Sosok muda yang enerjik, sederhana, ramah, pandai bergaul, dan ketika berbicara kental dengan gaya bahasa pasundan melekat erat pada sosok Idris Apandi. Sepintas, dibalik sosok tersebut orang tak akan menduga bahwa ia memiliki kemampuan luar biasa, yaitu kemampuan untuk “menyihir” orang lain. Ya, dia mampu “menyihir” orang lain untuk mengikuti jejaknya dalam menggemari membaca dan menulis.
Hal tersebut dibuktikan dengan keberhasilannya “menggawangi” KPLJ (Komunitas Literasi Jawa barat) yang kini memiliki ratusan anggota dari berbagai kalangan dan datang dari berbagai daerah di Jawa barat. Komunitas yang baru seumur jagung ini, telah mampu melahirkan berbagai karya dari anggotanya yang sebagian besar adalah penulis pemula yang termotivasi oleh sang “maestro” menulis.
Kemampuan Idris Apandi untuk memotivasi dan mengajak orang lain untuk bergiat dalam membaca dan menulis, bukanlah hal kebetulan belaka apalagi kemampuan yang datang begitu saja tanpa terduga. Aktifitasnya yang membuat orang lain terinspirasi untuk membaca dan menulis merupakan buah dari perjuangan panjang, kerja keras, dan komitmennya dalam memaknai literasi yang sesungguhnya.
Idris Apandi yang bekerja sebagai Widtaiswara di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat adalah penulis yang aktif dan telah menghasilkan berbagai karya. Kecintaannya terhadap membaca dan menulis dibuktikannya dengan menuangkan berbagai karya tulis dalam bentuk ratusan artikel populer yang dimuat di media cetak, media on-line serta buku-buku yang telah ditulisnya.
Selain aktif menulis, ia seringkali diminta untuk menjadi narasumber pada pelatihan menulis artikel ilmiah poluler, artikel jurnal ilmiah, Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Penelitian Tindakan Sekolah (PTS), dan menjadi narasumber pada dialog di beberapa stasiun radio dan TV Bandung. Ia pernah pula diminta untuk menjadi juri menulis artikel bagi guru se-Bandung Raya yang diselenggarakan Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015.
Sesuai dengan tugas yang dijalaninya sebagai Widyaiswara pada LPMP Jawa Barat, ia juga melaksanakan profesinya dengan konsisten. Ia menjadi narasumber nasional pada diklat Kurikulum 2013, anggota Tim Pengembang Model Integrasi Pendidikan Antikorupsi pada mapel PKN di Ditjen Dikdasmen Kemdikbud (2015), anggota tim penyusun naskah akademik Perlindungan Guru Jenjang Pendidikan Dasar Ditjen GTK Kemdikbud (2015) dan anggota dewan pembina Ikatan Guru Indonesia Kabupaten Bandung Barat Periode 2016-2020.
Segudang aktifitas yang menuntutnya untuk profesional dalam pekerjaannya, tidak lantas membuatnya kehilangan kreatifitasnya dalam menulis. Ia tak pernah berhenti untuk selalu “mengeksekusi” ide-idenya dalam tulisan. Idenya yang mengalir deras seperti air hujan, selalu dituangkannya dalam tulisan cerdas yang penuh makna.
Hal ini pula yang membuat seorang Anies Baswedan yang saat itu menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayan RI secara khusus menghubungi Idris Apandi via telepon sekait tulisan Idris Apandi di media on-line tentang kebijakan Kemdikbud saat itu. Mendikbud sangat mengapresiasi tulisan cerdas sang “mesin” menulis, beliau memotivasi Idris Apandi untuk terus mengembangkan tradisi menulisnya. Hal ini pula yang agaknya membuat Idris Apandi bertekad kuat untuk terus menulis serta mengembangkan kemampuannya untuk mengajak orang lain menulis.
Idris Apandi kemudian mendaulat nama dirinya sebagai “trainer menulis”. Ini adalah upaya memberikan contoh bahwa ia konsisten dengan dunia membaca dan menulis. Kendati demikian, ia sering pula mendapat cibiran dari orang-orang disekitarnya. Tak jarang pula ada orang yang berprasangka buruk menuduh bahwa apa yang dilakukannya hanya sebagai “pencitraan” atau mencari lahan untuk menambah penghasilan.
Namun semangatnya tak pernah surut, bagi Idris Apandi apapun yang dilakukannya adalah sebuah ikhtiar yang memberikan manfaat bagi orang lain. Baginya, memberikan motivasi dan kesempatan bagi orang lain untuk “menulis dengan merdeka” harus dibuktikan dengan upaya yang nyata. Menurutnya, teori yang diterima oleh para guru atau orang-orang yang ingin bisa menulis sudah teramat banyak, tetapi praktik untuk menuliskannya sangatlah kurang. Inilah mengapa kemudian ia bergiat mendirikan KPLJ yang tujuan utamanya adalah melahirkan guru dan penulis hebat yang literat.
Menilik perjuangannya, Idris Apandi jauh dari sebutan pejuang literasi apalagi jika gelar pahlawan literasi disematkan kepadanya, pasti ia akan menolak. Idris Apandi hanya menginginkan agar para guru bisa menjadi guru literat yang gemar membaca dan pandai menulis, sebab ia memiliki pendapat bahwa literasi sebaiknya bermula dari guru. Di tangan gurulah semua cita akan terlaksana sebab guru adalah tonggak ilmu, guru adalah muara teladan dimana para siswa akan terinspirasi dari guru-gurunya yang hebat. Guru yang bukan hanya sekedar menyuruh para siswa membaca dan menulis tanpa mencontohkan dihadapan mereka. Guru yang memiliki karya nyata sebab para murid membutuhkan bukti, bukan hanya mengobral kata-kata.