebat "sang Kaisar" . Pada kenyataannya dan yang lebih riskan adalah bilamana di  lingkaran "putra mahkota" merupakan para penjilat dan bermoral rendah dalam kepemimpinannya sekarang. Kehidupan dan rekam jejak kehidupan pribadi yang tidak tercatat dengan baik serta mempunyai masalah-masalah kehidupan pribadi yang tidak diketahui dari para staff bisa menjadi "blunder" bagi "putra mahkota" atau penerus "sang Kaisar"; Apalagi kerajaan bisnis yang dibangun awalnya dilandasi oleh semangat dedikatif bukan profesional semata.

Sebuah kerajaan bisnis (tidak perlu disebut) di Indonesia pernah hampir mengeluarkan orang-orang "yang dianggap tua & uzur" ketika  salah satu dari sang "putra mahkota" datang dari Amerika Serikat ;Namun hal ini bisa dicegah oleh orang-tuanya dengan kebijakan yang terus memperpanjang masa pensiun para staff yang mempunyai dedikasi tinggi dan selama ini terbukti telah ikut serta membesarkan perusahaannya. Penghargaan kepada "kaum tua" sulit dijumpai dari para "putra mahkota" kerajaan bisnis orang Tionghoa di Indonesia,padahal sistem manajemen "sang Kaisar" selama ini lebih mengedepankan semangat dedikasi pengabdian serta loyalitas. Profesionalitas hanya dibentuk agar terlihat modern saja.

Saran yang terbaik supaya kerajaan bisnis orang-orang Tionghoa di Indonesia bisa berjalan dengan langgeng adalah jangan pernah ragu untuk menyingkirkan para "taikam" yang mempunyai jiwa penjilat dan bermuka manis serta bermoral rendah. Ini perlu dilakukan sebelum alih generasi kepemimpinan berlangsung ; Tujuannya untuk memudahkan sang "putra mahkota" meneruskan kerajaan bisnisnya hingga ke keturunan berikutnya. Salah memilih orang yang tepat akan membuat kerajaan bisnis itu berakhir seperti halnya kerajaan-kerajaan Tiongkok kuno yang hilang-tumbuh berganti seiring dengan pertikaian di internal istana dan para "taikam" yang menusuk dengan perbuatan-perbuatan moral mereka yang rendah dan menjijikkan rakyat. Penurunan spirit dan moral kerja sangat berbahaya dalam mengelola sebuah konglomerasi.

Memilih "panglima perang" yang dipercaya untuk mengawal alih generasi memang tidak mudah,tetapi memilih seorang yang berjiwa "nabi" untuk menjadi panglima perang tidak akan sulit,sebab "nabi" tidak banyak dan mungkin hanya satu saja sehingga mudah terlihat. Ciri-ciri "nabi" pun mudah terlihat,sebab suaranya "nyaring" dan tidak pernah kompromi seperti seorang penjilat pada umumnya. Maka tak heran,cerita-cerita kerajaan Tiongkok kuno selalu diceritakan pada menjelang akhir sang Kaisar turun tahta,yang dicari adalah seorang yang bijak atau  "the wiseman" ; Orang bijak diperlukan untuk mengawal kelanjutan kerajaan dan alih generasi. 

Seorang "kaisar" pemilik konglomerasi kerajaan bisnis dari kalangan Tionghoa Indonesia mustinya paham akan hal ini.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun