Mohon tunggu...
Mania Telo
Mania Telo Mohon Tunggu... swasta -

@ManiaTelo : Mengamati kondisi sosial,politik & sejarah dari sejak tahun 1991

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politikus Narsis di Indonesia

15 April 2015   07:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:05 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Narsis adalah perilaku memperhatikan diri sendiri secara berlebihan. Dan "Politikus Narsis" adalah orang yang terlibat dalam politik dengan perilaku memperhatikan diri sendiri secara berlebihan. Tentunya dengan definisi diatas dengan sangat mudah orang akan paham siapa saja diantara para politikus di Indonesia yang mempunyai karakter seperti itu.

Salah satu politikus di Indonesia yang mempunyai perilaku narsis adalah Megawati Soekarnoputri. Sejak Kongres PDI-P di Bali yang baru saja usai,banyak kalangan menilai pidato Megawati sebagai ungkapan "kekesalan" terhadap hal-hal yang kurang diperkenan oleh dirinya. Dari mulai petugas partai sampai dirinya "merasa" seperti masih dianggap sebagai "presiden RI" hingga pernyataan-pernyataannya yang dianggap tidak jelas terkait "penumpang gelap"

Bila ditelusuri rekam jejak Megawati sejak awal kemunculannya di era Orba hampir berakhir,orang akhirnya mahfum bahwa karakter Megawati Soekarnoputri dalam berpolitik ada kemiripan dengan ayahandanya,yaitu Soekarno. Kemiripan itu antara lain suka memberi pernyataan-pernyataan yang "bombastis" untuk menarik perhatian dengan fokus pada dirinya sendiri tetapi mengatas-namakan "rakyat Indonesia" ; Rakyat Indonesia yang sangat majemuk dan beragam,tentu saja tidak mayoritas mendukung Megawati,kenyataannya bisa terlihat bagaimana PDI-P hanya memenangkan Pemilu Legislatif dibawah 19% dengan "bobot" kenaikan perolehan suara dikarenakan faktor "Jokowi Effect" .

Perolehan suara PDI-P di Pemilu 1999 sekitar 33% dan menjadi pemenang Pemilu juga dikarenakan "anti Soeharto Effect" ; Jadi,kemunculan Megawati Soekarnoputri di 1999 karena di dorong kekesalan rakyat terhadap Soeharto,dan kebetulan ada figur yang masih "berbau" Soekarno sebagai "orang teraniaya" di era ORBA yang dipandang bisa menumbangkan rezim ORBA. Kenyataannya,setelah memenangkan Pemilu 1999 dan menjadi Presiden RI (setelah Gus Dur di mazkulkan oleh MPR RI pimpinan Amien Rais),rakyat pun melihat bahwa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sangat lemah dan korupsi merajalela.

Sejak 2004 hingga sekarang,posisi politik Megawati Soekarnoputri dan PDI-P sebenarnya sangat lemah di mata rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dengan perolehan suaranya yang tidak signifikan untuk memimpin Indonesia. Kemenangan Jokowi juga lebih dikarenakan sebagian besar pemilih Indonesia merasa figur Jokowi yang sederhana pas memimpin Indonesia,bukan PDI-P...! Kenyataan ini bisa dilihat bahwa kemenangan Jokowi atas Prabowo Subianto juga tidak signifikan,artinya prosentase perolehan suaranya tidak diatas 60%,sebagaimana ketika SBY memenangkan "big match" Pilpres 2009.

Keraguan atas kepemimpinan Jokowi yang bakal di "stir" oleh Megawati Soekarnoputri juga mendorong rakyat pemilih "malas" memilih Jokowi ; Namun suara pemilih karena "tidak suka" dengan Prabowo Subianto dengan membawa-bawa anak penguasa Orba,mendorong orang untuk tidak memilih Prabowo Subianto.

Dengan demikian,Megawati Soekarnoputri tidak bisa meng-klaim bahwa dirinya seolah didukung oleh mayoritas rakyat Indonesia. Direktur Populi Center,Nico Harjanto bahkan mengilustrasikan Megawati bagai bicara dengan cermin. Konstitusi Pemilu Presiden sekarang adalah rakyat memilih langsung presiden-nya,walau Jokowi berasal dari PDI-P,setelah terpilih Jokowi bukan bekerja untuk PDI-P,tetapi untuk negara & bangsa Indonesia,dan didalamnya termasuk PDI-P serta seluruh parpol yang ada (baik yang tergabung di KMP maupun di KIH).

Pernyataan-pernyataan "bombastis" di dalam dunia politik kurang lebih sama dengan apa yang dilakukan oleh para artis Indonesia dan artis di dunia untuk mendongkrak popularitasnya. Tetapi,salah mengambil posisi,tindakan dan pernyataan bisa berakibat bukan mendongkrak,tetapi menjatuhkan imej yang tidak baik. Bagaimana pun masyarakat Indonesia sekarang sudah lebih pintar dari era ambruknya Orba di 1998. Informasi yang luas & beragam serta riuhnya dunia politik membuat rakyat semakin paham,"apa itu politik" !

Jadi,mau narsis seperti apapun untuk menarik massa,rakyat Indonesia akan berkata,"wait...! Itu dulu,sekarang beda...!"

Anda bagaimana...?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun