Sahabat Perempuan dan Anak, tentu kita semua sepakat bahwa perkawinan merupakan ikatan sakral antara pasangan laki-laki dan perempuan yang diakui secara sosial untuk membangun keluarga.
Namun bagaimana jadinya apabila sebuah perkawinan dilakukan oleh seorang anak yang bahkan belum berusia 18 tahun (usia dini) dan belum matang secara mental, materi,dan spiritual?
Bagaimana nasib pendidikan mereka?
Catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan perempuan usia 20-24 tahun yang melakukan perkawinan usia dini cukup memprihatinkan.
Sebesar 94,72 persen perempuan usia 20-24 tahunyang melakukan perkawinan usia dini tidak bersekolah lagi, 0,9 persen tidak/belum pernah sekolah, sementara yang masih bersekolah hanya sebesar 4,38 persen.
Anak-anak memang belum saatnya merasakan sebuah ikatan sakral, merasakan tanggungjawab besar dan status sosial yang dibarengi dengan kesiapan mental, materi, dan spiritual yang matang untuk mempertahankannya.
Mari bersama kita serukan STOP Pernikahan Anak Usia Dini!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H