Dengan peradaban kehidupan manusia yang semakin berkembang menimbulkan beberapa perubahan dari kebiasan manusia, mulai dari sandang, pangan, papan, gaya hidup serta teknologi yang semakin berkembang. Tentunya dengan perkembangan tersebut dapat mempermudah kehidupan dari manusia itu sendiri. Selain praktis dan keefisienan waktu yang ditimbulkan dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.Â
Contohnya seperti di era masa lalu jika ingin menghubungi sanak saudara terkait dengan suatu berita tertentu harus mengirimkan surat yang membutuhkan waktu 2-3 hari untuk mengirimkan surat tersebut, namun untuk sekarang  dapat  dilakukan hanya dengan hitungan menit melalui telepon genggam.Â
Atau dengan contoh lainnya jika pada zaman dahulu anak- anak ingin belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah pada malam hari harus menggunakan lentera atau lampu pelita yang diisikan dengan minyak atau menggunakan lilin, dibandingkan di zaman sekarang anak-anak dapat menggunakan lampu sebagai sumber penerangan. Dan contoh yang lainnya dari perkembangan teknologi pada era sekarang yang membutuhkan tenaga energi listrik.
Energi listrik sudah dapat dinikmati oleh masyarakat di Indonesia khususnya di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Semua listrik yang diperoleh melalui PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) berada di wilayah Pulau Jawa maupun di wilayah Kalimantan. Akan tetapi, sebagai kaum milenial, apakah kamu menyadari betul dari manakah asal muasal bahan baku yang digunakan oleh  PLTU-PLTU tersebut?Â
Apakah kamu sudah mencermati pula bagaimana proses awal pengambilan hingga diproses serta dampak lingkungan dan kehidupan masyarakat di tempat bahan baku tersebut diambil?Â
Jika kamu belum memahami atau mengetahuinya mari kita pelajari bersama mengenai teka-teki di atas. Bahan baku PLTU berasal dari batu bara, batu bara sendiri pun hasil dari fosil-fosil yang tertimbun di tanah atau bisa dikatakan juga akibat dari matinya bangkai organisme yang telah tertimbun dan membutuhkan waktu jutaan tahun lamanya. Tentunya dari sumber daya alam batu bara tersebut yang tidak bisa diperbaharui.
Di balik adanya daya listrik, di dalam bisnis tambang batu bara tersebut terdapat nama-nama elite politik gelap. Sementara itu keuntungan dari tambang batu bara tersebut hanya dinikmati oleh para elite, sedangkan rakyat yang kurang mampu atau nilai ekonomi rendah terpaksa harus merasakan dampak kerusakan ekologi yang parah, seperti munculnya radiasi yang ditimbulkan oleh SUTT (Saluran Listrik Tenaga Tinggi) sangat berbahaya bagi kesehatan.Â
Pemerintah lebih memilih membangun SUTT melewati permukiman warga ketimbang melewati tanah yang kosong yang jaraknya agak lebih jauh. Pemerintah tampak cenderung memikirkan kerugian yang didapatkan dari biaya pemindahan SUTT dibanding kerugian yang didapat oleh warga yang rumahnya terlintas oleh jalur SUTT. Pencemaran dalam proses produksi listrik dari PLTU batu bara terdapat proses pembakaran batu bara.Â
Operasi tambang batu bara yang terdapat di Indonesia akibatnya juga berdampak pada tanah karena lebih dari delapan juta hektar tanah yang digali untuk mendapatkan batu bara sampai saat ini belum direklamasi. Lima ratus ribu hektar tanah dijadikan lokasi tambang batu bara meskipun belum memiliki izin.Â
Tanah bekas galian berubah menjadi kecoklatan. Kebutuhan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar galian semakin sulit untuk dipenuhi, serta ruang hidup masyarakat menyempit, dan jumlah air bersih pun semakin berkurang karena tercampur lumpur bekas tambang.
Seperti halnya bahan bakar fosil lainnya, dalam proses pembakaran batu bara selain dihasilkan pelepasan energi berupa panas juga dihasilkan abu dan asap yang jatuh ke tanaman, perairan, bahkan masuk ke paru-paru makhluk hidup. Secara teori, semua yang keluar dari cerobong PLTU telah disaring sehingga asap yang keluar tidak berbahaya.Â
Namun teori bisa berbeda dengan kenyataan. Asap dapat mengandung zat berbahaya merkuri dan PM 2,5. Partikel ini dapat bertahan dalam jangka panjang dan bisa terbang hingga ratusan kilometer. Dampak partikel ini dapat menyebabkan, kanker paru-paru, asma, infeksi saluran pernapasan, kerusakan otak, ginjal, dan jantung. Menurut penelitian Greenpeace dan Universitas Harvard pada tahun 2015, PLTU batubara dapat menyebabkan 6500 korban jiwa setiap tahun.
PLTU, sumber: film Sexy Killers
Lubang bekas galian batu bara memiliki dampak negatif bagi orang yang bermain di sekitar galian atau tidak sengaja jatuh kedalam lubang bekas tambang batubara, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.Â
Hanya di Ibukota Kalimantan Timur, Samarinda saja, dari tahun 2011 sampai tahun 2018, setidaknya 32 jiwa melayang di lubang bekas tambang. Kendati demikian, sebagian besar pemimpin rakyat hanya menyampaikan rasa keprihatinannya, tanpa memberikan respon berupa kerja nyata.
Jarak minimal antara lokasi pertambangan dengan wilayah tempat tinggal penduduk atau fasilitas umum menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan beberapa peraturan daerah seperti perda Kutai Kartanegara adalah 500 meter. Meskipun demikian, tidak sedikit jumlah penduduk yang secara tidak langsung tergusur untuk diambil-alih tanahnya.Â
Tidak peduli untuk menolak pertambangan dan melawan dengan menghadang alat berat, tapi mereka ditangkap dan dipenjarakan. Mereka menangis, berontak dan melawan, akan tapi perusahaan tambang yang dibantu oleh aparat keamanan tak memedulikan penderitaan mereka dan jalur hukuman tetap berjalan atau diterapkan bagi mereka yang melanggar aturan disana.Â
Kegelapan semata dan keserakahan manusia demi sebagian kecil pundi-pundi uang yang dihasilkan dari pertambangan batu bara mereka gadai kan bahkan tukar dengan kehidupan anak cucu kita di generasi mendatang. Akankah pemerintah tinggal diam saja oleh para mafia pertambangan atau ikut serta menyelamatkan bumi demi kehidupan akan datang?Â
Kita tunggu saja bagaimana generasi sekarang ini jika kelak menjadi penegak hukum yang bijak. Apakah ada perubahan atau Indonesia sedang memasuki jurang maut nya sendiri secara perlahan namun pasti akan terjadi?
Penulis: Lilyana Tasya, Christopher
Editor: Teddy Francis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H