Mohon tunggu...
Tegumi Hiroshi
Tegumi Hiroshi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Game, read some stuff

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Memilih Ala Nietzsche: Percaya Pada Diri Bukan Bergantung Pada Eksistensi Eksternal

23 Februari 2023   15:18 Diperbarui: 23 Februari 2023   15:24 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pemilu tahun 2024 akan segera disongsong oleh seluruh warga negara indonesia sebagai suatu haknya untuk memegang nilai sila ke-4 dari pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan yang berkeadilan sehingga tercapai suatu nilai demokrasi yang krusial bagi bagaimana kita akan berjalan ke depannya dengan sosok pemimpin yang kita pilih. 

Momen pemilu 2024 ini juga tidak terlepas dari betapa pentingnya peranan para pemuda indonesia untuk mencapai bonus demografi yang akan segera hadir secara lebih produktif. Berdasarkan data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 

Indonesia berisi sekitar 70% orang-orang muda yang berada pada usia produktif atau bisa dibilang sebagai generasi angkatan kerja. Ini menandakan bahwa dalam pemilu tahun 2024 nanti kebanyakan pemilih adalah mereka yang baru mencapai usia dimana mereka memperoleh hak untuk mengambil partisipasi dalam perhelatan demokrasi yang krusial di Indonesia atau bisa disebut juga sebagai para pemilih pertama. 

Sebagai para pemilih pertama mereka pastinya perlu mengenali terlebih dahulu bagaimana calon yang akan terpampang dalam kertas pemilihan itu benar-benar secara objektif sesuai dengan apa yang mereka citakan. 

Hal ini pun akan semakin dikembangkan melalui saran literasi digital yang juga semakin digalakkan dalam lini kehidupan masyarakat Indonesia. 

Namun, selain kemampuan literasi para pemuda Indonesia juga harus memiliki kemampuan kritis untuk menelaah beragam informasi bukan hanya bergantung pada tanggapan orang komunal tapi berdasarkan objektivitas yang mereka temui.

Orang muda di era ini dirasa cenderung memiliki sikap yang acuh tak acuh dengan hal-hal yang berbau politik dan lebih memilih meniti karier mereka secara intensif sehingga tak sedikit juga yang seringkali tak tahu menahu mengenai keadaan politik di Indonesia sekarang ini. 

Selain sikap acuh tak acuh, para pemilih muda juga mudah sekali terintervensi dengan buaian-buaian manis dari tanggapan orang lain sehingga mereka terjebak dalam suatu kondisi yang disebut oleh Nietzsche sebagai kepercayaan akan realitas yang paradoksal. 

Manusia terutama orang muda seringkali takut untuk mengambil suatu langkah jika tidak ada yang mengambil langkah pertama dalam melakukan sesuatu. 

Maka dari itu mereka cenderung bergantung pada orang lain yang mereka anggap tidak memiliki suatu kekurangan apapun untuk menjalani hidup mereka. 

Semisal saja banyak yang percaya bahwa Einstein adalah ilmuwan hebat yang penelitiannya sangat baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern, tapi bagaimana jadinya jika ternyata didapat bukti bahwa apa yang selama ini diteliti oleh Einstein itu tidak terbukti kebenarannya atau malah tergantikan oleh suatu kebenaran lainnya maka kepercayaan kita itu akan runtuh seketika dan membuat sejumlah orang yang percaya kepada kebenaran dari Einstein kehilangan pegangan mereka untuk melangkah secara pasti ke langkah berikutnya. 

Demikian juga lah jika orang muda masih hanya berpegang pada konsep dari kebaikan orang saja tanpa melihat suatu hal juga dari segi objektif maka jika terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan maka mereka akan cenderung jatuh pada kekecewaan yang tidak perlu.  

Jika orang jatuh pada suatu kekecewaan atau krisis akan kepercayaan maka kepercayaan kepada diri mereka sendiri pun turut terpengaruh juga. 

Maka dari itu orang muda yang memiliki segenap haknya untuk menentukan masa depan bangsa ini akan menjadi seperti apa perlu secara sadar tidak selalu atau melulu menaruh kepercayaan atau bergantung pada hal-hal yang berada di luar diri mereka melainkan lihatlah ke dalam diri dan percaya pada kemampuan diri untuk membawa suatu perubahan di setiap langkah yang diambil. Hal-hal yang terjadi di luar diri tidak dapat sepenuhnya diubah namun apa yang yang terjadi dalam diri sendirilah yang bisa sepenuhnya diubah. 

Maka, jika apa yang berada di luar diri tidak sesuai dengan apa yang diharapkan para orang muda tidak akan terjadi pada kekecewaan yang sia-sia namun mampu untuk terus mengambil langkah dengan kekuatan yang berada di dalam dirinya sendiri. 

Kepercayaan pada kemampuan yang ada di dalam diri dan tidak selalu bergantung pada konsep kebaikan orang lain akan membawa pemuda untuk lebih percaya diri dan berani untuk memilih secara lebih objektif apa yang mereka ingin lakukan dan harapkan melalui persona yang mereka pilih dalam pemilu 2024 nanti. 

Hal ini juga harus lebih didukung oleh segenap masyarakat Indonesia dengan tidak menyebarkan secara luas hal-hal yang cenderung bersifat subjektif melalui cacian, makian, maupun berita bohong yang bukannya malah mendukung perkembangan dari bangsa ini malah menjadi senjata penghancur nilai-nilai bangsa ini.

Para pemuda Indonesia yang hendak menyongsong perhelatan demokrasi di tahun 2024 hendaknya jangan sampai terbuai oleh kata-kata manis yang seringkali penuh dengan niatan-niatan yang tidak murni, maka dengan sikap kritis yang tengah dikembangkan melalui kancah pendidikan Indonesia diharapkan dapat membentuk karakter dari para pelajar dan pemuda Indonesia yang berorientasi tidak hanya pada suatu hasil tetapi juga proses-proses yang dilalui sehingga kompetensi mereka mampu mengalahkan realitas paradoksal yang sering mempengaruhi orang dalam bertindak. 

Keraguan dalam bertindak sama saja stagnasi dalam perkembangan diri dan jika pemuda Indonesia terus berada dalam stagnasi ini dan cenderung lari dari apa yang memang harus dihadapi maka segala yang ada hanya menjadi angan tanpa realisasi yang nyata. 

Dalam memilih calon yang akan memimpin bangsa ini, terutama bagi para pemuda Indonesia yang menjadi para partisipan pertama dalam perhelatan ini, penting sekali memiliki kedewasaan ideologi dan karakter pancasilais sehingga tidak hanya memiliki kesadaran sebagai warga dunia tapi juga dimulai dengan kesadaran untuk berbangsa dan bernegara sebagai warga negara Indonesia. Ini adalah suatu hal yang diungkapkan oleh Nietzsche sebagai suatu integritas moral sebagai penyokong dari pilar pembentukan kepercayaan pada diri sendiri untuk memilih yang terbaik dari yang terbaik. 

Filsafat Nietzsche mengajarkan banyak orang untuk mampu melepaskan diri dari pandangan umum yang belum tentu memiliki objektivitas yang kompeten dan membuat keputusan sesuai dengan visi yang ingin dituju oleh masing-masing dari kita yang dapat dilihat dari sosok pemimpin yang akan muncul dalam perhelatan demokrasi. Keputusan yang terbaik hadir dari kebebasan masing-masing pribadi yang dengan kesadaran penuh menjadi bagian dari bangsa Indonesia. 

Oleh karena itu, janganlah selalu bergantung pada visi orang lain untuk hanya menjadi sekedar pengikut buta dari apa yang ingin dituju orang lain tapi juga harus ada hasrat tersendiri dari dalam diri untuk melakukan suatu perubahan dengan segala pilihan yang telah dibuat. Selamat berpesta politik, Salam Merdeka Indonesiaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun