Mohon tunggu...
Mania Telo
Mania Telo Mohon Tunggu... swasta -

@ManiaTelo : Mengamati kondisi sosial,politik & sejarah dari sejak tahun 1991

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Radikalisme vs Neo Liberalisme

14 November 2014   03:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:51 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada era perang dingin,terjadi perang ideologi antara Komunisme vs Liberalisme ; Keduanya sama-sama membuktikan kemenangan dan kegagalan kedua sistem ideologi tersebut. Komunisme gagal mempersatukan Jerman dan Uni Soviet serta negara-negara Eropa Timur runtuh. Namun demikian,sistem komunisme tetap kuat dan berakar hingga bertumbuh menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia,yaitu Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan si "cabe rawit" yang sebentar lagi menjadi "raja ekonomi" baru di kawasan Asia,yaitu Vietnam. Keduanya menganut sistem ideologi Komunis yang berhasil mempersatukan rakyatnya dan tampil sebagai kekuatan ekonomi yang disegani oleh negara-negara Barat dan penganut Liberalisme.

Saat ini justru negara-negara yang menganut Liberalisme atau Sosialis-Liberalisme sedang kewalahan dengan utang yang menggunung akibat salah urus dan korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin negara-negara penganut sistem tersebut. Bahkan ada beberapa negara yang akhirnya berpindah sistem ideologi,seperti Iran yang dikuasai oleh para Mullah dari sistem Kerajaan yang menganut sistem Liberal. Indonesia juga menjadi salah satu contoh negara yang menganut sistem Sosialis-Liberalisme yang sekarang sedang dirundung utang menggunung akibat untuk "menyenangkan" hati rakyat Indonesia,pemerintahan Orba selama 32 tahun membiayai semua sandang-pangan,BBM dan pembangunan untuk rakyat dengan utang luar negeri. Tetapi yang mengejutkan,bagawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo mengeluarkan sinyalemen hal kebocoran dana (yang diperoleh dari utang luar negeri) hampir 30% lebih telah dikorupsi. Alasan untuk mempertahankan tetap berutang adalah agar rakyat tetap memperoleh kehidupan sandang-pangan yang murah sehingga potensial konflik politik dan bahkan bisa mengarah ke perebutan kekuasaan bisa diredam. Pemerintahan SBY selama 10 tahun juga diduga menggunakan cara-cara Orba dalam mempertahankan kekuasaan,salah satunya adalah mempertahankan harga BBM semurah mungkin dengan pembiayaan melalui utang luar negeri. Padahal di negeri Komunis seperti RRT dan Vietnam,harga solar dan premium sudah diatas Rp.10rb per liter. Akibatnya,dapat dilihat sendiri berapa utang yang ditinggalkan oleh pemerintahan SBY kepada pemerintahan Jokowi ini.

Benarkah untuk mempertahankan kekuasaan di republik ini harus membuat rakyat di nina-bobo kan dengan harga murah...? Tak peduli dengan dananya diperoleh darimana,yang penting harga-harga harus stabil dan tidak boleh bergejolak,apalagi BBM harus tetap murah karena bisa menjadi isu politik panas sejak era Orba. Akibatnya sungguh mengenaskan,kas negara pun defisit....! Jelas sudah,sistem sosialis-liberalisme yang sudah berpuluh tahun diterapkan dalam politik dan ekonomi Indonesia membuat negara menanggung beban utang besar sekali. Bahkan dalam proses politik ke arah reformasi setelah kejatuhan Orba,sistem politik yang Liberal telah melahirkan sebuah bentuk radikalisme baru yang selama ini dikenal sebagai radikalisme yang membawa-bawa agama Islam.

Entah darimana asalnya,namun radikalisme yang membawa-bawa agama Islam telah memporak-porandakan Amerika Serikat sebagai negara yang melahirkan Liberalisme. Penabrakan gedung WTC di New York oleh pesawat yang dibajak pada tanggal 11 September 2001 menandai era teror baru kaum radikal tersebut ; Entah darimana juga penyebutan kaum radikal tersebut menjadi sebuah gerakan yang disebut "radikalisme Islam" ,berkali-kali umat Muslim juga membantah perihal perilaku radikal tidak sesuai dengan semangat dan ajaran Islam yang benar. Indonesia pun tak luput dari teror yang dilakukan oleh kaum radikal tersebut,peristiwa teror BOM dari kelompok-kelompok Dr.Azahari,Nurdin M.Top ,Imam Samudra,Amrozi,dll membawa Indonesia ke babak baru dalam kehidupan berpolitik dan berbangsa.

Gerakan radikalisme yang sekarang terus berubah bentuk,baik di luar negeri (ISIS,dll) dan di dalam negeri yang tidak lagi melalui teror Bom,tetapi melalui semangat radikalisme yang ditumbuhkan dengan menyerang kelompok-kelompok non Muslim sebagai orang Kafir,dll membawa kebencian baru yang mirip dengan situasi gerakan Komunisme pada era Orde Lama / Perang Dingin. Maka saat ini,negara-negara Barat pun melancarkan sebuah gerakan baru yang digunakan untuk membendung gerakan radikalisme tersebut,yaitu melalui gerakan Neo Liberalisme. Dan perseteruan gerakan radikalisme yang mebawa-bawa Islam melawan gerakan Neo Liberalisme saat ini sudah berlangsung lebih dari 13 tahun,akankah akan lahir sebuah paham baru dalam Islam,yaitu Islam Liberal,seperti halnya Sosialis-Liberal...? Walau ada beberapa tokoh di Indonesia yang saat ini sudah terlihat membuat gerakan Islam Liberal,namun sepertinya kemunculannya tak nampak meyakinkan karena terus menerus diserang.

Radikalisme yang membawa-bawa Islam di Indonesia bisa tumbuh subur bilamana rakyat Indonesia mengalami kemiskinan,ketidak-adilan dalam memperoleh hak hidup berbangsa & bernegara. Oleh karena itu,pemerintahan Jokowi tidak lagi menggunakan cara-2 Orba guna mempertahankan kekuasaan. Harga yang wajar memang harus dibayar oleh rakyat Indonesia yang mampu,tetapi yang miskin tetap harus mendapatkan perlindungan negara seperti hak memperoleh pendidikan,kesehatan dan kesejahteraan . Pemerintah tidak perlu berutang,tetapi menggali sendiri apa yang menjadi kekuatan potensial yang ada di bumi Indonesia dengan mengundang investor untuk alih teknologi,bukan dengan cara menjual kekayaan alam dan mengurasnya untuk membayar utang. Sikap koruptif para pejabat negara harus diberantas secara optimal,agar menimbulkan efek jera,bukan justru dilepas dan tertawa-tawa menikmati hasil korupsi di balik teralis besi yang tak pernah ditiduri. kalau negara Komunis bisa membuat para pejabat negaranya jera untuk berlaku koruptif,kenapa Indonesia yang mengaku punya Pancasila tidak bisa memberantas korupsi....?

Radikalisme harus dikalahkan,seperti kita dulu mengalahkan komunisme,tetapi bukan dengan menyenangkan rakyat dan pejabat "gendut" ,tetapi bagaimana membuat rakyat yang hidupnya miskin menjadi sejahtera dan berkeadilan. Ingat,para pelaku radikalisme kebanyakan adalah orang-orang yang hidupnya di desa dan miskin,tetapi "otak" nya adalah orang-orang yang berdasi,tukang berkoar-koar di kota dan membawa-bawa agama supaya terlihat "suci" padahal hatinya busuk penuh nafsu untuk berkuasa seperti kaum Komunis dulu.

Jangan biarkan kaum Radikal mengambil alih kekuasaan,sebab mereka itu adalah kaum Komunis bentuk baru yang mengatas-namakan agama untuk meraih kekuasaan demi kelompoknya,bukan untuk rakyat Indonesia....!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun