Mohon tunggu...
Mania Telo
Mania Telo Mohon Tunggu... swasta -

@ManiaTelo : Mengamati kondisi sosial,politik & sejarah dari sejak tahun 1991

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

100 Hari Jokowi-JK : Fitnah & Fakta

28 Januari 2015   14:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:14 1551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_393681" align="aligncenter" width="600" caption="Jokowi-JK/Kompas.com"][/caption]

100 hari pemerintahan Jokowi-JK diwarnai beberapa kejadian yang hampir saja melambungkan nama Jokowi sebagai presiden Republik Indonesia yang "sempurna" di mata rakyat dan masyarakat dunia. Bagaimana tidak? Dengan kesederhanaan yang ditampilkan oleh seorang Jokowi,dengan penampilan yang lebih sering memakai kemeja putih dan batik daripada jas atau safari seperti presiden-2 sebelumnya,seorang Jokowi berhasil memukau rakyat Indonesia karena seperti rakyat kebanyakan walau sudah menjadi Presiden Republik Indonesia.

Sikap sederhana juga ditunjukkan bilamana Jokowi bepergian untuk kepentingan pribadinya,dimana pesawat terbang kelas ekonomi menjadi pilihan seorang Jokowi,bukan kelas bisnis yang biasa dipakai oleh para Gubernur,Menteri ataupun pejabat-2 BUMN yang bepergian bersama keluarganya. Ciri khas seorang Jokowi yang tampil apa adanya ingin menunjukkan betapa dirinya bersama rakyat Indonesia.

Ketegasan dalam menindak kapal-2 asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia juga dipuji banyak orang,demikian juga dengan tindakan menolak grasi para penjahat narkoba yang berujung 6 orang ditembak mati dalam waktu bersamaan juga mengguncang dunia betapa "sang presiden" mampu bertindak tegas melebihi presiden SBY yang dianggap kurang tegas dan peragu.

Tetapi mendadak,ketika pemerintahannya belum genap 100 hari,atau yang biasa disebut sebagai "masa bulan madu" belum usai,badai kekisruhan KPK vs POLRI menerjang pemerintahan Jokowi-JK. Awalnya Jokowi masih terlihat "pede" atau percaya diri dengan terlihat tampil rileks menghadapi "keterkejutan" status tersangka Komjen Pol.BG yang diumumkan oleh KPK. Tetapi hari berganti hari sejak pengumuman status tersangka Komjen Pol.BG,serangan demi serangan terus dihunjamkan pada diri Jokowi. Terlebih ketika kekisruhan KPK vs POLRI semakin memanas,tatkala salah satu komisioner KPK yaitu Bambang Widjojanto dicokok oleh petugas reskrim dari Mabes Polri atas perintah kabareskrim Irjen Pol.Budi Wiseso. Penangkapan BW yang mengundang kontroversi karena penangkapannya mirip penangkapan seorang terduga teroris,diborgol di depan anaknya,mengundang reaksi masyarakat dan tokoh-2 pegiat anti korupsi serta Komnas HAM turun tangan.

Sampai disini,Jokowi sama sekali juga tidak bereaksi untuk segera bertindak tegas mencopot Kabareskrim melalui pejabat Wakapolri Badrodin Haiti yang ditugaskan sebagai yang menjalankan tugas dan fungsi Kapolri. Rakyat pun mulai gerah dan menganggap Jokowi sangat lemah dalam menindak petinggi Polri yang melanggar etika penangkapan. Dari sini lah mulai terdengar suara-suara tidak sedap tentang Jokowi dan lingkungannya. Jokowi dianggap tidak steril dari pengaruh Megawati Soekarnoputri,Surya Paloh dan tokoh-2 partai pendukungnya. Fakta & Fitnah mulai bermunculan menjadi satu opini yang tidak terbendung,bahwa Jokowi tidak mampu menjalankan tugas sebagai Kepala Negara.

Bahkan di dalam tubuh PDIP sendiri mulai ada hembusan "angin nakal" bahwa Jokowi bisa dimahzulkan. Effendi Simbolon yang juga merupakan "orang dekat" Megawati Soekarnoputri mulai bersuara nyaring,entah suara yang disampaikan adalah suara pribadinya atau suara "sang Mega" yang sudah mulai gelisah? Semua orang mulai bertanya-tanya.....

Tindakan yang kurang tanggap dan cepat mengantisipasi masalah yang bakal terjadi kelihatannya perlu ditingkatkan pada diri Jokowi. Gaya kepemimpinannya yang cenderung "easy going" kali ini menyerang balik dirinya tanpa ampun. Jokowi yang biasa menampilkan dirinya seorang "problem solver" dengan lebih mengedepankan persoalan besar bisa dikecilkan,ternyata sekarang seperti "terkena batu" akibat ulahnya sendiri. Persoalan yang awalnya dipandang "kecil" dengan pidato-2 normatif ternyata semakin membesar dan menjadi pelik dari segi politik dan hukum. Apalagi masing-2 yang terlibat tetap ngotot untuk tidak mau mundur sejengkal pun. Komjen Pol.BG melalui penasihat hukumnya bahkan meminta Jokowi melantik dirinya menjadi Kapolri,sebab bila tidak akan diperkarakan sebagai pelanggaran hukum. Kabareskrim juga berani menentang perintah Wakapolri dan merasa tindakannya sebagai bagian dari "semangat korps" yang harus dibela.

KPK sebagai institusi "kesayangan" rakyat Indonesia karena berhasil menyikat pejabat-2 korup yang belum pernah terjadi di Republik ini terus mendapatkan simpati dan opini positif. Suara #SavePolri hampir tidak terdengar,berbeda dengan suara #SaveKPK yang terus membahana. Ini disebabkan institusi POLRI memang sudah terlanjur mempunyai imej buruk di mata masyarakat Indonesia. Disinilah kepekaan Jokowi diuji,membereskan KPK dulu ataukah membereskan POLRI terlebih dahulu? Keinginannya untuk sama-2 dibereskan sangat sulit terjadi,sebab KPK bukan institusi dibawah langsung perintah Presiden,sedangkan POLRI adalah institusi dibawah langsung Presiden yang sebenarnya lebih mudah seorang Presiden menggunakan wewenangnya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia untuk memecat dan memberhentikan petinggi-2 POLRI yang terlibat dalam kekisruhan ini.

Kekisruhan yang semakin parah akan mengundang Fitnah dan Fakta pun terkaburkan. Hal ini pernah terjadi pada pemerintahan SBY di periode kedua,akibatnya selama 5 tahun terakhir di pemerintahan SBY,kepercayaan rakyat Indonesia semakin rendah terhadap sosok SBY dan Partai Demokrat. Inilah yang menjadi kekalahan Partai Demokrat di 2014 yang lalu. Sekarang peristiwa ini terjadi pada 100 hari pemerintahan Jokowi,yang seharusnya tidak boleh terjadi sekarang sudah terjadi. Rakyat sudah kehilangan simpati sama sekali terhadap Partai pendukung Jokowi,yaitu PDIP,Nasdem,Hanura,PKB ; Tetapi yang terlebih tidak mendapatkan simpati adalah PDIP yang dianggap sebagai biang keladi kekisruhan ini,komentar-2 di media sosial sebaiknya bisa dibaca oleh petinggi-2 PDIP dan Jokowi dan menjadi bahan introspeksi dan mimpi buruk mereka pada 100 hari pertama memegang pemerintahan yang ternyata tidak mudah. Lebih mudah menjadi oposan dan bersuara nyaring diluar,daripada duduk berkuasa dengan segunung persoalan intrik politik.

Fitnah & Fakta memang sudah berbaur menjadi satu,tantangan Jokowi adalah memilah keduanya selama 5 tahun kedepan...!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun